Maksimalkan Generasi Milenial

Satia Indrarini, Direktur HRD PT Bank DBS Indonesia

Era disruptif akibat perkembangan teknologi menuntut sebuah bisnis melakukan perubahan untuk dapat tetap beradaptasi dengan zaman. Hal ini juga dialami oleh Bank DBS Indonesia, berada di era baru digitalisasi, yang diaplikasikan bukan hanya pada produk perbankannya, namun juga pada sisi service dan culture perusahaan. Perubahan ini secara konsisten telah dilakukan sejak tigatahun lalu dan membawa DBS Indonesia meraih berbagai penghargaan bukan hanya melalui layanan perbankan tapi juga dalam internal perusahaan.

 

Di balik prestasi tersebut, ada Satia Indrarini, Executive Director Human Resource & Development PT Bank DBS Indonesia yang membawa perubahan. Satia bergabung dengan DBS Indonesia pada Januari 2005 sebagai executive officer pada bagian human resources development (HRD). Sebelumnya dia berkarier di JP Morgan selama 14 tahun. Kini telah lebih dari 10 tahun dia memimpin tim HRD,menjadikannya sebagai salah satu dari 16 Indonesia’s Most Impactful Women Leader 2019 pilihan Warta Ekonomi. Dia dinilai layak menerima penghargaan atas kontribusinya berupa kemampuan dan pengetahuan serta persepsi tentang gender kepada para calon pemimpin masa depan Indonesia.

 

Bagi Satia, untuk meningkatkan kinerja para pegawai, perusahaan perlu mengetahui karakteristik masing-masing. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angkatan kerja pada tahun lalu berjumlah lebih dari 136 juta orang, meningkat 2,24 juta orang dari tahun sebelumnya. Saat ini generasi Y atau dikenal sebagai milenial diperkirakan menjadi angkatan kerja terbesar dibandingkan generasi lainnya. Jika generasi baby boomers cenderung berorientasi pada pencapaian, berdedikasi, dan berfokus pada karier, generasi milenial menyukai hidup seimbang. Mereka pekerja keras, tapi tetap mementingkan me time. Generasi ini dapat diandalkan dalam hal kedisiplinan dan soal pemanfaatan teknologi (tech-savvy). Dengan kelebihan yang dimilikinya tersebut, mereka punya kepercayaan diri yang baik dan tetap menjunjung tinggi kritik dan saran dari orang lain.

 

Keseimbangan gaya hidup dan pekerjaan generasi Y cenderung mencari pekerjaan yang dapat menunjang gaya hidupnya dan tetap bisa melakukan hobi mereka. Dikutip dari Forbes, generasi ini punya passion yang besar dan sangat kreatif untuk membuatnya menjadi sumber penghidupan. Mereka suka bekerja, suka berpetualang dan penuh gairah untuk melakukan hobi yang menjadi bagian penting dan pertumbuhan dan perkembangan pribadi generasi ini. “Untuk memaksimalkan potensi generasi milenial yang mencapai hampir setengah dari keseluruhan pekerja aktif di Indonesia, perusahaan harus beradaptasi dengan karakteristik mereka. Demi mencapai targetperusahaan, lebih baik temukan win-win solution dibanding mempertahankan konsep kerja perusahaan yang konvensional,” ujar penerima gelar master dalam bidang strategic management Universitas Bina Nusantara ini.

 

Dengan SDM yang hampir 70% milenial, DBS berusaha memikirkan bagaimana karyawannya dapat hidup lama dengan perusahaan, karena rata-rata kaum milenial bertahan hanya tiga hingga lima tahun. Dari situ DBS berusaha menggali mereka, apa yang bisa diberikan kepada perusahaan dan apa yang dapat perusahaan berikan kepada mereka sehingga mau tetap tinggal bersama DBS. “Perubahan karyawan yang cepat menstimulus cara pikir DBS menjadi lebih agile, tangkas dalam memikirkan perubahan. Itu yang membuat perusahaan tetap menarik, selalu melakukan perubahan. Hingga reward system pun kami ubah,” ungkap Satia.

 

Bank DBS Indonesia sendiri menerapkan beberapa cara kerja yang mengakomodasi generasi milenial. Pertama, arahan atau teladan yang jelas dalam mencapai target. Tempatkan senior yang bisa memberikan teladan dan arahan yang jelas bagi tim yang terdiri dari generasi millennial. Kedua, kolaborasi, seperti bertukar pengetahuan dengan para milenial yang digital savvy untuk memanfaatkan teknologi. Kemudian terakhir ciptakan suasana dan lingkungan kerja yang menyenangkan. “Untuk menghilangkan kejenuhan, kami sering mengadakan meeting di luar kantor, seperti di coffee shop. Ternyata hal seperti ini banyak mendatangkan benefit, karena mereka jadi lebih produktif,” tutur pemilik hobi membaca buku ini.

 

Bank DBS Indonesia juga memahami akan problematika VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) yang juga harus dihadapi perusahaan. Bagi DBS, VUCA dihadapi dengan melakukan embrace pada karyawan milenialnya. Bagi Satia, VUCA bukanlah suatu tantangan, tetapi perubahan yang harus dihadapi. “Bisnis harus cepat berubah dan cepat dalam menentukan arahnya, misalnya ke lini digital. Semua karyawan dibekali digital mindset, bagaimana mengubah culture dan mindset karyawan menjadi lebih digital. We are not doing digital lipstick, we doing to the core,” ungkapnya.

 

Keputusan untuk ‘merangkul’ VUCA menjadikan DBS berubah secara perlahan, change as we go along. DBS tidak melakukan organisational redesign secara besar-besaran. Transparasi kepada karyawan juga dilakukan DBS melalui performance management system. Kultur inilah yang dibangun DBS agar lebih terbuka dan transparan. Fun juga menjadi value perusahaan yang dibangun dengan adanya disruptif ini. “Bank harus berubah. Kami sangat fokus pada joyfull journey baik kepada nasabah maupun karyawan. Mereka nantinya bisa menceritakan hal-hal yang membahagiakan dari DBS, word of mouth marketing. Launch and learn periodically yang dilakukan tim HR dengan memanggil praktisi digital marketing atau e-commerce untuk bicara tentang bidang mereka untuk memperkenalkan mindset digital,” ceritanya. DBS juga memiliki program Mojo atau Meeting Owner Joyfull Observer yang berguna menyalurkan dan berkontribusi melalui ide-ide mereka untuk perusahaan serta memastikan kegiatan rapat berlangsung dinamis, efisien dan tepat sasaran.

 

Engagement survey yang dilakukan DBS setahun sekali mencatatkan bahwa DBS Indonesia yang paling tinggi di market Asia-Pasific. Persepsi karyawan terhadap inovasi juga dilakukan DBS dan sekitar 94% karyawan mengatakan bahwa SDM DBS terus melakukan inovasinya,” ungkap Satia. Program-program yang dijalankan Satia berbuah positif. Tidak heran selama dua tahun berturut-turut dia menerima penghargaan sebagai Top 5 HR Leadership in Indonesia oleh Economic Review (2016 & 2017) dan The Best Human CapitalDirector Lifetime Achievement pada 2018. Dan tahun lalu dia juga mendapat anugerah The Most Outstanding Human Capital Director pada Indonesia Human Capital Award (IHCA) - V - 2019 yang diberikan oleh Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemnaker. Bank DBS Indonesia juga terpilih menjadi salah satu dari 30 penerima penghargaan bergengsi di Asia atas transformasi digital yang tidak hanya dalam pelayanan perbankan, tetapi juga dalam lingkup internal perusahaan. Nur A | Foto: Dok. Pribadi