Terapi Target untuk Lawan Kanker

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kanker adalah salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia maupun di dunia. Menurut data dari Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI 2015, kanker merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia dan menempati peringkat tujuh di Indonesia.

Bahkan di tahun 2013 saja, prevalensi penyakit kanker sudah mencapai 0,14 % (347.792 orang) dari total populasi penduduk. Sedangkan menurut prediksi World Health Organization (WHO), pada 2030 di Indonesia akan meningkat tujuh kali lipat.

Kanker paru, hati, usus, kolorektal, payudara, dan serviks adalah beberapa jenis kanker yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Penyebabnya bukan hanya dari gen kanker yang diturunkan oleh keluarga, tetapi memang setiap manusia memiliki sel kanker di dalam tubuhnya. Sel ini tidak aktif pada tubuh yang sehat, namun jika kita cenderung melakukan pola hidup yang buruk, baru akan aktif.

“Sel kanker sebenarnya adalah sel normal yang akhirnya berevolusi, karena pertumbuhannya, gaya hidup yang tidak sehat, ataupun bisa diturunkan dari gen orangtua. Ini tidak akan aktif jika kita memerhatikan asupan gizi,” ungkap dr. Wong Seng Weng dari Singapore Medical Center.

“Kanker adalah sel yang sangat cepat dan abnormal. Dapat menyebar ataupun menyerang sel normal lain dan tidak memiliki waktu tenggat hidup. Jika menyebar ke organ-organ lain, penyembuhan secara tuntas akan lebih sulit,” tambah dr. Wong. Pengobatan terhadap penyakit ini antara lain dengan operasi, kemoterapi, terapi radiasi, dan hormon.

Umumnya, pasien kanker akan menggunakan pengobatan kemoterapi untuk menghentikan sel kanker yang terus tumbuh dan menyebar. Kemoterapi memang ampuh menyasar sel kanker yang sudah menyebar, hanya saja sifatnya juga membunuh sel normal yang sehat. Sehingga menimbulkan efek samping tertentu, seperti alopecia, neutropenia, dan kasus langka seperti cardiotoxicity.

Sejak 2016, para peneliti dan dokter telah menemukan terobosan baru mengenai pengobatan kanker dengan lebih sedikit efek samping, yaitu immunoteraphy dan targeted theraphy (terapi target). Perbedaannya dengan kemoterapi, imunoterapi ini mampu membedakan antara sel kanker dan sel normal. Sehingga hanya akan membunuh sel kanker saja, tidak mengganggu perkembangan sel normal yang sehat.

Terapi target adalah pengobatan kanker yang secara khusus fokus pada sel kanker menggunakan obat atau zat lainnya untuk menghalangi sinyal kimia di tingkat sel, tempat pertumbuhan, dan pembelahan sel kanker terjadi. Wong mengungkapkan bahwa sel kanker terkadang bersembunyi di balik sel normal yang sehat, sehingga untuk membidiknya terkadang menyerang pula sel dalam kondisi normal. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa terapi ini dapat mengurangi risiko perkembangan penyakit ataupun menekan angka kematian sebanyak 50%.

Dalam terapi target, obat anti-angiogenesis akan bekerja menyerang protein Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dengan menghambat pasokan oksigen dan nutrisi ke sel kanker. Dengan demikian, sel kanker di dalam tubuh akan kelaparan dan akhirnya tidak berkembang hingga mati. Imunoterapi ini tidak untuk memperkuat sistem imun, tapi bekerja membantu mengidentifikasi sel kanker sehingga dapat membunuhnya. Sementara, terapi target merupakan jenis pengobatan yang menggunakan obat didesain khusus untuk mengenali ataupun menghancurkan sel-sel kanker dari jenis kanker yang spesifik.

Karakteristik tersebut yaitu pada level monokuler, obat itu bekerja untuk ‘mematikan’ sinyal pertumbuhan sel kanker yang dapat memicu perkembangbiakan sel. Tetapi pengobatan dengan metode imunoterapi dan terapi target ini hanya menekankan pada kanker stadium lanjut. Belum ada penelitian kecocokan, bila digunakan untuk kanker stadium awal.