Poppy Dharsono: Majukan Perekonomian Melalui Fashion

Desainer Senior, Ketua Umum APPMI & Presiden IFW

 

Dibesarkan dengan melihat sang ibu menjahit di rumah, membuat kecintaan pada tata busana adalah sesuatu yang wajar bagi Poppy Dharsono. Kiprahnya di industri fashion Indonesia bisa dianggap sebagai bagian sejarah mode Tanah Air. Keterlibatannya dalam berbagai ajang fashion, baik di dalam maupun luar negeri, menorehkan jejak yang cukup mengagumkan. Perempuan yang telah menggeluti fashion selama 40 tahun ini masih aktif di usia senjanya. 

 

Sebagai bukti keseriusannya, Poppy pun menempuh pendidikan mode di Guerre Lavigne, Paris, yang berubah nama menjadi Ecole Supérieure des Arts et Techniques de la Mode (ESMOD) pada 1976. Lulus pada 1977, dia kembali ke Jakarta dan memulai perusahaan desain fashion pertamanya dengan berbekal lima buah mesin jahit.

 

Langkah kecil ini merupakan tonggak penting yang mengawali tekadnya untuk terjun sebagai entrepreneur dan jalannya menuju kemandirian. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1980, Poppy bersama keempat sahabatnya mendirikan sebuah perusahaan garmen yang diberi nama PT Rana Sankara.

 

Perusahaan ini memproduksi denim tanpa merek untuk dipasarkan ke Amerika Serikat dan Eropa. Hal ini tidak terlepas dari dorongan sahabatnya, Kun Mawira, yang diakui Poppy sebagai mentornya dalam segala hal yang berkaitan dengan teknik bisnis.

 

BACA JUGA:

Siti Nurbaya: Satu Dasawarsa Mengabdi untuk LHK

Widyawati: Pengabdian Seumur Hidup

 

Jeli Melihat Peluang

Seiring berjalannya waktu, jiwa bisnis Poppy makin matang dan terlatih. Dia juga jeli melihat peluang dalam mengembangkan bisnis dengan membangun perusahaan penunjang, seperti PT Pesona Sinjang Kencana yang menghasilkan produk tekstil buatan dan PT Poppy Dharsono Cosmetics yang masih erat kaitannya, karena bergerak di bidang kecantikan.

 

Tak berhenti di situ, perempuan kelahiran Garut ini kemudian merambah ke bidang lain. Melalui PT Spinindo Mitradaya yang didirikan 34 tahun lalu, dia melebarkan sayap dengan berbisnis di bidang penyedia properti komersial, seperti gudang, bangunan perkantoran, hingga kawasan industri.

 

Ingin mengembangkan industri fashion Tanah Air, Poppy lantas menggagas LaSalle College Indonesia bersama Hariyadi Sukamdani pada 1997. Sekolah tinggi desain kelas internasional ini merupakan bagian dari jaringan LCI Education yang berasal dari Kanada, dan kini telah berada di Jakarta dan Surabaya.

 

Perguruan tinggi ini mempunyai beberapa bidang studi yang diajarkan, antara lain bisnis fashion, desain fashion, artistic make-up, desain media digital, desain interior, dan fotografi. LaSalle juga menawarkan program baru dalam menjawab kebutuhan pekerja kreatif yang mempunyai kompetensi profesi yang berlaku di industri film. Pengalaman sekolah selama 26 tahun cukup dan mampu untuk mendukung kesuksesan program studi sinematografi.

 

 

Indonesia Fashion Week

Salah satu legacy yang diinisiasi Poppy melalui Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) di dunia mode adalah Indonesia Fashion Week (IFW). Gelaran fashion yang telah memasuki tahun ke-11 pada 2024 ini, konsisten mengangkat adibusana dan wastra Nusantara, agar tetap aktual, berkelas dan punya dampak ekonomi di seluruh ekosistem kreatif dalam negeri maupun internasional.

 

“Indonesia Fashion Week adalah platform yang diadakan untuk menguji industri fashion dari hulu ke hilir. APPMI sendiri sudah memiliki 21 cabang di berbagai provinsi. Di setiap cabang organisasi harus berkolaborasi dengan Dekranasda dan dengan para artisan setempat, seperti pembatik, penyulam, penenun, dan lainnya. Kolaborasi ini harus mampu menggali, kemudian mengembangkan hingga menghasilkan karya yang bisa diterima pasar,” papar Poppy.

 

Lebih lanjut dia menyampaikan secara brand kita mungkin tidak bisa mengalahkan nama-nama besar, seperti Chanel yang sudah lebih advance secara teknologi dan memiliki penunjang industri yang komplet. “Apa yang harus kita berikan adalah fashion yang memiliki karakteristik, dari berbagai wastra di Indonesia. Jadi, fashion yang memiliki kepribadian Indonesia, tetapi bisa diterima pasar internasional dan mengikuti tren,” jelasnya.

 

 

Sempat diadakan secara virtual akibat pandemi, ajang ini kembali diadakan secara offline tahun ini dengan mengangkat tema ‘Langgam Jakarta Teranyam’. Fokus pada kultur Jakarta, Poppy menilai berbagai unsur, seperti corak budaya hingga turisme, bisa dipadukan dan dinaikkan di platform IFW, menjadi sesuatu yang bisa mem-branding Jakarta.

 

Sedangkan Teranyam terinspirasi dari konsep Jakarta sebagai melting pot, tempat meleburnya anak semua bangsa sejak ratusan tahun silam. Orang-orang dari Melayu, India, Cina, hingga Eropa membawa tradisi masing-masing ke kota Jakarta dan menciptakan akulturasi budaya.

 

“Lihat saja kebaya encim yang jadi ciri khas Jakarta. Ada unsur Jawa bercampur Cina dan Eropa. Penggunaan selendang pada kebaya misalnya, terpengaruh dari ‘sari’ India, bedanya sari merupakan satu kesatuan dengan kain yang mereka gunakan. Jadi, desainer harus belajar juga tentang sejarah sebagai sebuah identitas. Sejarah adalah jendela untuk melihat ke masa depan, sehingga generasi berikutnya memiliki kepribadian yang bisa memberikan nilai tambah pada kreativitas-kreativitas yang dilahirkan di Indonesia,” terangnya dengan bersemangat.

 

Baca selengkapnya di e-magazine Women's Obsession edisi Maret 2024