Prita Kemal Gani: Sang Edupreneur Konsisten Mengabdi

Mengabdi terhadap dunia pendidikan sudah menjadi bagian hidup seorang prita. konsistensi latihan yang berulang-ulang menjadi kunci pemantapan setiap ilmu pengetahuan.

 

Sebagai pendidik yang beradaptasi dengan kids zaman now, sosok Prita Kemal Gani menyiratkan bahwa ilmu pengetahuan adalah bak napas. Dia selalu memetik pengetahuan dari siapa saja, lewat media apapun, dan situasi yang sedang dihadapi setiap hari.

Namun, tak boleh melupakan pentingnya etika dan budaya luhur yang telah ditanamkan orang tua sedari kecil. Ketika nasihat mereka dari pengalaman hidupnya dan kemajuan ilmu pengetahuan berjalan beriringan, dia meyakini keberkahan akan terjadi dalam hidup.

Mendengar nama Prita Kemal Gani, kita langsung mengasosiasikannya dengan London School of Public Relations (LSPR) yang telah berdiri sejak 1 Juli 1992. Komitmen Prita dalam menggeluti dunia Public Relations atau hubungan masyarakat mencatatkan rekam jejak maupun apresiasi gemilang di dalam negeri maupun mancanegara.

Passion dan dedikasi yang menautkan hatinya mengembangkan Public Relations menjadi salah satu profesi yang menjanjikan untuk berbagai generasi, termasuk para millenial.

“Saya bercita-cita menjadi Public Relations sejak remaja. Jatuh cinta pada bidang ini, karena jenis pekerjaannya bak menciptakan karya seni. Dalam menyampaikan setiap informasi kepada masing-masing elemen masyarakat, banyaknya jumlah orang, lokasi, waktu, konten, dan kemasannya memiliki bahasa seni tersendiri. Di situlah kreativitas dan inovasi kita dieksplorasi seperti karya seni,” papar perempuan kelahiran 23 November 1961 ini.

Rasa mencintai tentu beriringan dengan rintangan atau tantangan yang menguji suatu komitmen dan ketahanan. Perempuan berdarah Minang-Solo ini tak menampik hal tersebut, dia mengisahkan sejumlah dinamika yang dihadapi bersama para dosen, staf, karyawan, dan para mahasiswa semakin memperkaya pengalaman maupun ilmu pengetahuannya sebagai pendiri instansi pendidikan.

Terucap satu tantangan menarik dari pemikiran Prita berkaitan dengan para penerus bangsa. Yaitu mendidik generasi millenial bahwa dalam hidup harus berproses, termasuk menggapai cita-cita. Keinginan mencapai segala sesuatu dengan instan merupakan pemikiran yang mendominasi alam pikiran mereka saat ini.

Tantangan tersebut sejalan dengan pemikirannya tentang dunia virtual reality versus reality. Dia sangat mendukung dengan beragam peluang dan ilmu maupun karya yang bisa tercipta lewat dunia digital. Namun, kehati-hatian yang bijak termasuk filterisasi menjadi sarat penting dalam memanfaatkan kreativitas kecanggihan teknologi maupun informasi di dunia maya.

Lulusan LSPR saat ini sudah mencapai 26.000 org. Sementara itu hingga tahun ajaran baru ini, jumlah mahasiswa seluruhnya mencapai 5.000 orang, termasuk program S2 dan spesial needs. Kepercayaan terus meningkat ini tentu menuntut kualitas kontrol yang diterapkan untuk civitas academica di sana.

Penerima penghargaan ASEAN People’s Award saat KTT ASEAN ke-27 di Kuala Lumpur, Malaysia ini menerangkan, “Hasil yang kami inginkan adalah mahasiwa terampil, berperilaku baik, dan beretika. Menghasilkan lulusan seperti ini kampusnya pun harus beretika.

Lulusan terampil itu harus banyak latihan, seperti atlet. Selain belajar, mereka mesti rutin praktik pengaplikasian ilmu. Tidak cuma mahasiswanya, dosen, staf maupun karyawan juga latihan secara konsisten. Segala sesuatu inkonsistensi, tidak akan menghasilkan hal yang baik.”

Tak hanya itu, dibangun pula budaya kerja tim. Dia memastikan grup akademik dan grup general affair menjalankan tugas maupun fungsinya sebaik mungkin. Suasana belajar-mengajar yang dibangun di sana juga berlangsung dua arah.

Selain para mahasiswa yang menyiapkan materi diskusi untuk setiap kali pertemuan, dosen juga menyiapkan diri sebagai fasilitator. Oleh karena itu, terciptalah suasana pertukaran ilmu yang aktif dari kedua belah pihak.

Di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi miliknya diajarkan 10 pilar, antara lain menghormati setiap orang, kejujuran, hingga selalu mengutamakan keunggulan. Dengan nilai-nilai dasar tersebut, dia memiliki gambaran seorang profesi Public Relations di tengah masyakat.

“Mereka dipenuhi kreativitas, karena harus mampu menyampaikan pesan dengan berbagai cara ke masing-masing orang. Pribadinya pun supel. Tidak harus cantik, tetapi sedap dipandang. Pandai bergaul dan menempatkan diri sesuai situasi,” ungkap peraih Ernst & Young (EY) Entrepreneurial Winning Women TM (EWW) Asia-Pacific 2015 ini. Foto: Sutanto

 

Untuk membaca artikel selengkapnya, dapatkan Women’s Obsession edisi November 2018