Fetty Kwartati: Berguru pada Punggawa Batik

Kecintaannya pada batik mengulik nuraninya untuk menimba ilmu dari punggawa-punggawa di akarnya. dari perjalanan singkatnya, sejumlah makna dan intepretasi kian
memperkaya pengetahuan warisan para leluhur.

 

Setelah berkawan dengan batik tulis halus lebih dari dua windu, saya selalu menemukan bahwa batik tulis merupakan hal yang mengasyikan. Ditambah dorongan ingin mengenal lebih dekat para pengrajin batik seutuhnya. Tak puas sekadar bertemu di setiap pameran.

Desakan kalbu itulah yang mengawali lahirnya edutrip batik kali ini. Terselip pula tujuan sharing program parenting, yaitu pola pengasuhan yang patut untuk para pekerja batik.

Pada bulan Februari dan April silam saya mengitari daerah Cirebon, Pekalongan, dan Yogyakarta. Bersama teman sejawat, saya mengunjungi 12 pranggok batik tulis halus, seperti Batik Sapuan, Dudung Aliesyahbana, Sutoyo Slamet, Nurcahyo, Batik Warisan, Hanan-Subchan di Pekalongan,
Batik Katura, Ninik Ichsan Masina di Cirebon, Bayu Aria, Abdul Syukur, Batik
Apip, dan Kampung Batik Imogiri di Yogya.

Selama lebih dari satu minggu, trip ini sarat dengan silaturahmi. Sambutan dan keterbukaan para pembatik yang hangat membuat saya kian bersyukur bisa mengenal batik ini.

Begitu banyak hal-hal yang dapat dikomunikasikan melalui sehelai kain mulai dari cara pandang, sudut penilaian, dan sisi intepretasi. Mampu juga menghubungkan dan mempererat tali persahabatan. Terlihat ketulusan dan perhatian para maestro batik ini dalam berbagi pengalaman maupun ilmu demi perkembangan batik.

Pelajaran budaya dari travelling
Perjumpaan dengan para punggawa batik nan tangguh ini melahirkan catatan-catatan yang menggugah nurani untuk tetap berkomitmen dalam melestarikannya dengan lebih giat dari sebelumnya. Kebersamaan dan kesolidan mereka juga menghidupkan tradisi ini terus ‘bernyawa’ hingga ke generasi selanjutnya.

Sebuah Kehidupan
Dari batik ini dimungkinkan lahirnya suatu kehidupan yang terus
berkesinambungan. Bertambah banyak kehidupan yang bisa dihidupi
batik, maka semakin besar makna kehidupan yang diperoleh dan kian
luas dampak kehidupan dalam masyarakat.

Tidak Pernah Sendirian
Berhasilnya sebuah karya batik tidak bisa diakui oleh orang per orang,
tetapi merupakan kerja sama tim yang saling mendukung di setiap lini.
Semangat gotong royong dan solidaritas yang tinggi membuat batik
menjadi semakin ‘hidup’ ataupun menghidupi banyak orang.

Komitmen, Ketekunan & Kesetiaan
Teknik yang detail dan sulit serta membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk menghasilkan sebuah karya batik mengajarkan begitu pentingnya arti komitmen, ketekunan, dan kesetiaan. Proses satu sampai dua tahun dilalui dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Pemahaman ilmu ini tidak bisa diperoleh secara instan, melainkan harus dibentuk dan dibangun agar tetap kokoh.

Tidak melupakan kodratnya
Di seluruh Indonesia kebanyakan pekerja batik atau pengrajin kain pada umumnya adalah wanita. Dengan spesifikasi yang sudah Tuhan berikan khusus untuk kaum Hawa ini, membuat pekerjaan batik banyak menggiring ibu-ibu untuk menyisingkan lengan baju ikut membantu menghidupi keluarga.

Dengan tidak melupakan kodratnya sebagai wanita atau ibu, para pembatik ini bisa menjalankan multitasking yang tetap mendahulukan keluarga di rumah. Bahkan, banyak pekerjaan batik yang dilakukan di rumah masing-masing sembari mengurus rumah, mengasuh anak, dan ikut membantu ekonomi rumah tangga. Naskah: Fetty Kwartati | Foto: Eli Djohan

Untuk membaca artikel selengkapnya, dapatkan majalah Women’s Obsession edisi Mei 2018