Kisah Dedikasi Prof. Dr. Julie Sulianti Saroso

Google Doodle merayakan hari kelahiran Prof. Dr. Julie Sulianti Saroso, salah satu dokter wanita pertama di Indonesia. Semasa hidupnya, dia mendedikasikan dirinya untuk masyarakat rentan mendapatkan akses layanan kesehatan berkualitas. Terutama kesehatan ibu hamil dan kesehatan keluarga.

 

Sulianti Saroso mengenyam pendidikan dasar berbahasa Belanda ELS (Europeesche Lagere School). Dia kemudian melanjutkan pendidikan menengah elite di Gymnasium Bandung, dan pendidikan tinggi di Geneeskundige Hoge School (GHS), yakni sebutan baru bagi Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia.

 

 

Baca Juga:

Mirrorless Full-Frame Ringan, Andal, dan Ringkas

KLA Project dan Andra and The Backbone Tampil Satu Panggung di Konser Reminiscing

 

 

Usai lulus dari sana, Julie bekerja sebagai dokter di RS Umum Pusat Jakarta atau yang sekarang lebih dikenal sebagai RS Cipto Mangunkusumo. Saat ibu kota pindah ke Yogyakarta, dia juga ikut berpindah kota dan menjadi dokter republiken di RS Bethesda Yogyakarta. Kala itu, Julie juga terjun sebagai dokter perjuangan dan mengirim obat-obatan ke kantung-kantung gerilyawan republik.

 

Pada tahun 1947, Julie ikut delegasi KOWANI berangkat ke New Delhi. Perempuan yang lahir pada 10 Mei 1917 ini menghadiri Konferensi Perempuan se-Asia dan mengumpulkan pengakuan resmi dari berbagai negara tentang kemerdekaan Indonesia.

 

Sayangnya, saat pasukan NICA menyerbu dan menduduki Yogyakarta pada Desember 1948, dia termasuk menjadi salah satu pejuang kemerdekaan. Oleh karena itu, dia harus mendekam di penjara Belanda selama dua bulan.

 

 

 

 

Setelah momen revolusi kemerdekaan, Julie bekerja di Kementerian Kesehatan dan meraih beasiswa dari WHO untuk belajar tentang tata kelola kesehatan ibu dan anak di beberapa negara Eropa, terutama Inggris. Dia pun melakukan penggalangan dukungan dari publik untuk program kesehatan ibu dan anak. Salah satunya adalah yang dikenal dengan gerakan keluarga berencana (KB).

 

Menjelang masa pensiun di pertengahan 1970-an, Profesor Sulianti aktif sebagai konsultan untuk lembaga internasional WHO dan Unicef. Pada tahun 1970 hingga 1980-an, gagasan-gagasannya tentang pengendalian penyakit menular, KB, dan kesehatan ibu serta anak secara bertahap diadopsi menjadi kebijakan pemerintah. Meski tidak terlibat langsung, kepeduliannya terhadap dunia kesehatan masih tetap tinggi hingga akhir hayatnya.