Jangan Memutihkan Yang Hitam

S. Kartika Putri Yosodiningrat, Managing Partner Henry Yosodiningrat & Partners

Berkarier sebagai pengacara awalnya tidak ada dalam benak Suryani Kartika Putri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tika Yoso. Setelah lulus dari bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), dia lebih memilih untuk meneruskan pendidikannya di Fakultas Ekonomi di sebuah universitas di Australia. Namun, dia kemudian berubah pikiran dan memutuskan untuk mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum mengikuti jejak sang ayah, Henry Yosodiningrat.

 

Menyetujui idenya, sang ayah pun memintanya untuk menunaikan niat tersebut di Tanah Air. Setelah berhasil menamatkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Tika kemudian melanjutkan S2 di Newcastle University, Inggris. Menjabat sebagai managing partner di Henry Yosodiningrat & Partners sejak tahun 2002, Tika selalu memegang teguh prinsipnya. Ketika menghadapi masalah-masalah yang dimiliki setiap kliennya, dia selalu menggali dengan dalam persoalan tersebut. “Prinsipnya tidak menegakkan benang basah. Jadi, dari awal sebelum menerima klien harus digali dulu latar belakang kasusnya dan harus jujur. Jangan berusaha memutihkan yang hitam. Jangan berusaha menegakkan benang basah,” tuturnya dengan tegas.

 

Mengenyam pendidikan hukum dan memiliki latar belakang keluarga yang bergerak di bidang lawyering, Tika juga dididik oleh ayahnya agar tidak sembarangan menerima kasus. Selain itu, dia juga diamanahkan untuk selalu meyakini setiap dasar hukum dari kasus-kasus yang diterima. Berbagai layanan jasa hukum pun ditangani oleh pengacara yang satu ini. Mulai dari kasus pidana hingga perdata. Setiap kasus ditangani dengan sangat teliti.

 

Ketika ditanya tentang salah satu kasus yang paling menarik baginya, dia menjawab, “Kasusnya sudah lumayan lama, waktu itu saya mendampingi Ibu Maryati Moerdiono. Kala itu digugat talak oleh almarhum Pak Moerdiono, mantan Menteri Sekretaris Negara. Padahal saat itu usia beliau sudah 70-an tahun kalau tidak salah, sayang sekali jika harus bercerai. Saya kemudian mendampinginya, alhamdulillah, tidak jadi bercerai. Nah, itu menjadi satu kepuasan tersendiri untuk saya, karena sampai akhir hayat keduanya masih bersama-sama. Mungkin karena saya juga seorang perempuan jadi sampai sekarang masih tetap teringat dan membekas akan kasus tersebut.”

 

Sebagai salah satu pengacara perempuan di Tanah Air, Tika mengatakan memang pada awalnya, dunia hukum identik dengan ranah pria. Namun, seiring berjalannya waktu, mulai banyak kaum Hawa yang terjun menekuni bidang ini. Baginya, perempuan bisa menyelesaikan kasus dengan lemah lembut. Tanpa harus bertindak keras atau berteriak-teriak. Meskipun demikian, ketelitian dalam menggali informasi dan meyakini dasar hukum adalah kunci sukses menjadi seorang pengacara.

 

Selain berdedikasi dengan pekerjaannya, Tika juga tidak melupakan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu. Walaupun sibuk dengan tugas-tugasnya di firma hukum, salah satu targetnya tahun ini adalah membuat pekerjaan maupun urusan rumah tangga menjadi seimbang. Perempuan yang hobi bersepeda ini pun selalu berusaha segala kewajibannya bisa dilakukan dengan sebaik -baiknya dan tidak ingin mengesampingkan salah satunya.