Daya Tarik Wayang Orang

Kekayaan suku dan budaya di Indonesia membuat keberagaman pertunjukan seni yang ada juga sangat beragam. Pertunjukan tradisional di Tanah Air tidak hanya tentang tari-tarian tradisional, tapi ada pula wayang yang telah diakui oleh UNESCO sebagai bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2003 silam. Selain wayang kulit, pertunjukan wayang orang juga menjadi salah satu seni tradisonal yang hingga kini masih dilestarikan.

Sejarah Wayang Orang

Wayang orang merupakan salah satu pertunjukan tradisional di tanah Jawa, khususnya Jawa Tengah. Penampilan teatrikal wayang orang atau wayang wong pertama kali diciptakan Sultan Hamangkurat I pada 1731. Ada pula versi lain yang mengatakan bahwa wayang wong diciptakan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I. Wayang orang yang diciptakan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I pertama kali ditampilkan di Surakarta. Namun, tidak bertahan lama hingga akhirnya berpindah ke Yogyakarta.

Kemudian, pada tahun 1868 kesenian tradisional ini kembali dihidupkan dan dikembangkan saat Mangkunegara IV mengadakan sebuah acara. Dalam kesempatan tersebut, ditampilkan pertunjukan wayang wong dari Yogyakarta. Sejak saat itu, seni tradisional ini semakin berkembang. Terutama saat Taman Sriwedari dibangun oleh Pakubuwana X pada 1899. Di awal kemunculannya, pertunjukan wayang wong hanya ditampilkan di lingkungan keraton.

Namun, seiring berjalannya waktu mulai dimainkan di depan masyarakat umum. Di Jakarta sendiri pernah berdiri beberapa perkumpulan wayang orang pada tahun 1960 hingga 1990. Seperti Sri Sabda Utama, Ngesti Budaya, Ngesti Pandawa, Cahya Kawedar, Adi Luhung, Ngesti Widada, dan Panca Murti. Sementara, pertunjukan wayang orang yang masih ada di Jakarta hingga saat ini adalah Wayang Orang Bharata yang berlokasi di Pasar Senen, Jakarta Pusat.

Pertunjukan Wayang Orang

Seperti namanya, setiap daerah, wayang orang biasanya memainkan cerita-cerita pewayangan yang berbeda. Sebut saja pada pertunjukan Wayang Orang Sriwedari, salah satu kisah yang kerap dimainkan adalah ‘Santanu Banjut’ tentang Raja Santanu, yakni seorang penguasa tertinggi Kerajaan Hastina. Ada pula lakon ‘Srikandi Edan’ dan ‘Gatotkaca Gandrung’.

Selain itu, cerita-cerita lain yang diangkat dalam wayang orang berbasis dari cerita kolosal, seperti Mahabharata dan Ramayana. Nilai-nilai tata krama, etika, dan kebijaksanaan pun terasa kental dalam setiap pertunjukan. Selain menampilkan tokoh-tokoh gagah nan perkasa, wayang orang juga menampilkan tokoh punakawan sebagai pencair suasana. Tokoh-tokoh tersebut merupakan penggambaran kawulo alit atau masyarakat secara umum dan abdi dalam.

Hal yang menarik dari pertunjukan wayang orang adalah adanya tari kolosal di setiap jeda cerita. Gerakannya antara lain tari putri luruh, tari putri lanyap, putra luruh, putra lanyap, putra gagah, dan gecul. Tidak sembarangan, ragam gerakan tersebut dibawakan sesuai dengan aturan dan patokannya, seperti gajah-gajahan, golek iwak, bapang, ukel wutuh, besut, sabetan, lumaksana, dan kebyok kebyak sampur.

Selain menari, ada pula dialog yang terkadang dibawakan dalam bentuk tembang. Kategori tembah sendiri terbagi dalam dua jenis, yakni menyanyi tanpa iringan musik (bhowo) atau bisa disebut juga sworo lola yang berarti suara sendiri, dan greget saut, yang artinya dalam keadaan emosi. Membawakan tembang adalah hal yang harus bisa dilakukan oleh para pemeran wayang orang. Itu sebabnya, untuk bisa menjadi pemain wayang tidak hanya membutuhkan kemampuan drama, tapi juga menari dan bernyanyi.

 

Untuk membaca artikel selengkapnya, dapatkan majalah cetak dan digital Women's Obsession edisi Agustus 2019