Membantu Menggapai Mimpi

Dr. Ivan Sini, SpOG, CEO Klinik MorulaIVF Jakarta

Setiap pasangan pasti ingin memiliki buah hati. Namun, terkadang ada yang harus menunggu lama untuk mendapatkannya. Salah satu cara yang dilakukan untuk memiliki keturunan adalah melalui proses in vitro fertilization (IVF). Meskipun layanan kesehatan ini di Tanah Air bukanlah sesuatu yang baru, belum banyak yang memanfaatkannya dan lebih suka melakukannya di luar negeri. Hal inilah yang menggugah dr. Ivan Sini, SpOG., seorang dokter ahli kandungan dan ginekolog sekaligus CEO Klinik Morula IVF. Dia bertekad menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri dalam hal layanan fertilitas ini.

 

Berbekal pengalamannya berpraktik di Australia selama hampir sepuluh tahun, Ivan bergabung dengan klinik yang berada di bawah bendera Bundamedik Healthcare System (BMHS) sejak 2005. BMHS sendiri adalah holding penyelenggara layanan kesehatan dengan teknologi kedokteran modern di RSIA Bunda Jakarta sejak tahun 1973. Pada 1997, perusahaan mendirikan Klinik Fertilitas Morula yang saat ini telah berganti nama menjadi Morula IVF Jakarta. 

 

Karier Profesional

Terlahir dari keluarga yang berkecimpung di dunia medis sedikit banyak memengaruhi pilihan karier pria kelahiran Jakarta ini. Sempat bercita-cita menjadi arsitek, tetapi akhirnya memutuskan untuk mengambil jurusan kedokteran. Setelah lulus dari Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, dia melanjutkan studi ke negeri kangguru dan menjalani residensi di Adelaide Women’s and Children Hospital. Pada 2001 dr. Ivan mengambil spesialisasi dari Royal Australian New Zealand College of Obstetrician and Gynaecologist (RANZCOG). Tidak lama kemudian dia menamatkan pendidikannya di bidang pengobatan reproduktif dari University of Western Sydney.

 

Dedikasinya di dunia medis membawa Ivan menerima beberapa penghargaan, di antaranya dari Australian Young Gynaecologist Award pada 2005 dan Ernst and Young Entrepreneurship Award pada 2011. Dia juga menerima dana penelitian dari Philips International untuk proyek percobaan di Padang tentang penggunaan aplikasi mobile dalam mengurangi angka kematian ibu di Indonesia.

 

Nama Ivan pun kian dikenal, tak hanya di Tanah Air, tetapi juga di mancanegara. Dia sering diundang menjadi pembicara pada berbagai forum internasional untuk berbagi pengalamannya di bidang pengobatan infertilitas dan laparoskopi. Dia juga aktif di organisasi, seperti Perhimpunan Fertilisasi in Vitro di Indonesia (PERFITRI) dan Asia Pacific Initiative on Reproduction (ASPIRE). Passion-nya terhadap perkembangan teknologi menjadikannya dokter Indonesia pertama yang melakukan bedah robotik.

 

Pentingnya teknologi juga diterapkannya di Morula IVF dengan menyediakan peralatan termutakhir, seperti Preimplantation Genetic Testing for Aneuploidy (PGT-A), Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI), Intracytoplasmic morphologically selected sperm injection (IMSI), timelapse incubator, dan endometrial receptivity analysis (ERA). Sementara untuk layanan bayi tabung secara proporsional, klinik yang dipimpinnya mengikuti standar akreditasi dari Australia, yaitu RTAC (The Reproductive Technology Accreditation Committee). Referensi standar angka kehamilan menjadi tolak ukur berkisar 58% pada perempuan dengan kelompok prognosis baik.

 

“Alhamdulillah, sejak tahun 2005 kita sudah mengalami banyak sekali kemajuan, baik dari sisi layanan maupun acceptancy pasien, dan teman-teman sejawat. Saya kira ini merupakan suatu hal yang sangat encouraging bagi kita semua.” 

 

Tantangan dalam Melayani

Peningkatan pasien yang mengikuti program bayi tabung semakin bertambah setiap tahunnya dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 30% per tahun. Sayangnya, masih banyak tantangan dalam menyediakan layanan tersebut di Tanah Air, di antaranya adalah sumber daya manusia yang memadai. Jumlah dokter obgyn di Indonesia setidaknya berkisar antara 160 hingga 170 orang yang sudah mendapatkan sertifikasi PERFITRI. Morula sendiri telah melatih sekitar 200-an tenaga medis di luar spesialis. Belum lagi persaingan dengan klinik dari luar negeri.

 

“Namun, kita boleh berbangga, mempunyai suatu kemitraan dengan teman-teman, bukan hanya di grup Morula, tapi juga di grup lain yang sama-sama berjuang untuk mengembangkan program bayi tabung di Indonesia. Tentu saja kita harus tetap belajar,” ungkap pengagum Steve Job ini.

 

Pada 2018, di Indonesia terdapat 10.000 siklus program bayi tabung dan Morula IVF menangani sekitar 4000 siklus. Pentingnya edukasi merupakan salah satu kunci, agar Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan mengurangi dampak medical tourism ke luar negeri. “Supaya bisa keep up dan terus memberikan awareness kepada pasien, rekan-rekan dokter, dan juga badan-badan yangberkepentingan merupakan kendala yang bukan tidak mungkin diatasi,” tutup pria kelahiran tahun 1972 ini.

 

Nur A | Foto: Fikar A