Di Balik Wabah Virus Corona

Beberapa waktu terakhir, masyarakat dihebohkan dengan penyebaran virus Corona. Novel coronavirus (Corvid-19) adalah jenis baru coronavirus yang belum diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Gejala penyakit mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti pneumonia atau radang paru berat. Belum ada vaksin dan pengobatan spesifik untuk coronavirus. Pencegahan dapat dilakukan dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

 

Virus 2019 novel coronavirus (Corvid-19) yang lebih dikenal dengan nama virus corona adalah jenis baru dari coronavirus, yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia menyebabkan penyakit mulai flu biasa, hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

 

Virus ini pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Menular dengan cepat dan telah menyebar ke wilayah lain di Cina dan ke beberapa negara. Dilansir dari Channel News Asia, komisi kesehatan di Hubei juga mengonfirmasi ada 1638 kasus baru di daerah provinsi tempat wabah virus corona itu pada Desember tahun lalu. Dari data itu, hingga kini, ada lebih dari 44.200 kasus yang dikonfirmasi di seluruh Cina, berdasarkan dari angka-angka yang dikeluarkan sebelumnya.

 

Berdasarkan data WHO, total kasus konfirmasi novel coronavirus (Corvid-19) 37.251 kasus di antaranya dilaporkan dari Cina (tersebar di 34 wilayah termasuk Hong Kong SAR, Macau SAR, dan Taipei), dengan 73% kasus konfirmasi dari Cina berasal dari Provinsi Hubei. WHO sudah menetapkan 2019-nCoV sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) sejak akhir Januari, karena adanya peningkatan kasus yang signifikan dan kasus konfirmasi di beberapa negara lain.

 

Dokter Spesialis Paru RSUI, dr. Raden Rara Diah Handayani, Sp.P(K), menjelaskan, “Virus corona menyerang sistem pernapasan manusia dan memiliki gejala yang sama dengan infeksi virus pernapasan lainnya. Bedanya adalah virulensi atau kemampuan tinggi menyebabkan penyakit fatal.” Gejala umum dari penyakit ini berupa demam dengan suhu 380C atau lebih, batuk, pilek, nyeri tenggorokan hingga gejala infeksi saluran napas bawah yang berat, yaitu pneumonia. Pada pneumonia, pertukaran oksigen bisa terganggu, sehingga orang mengalami kegagalan pernapasan yang dapat berujung pada kematian. Dr. Diah menegaskan, beberapa korban meninggal umumnya tidak hanya semata disebabkan oleh Corvid-19, namun juga dipengaruhi faktor kerentanan seperti usia tua dan daya tahan tubuh lemah, atau memiliki penyakit lain. 

Meskipun demikian, jumlah pasien sembuh dari Virus Corona tercatat semakin banyak. Jumlah laporan adanya pasien baru pun saat ini sedang menurun di kisaran 2,2%. Sementara, jumlah pasien sembuh berjumlah 2.780 pasien alias tiga kali lipat korban meninggal. Meski demikian, pemerintah di berbagai negara tetap waspada terhadap penyebaran virus ini. Dalam kondisi saat ini, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan tidak panik. Jika ada orang di sekitar ada yang memiliki gejala di atas dengan riwayat perjalanan dalam sebulan terakhir ke wilayah Cina, ke negara-negara yang terkonfirmasi, atau pernah kontak dengan penderita Corvid-19, maka akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk diagnosis di RS rujukan.

 

Sampai saat ini masih belum ditemukan kasus terkonfirmasi infeksi Corvid-19 itu di Indonesia. Spesialis Mikrobiologi RSUI, dr. R. Fera Ibrahim, M.Sc., Ph.D., Sp.MK(K), mengatakan, “Virus corona dapat mengalami kelumpuhan di suhu 56°C saat berada di luar sel inang atau ketika berada di ruang terbuka. Jadi, coronavirus itu sensitif terhadap suhu panas.” Dr. Fera mengatakan bahwa virus secara umum, termasuk virus corona, merupakan mikroorganisme parasit yang tidak dapat bereproduksi di luar sel inang, baru bisa bereplikasi memperbanyak diri kalau sudah masuk ke dalam sel hidup. Artinya, saat virus corona berada di ruang terbuka, belum menjangkiti inang sel, virus tersebut masih dapat dilumpuhkan, salah satunya melalui pemanasan pada suhu sekitar 56 derajat Celsius selama 30 menit.

 

“Virus tersebut juga dapat dilumpuhkan dengan alkohol pada kadar tertentu dan cairan disinfektan yang mengandung chlorine, hydrogen peroxide disinfectant, chloroform dan pelarut lipid. Penggunaan alkohol sebanyak 75% dapat digunakan untuk kulit. Pemanasan selama 20 menit setelah mendidih juga dapat diaplikasikan pada peralatan atau pakaian yang digunakan di daerah tempat virus tersebut berpotensi mewabah. Selain itu, sinar ultraviolet alamiah, seperti sinar matahari dan udara bersih yang mengalami pertukaran melalui ventilasi ruangan, juga efektif untuk membersihkan virus,” jelasnya.

 

Belum ada vaksin atau pengobatan spesifik untuk virus ini. Namun, gejala yang disebabkan oleh virus ini dapat diobati. Walaupun virus ini memiliki risiko kematian, namun angkanya masih rendah dibandingkan orang yang terjangkit kemudian sembuh. Oleh karena itu pengobatan yang dilakukan harus didasarkan pada kondisi klinis pasien dan perawatan suportif sangat efektif untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Untuk mencegah penyakit, termasuk yang diakibatkan oleh virus, masyarakat diimbau untuk menerapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), antara lain: mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir minimal selama 20 detik; hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang tidak dicuci; menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin. Kemudian, penuhi kebutuhan nutrisi dengan pola mak an seimbang, istirahat cukup, dan berhenti merokok bagi para perokok. Selain itu, hindari kontak dekat dengan penderita demam dan batuk, serta jangan mak an makanan mentah, terutama dari hewan. Angie | Foto: Edwin B