Eksotisme Desa Sade Mandalika

Pulau Lombok tidak hanya terkenal dengan pantai-pantainya yang menawan. Lombok juga menyimpan kekayaan budaya tradisional yang masih lestari hingga kini. Salah satunya yang dapat kita temui adalah Desa Sade, sebuah dusun yang berada di Desa Rambitan, Pujut, Lombok Tengah. Letaknya tidak jauh dari Bandara Internasional Lombok, sekitar 20-30 menit dengan berkendara.

Posisinya yang strategis di tepi jalan Praya – Kuta membuat Desa Sade mudah ditemukan, namun hal itu tidak membuatnya terpengaruh arus globalisasi. Desa yang dihuni penduduk asli Lombok ini masih mempertahankan tradisi kedekatan dengan alam. Hal ini terlihat dari bangunan yang masih menggunakan bahan-bahan dari alam. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu, lantai tanah liat, dan atap ilalang, serta tanpa paku sama sekali.

Sambutan selamat datang di Desa Sade (Foto: Dok. pesona.travel)

Bale Tani

Orang Sasak menyebut rumah tradisional mereka dengan sebutan Bale Tani, yang berarti rumah untuk petani. Terdapat sekitar 150 rumah tradisional yang berada di Desa Sade. Setiap bale tani memiliki pintu yang dibuat rendah, tujuannya agar setiap orang yang datang menghormati si empunya rumah. Tamu akan diterima di bale luar atau ruangan depan yang berfungsi pula sebagai tempat tidur laki-laki. Sementara bale dalam yang letaknya lebih tinggi merupakan tempat kaum perempuan. Untuk memasuki bale dalam kita harus menaiki tiga anak tangga yang mencerminkan daur kehidupan, yakni kelahiran, pertumbuhan, dan kematian. 

Uniknya, bale tani tidak memiliki pintu belakang maupun jendela. Dan satu hal lagi yang membuat banyak wisatawan terkejut adalah, penduduk punya kebiasaan mengepel lantai dengan kotoran sapi atau kerbau. Namun, kita tidak akan mencium bau apa pun di dalam rumah setelah lapisan tersebut mengering. Dilakukan dua kali seminggu, tujuannya untuk membuat lantai terasa hangat, karena orang Sade tidur di tikar, bukan di tempat tidur. Penambahan tersebut juga membuat kontur lantai menjadi lebih solid dan tahan lama.

Selain itu, di dalam desa terdapat pula fasilitas umum, seperti berugak yang berfungsi sebagai tempat berkumpul warga. Bentuknya menyerupai pendopo, tetapi tanpa dinding, ada yang bertiang empat (sekepat) atau bertiang enam (sekenam). Bagian penting lain yang pasti ada di desa adalah pula tempat beribadah dan tempat menyimpan padi.

Tradisi Menenun Sasak

Masyarakat Sasak punya aturan yang ketat bagi perempuan dan laki-laki mengenai pembagian tugas. Kaum pria melakukan aktivitas di luar rumah, sementara para perempuan mengurus rumah, anak-anak, dan menenun. Kita dapat menyaksikan secara langsung perempuan Sasak yang sedang menenun. Prosesnya membutuhkan waktu yang tidak sebentar, mulai dari mewarnai kapas dengan pewarna alami, seperti pinang dan jahe, hingga memintalnya dengan tangan.

Perempuan Sasak sedang menenun di Desa Sade

Perempuan di Desa Sade diajarkan untuk menenun sejak kecil. Menurut tradisi jika mereka belum bisa menenun, mereka tidak diperbolehkan untuk menikah. Sebelum menikah, seorang gadis diharuskan membuat tiga buah sarung. Satu untuk dirinya sendiri, untuk sang suami, dan ibu mertua.

Aturan ini masih dijalankan hingga kini, karena nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Dengan menenun, diharapkan perempuan dapat tumbuh menjadi pribadi yang sabar, karena untuk menghasilkan satu lembar kain tenun membutuhkan waktu hingga satu bulan lamanya. Masyarakat meyakini, jika sudah memiliki kesabaran, berarti si gadis telah siap berumah tangga. Menenun kini juga menjadi sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat Desa Sade. Rentang harga yang ditawarkan untuk kain-kain tenun itu mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Dapatkan inspirasi wisata budaya lainnya di Pulau Lombok melalui pesona.travel.(Nur A | Foto: Dok. OMG)