Banyak tantangan dalam melakoni karier di bidang hukum yang sangat variatif, baik dalam bentuk kesempatan maupun rintangan yang harus dilalui. Diawali dengan proses pembelajaran, pelatihan, penyerapan, pencapaian hingga mendapat pengalaman yang berwawasan.
Begitu pula yang dijalani Winita E. Kusnandar yang mulai berkarier saat masih di bangku kuliah. Ketika itu dia magang di sebuah kantor yang banyak menangani transaksi di bidang perminyakan dan perbankan, yaitu Kantor Legal Consultant Delma Yuzar, ex-General Counsel Caltex Pacific.
Dengan pertimbangan untuk lebih mendalami pembuatan akta notarial, perempuan yang akrab disapa Winita ini bekerja di Kantor Notaris Kartini Muljadi, meskipun tidak terlalu lama. Sempat melanjutkan studi di bidang kenotariatan tetapi itu pun ikut terhenti, karena dia merasa kurang dinamis.
“Sangat berbanding terbalik ketika saya bergabung di kantor pengacara Adnan Buyung Nasution. Saya merasakan betul pentingnya menjaga kepercayaan dalam sebuah kemandirian yang telah diberikan sebagai praktisi,” tuturnya mengenang awal kariernya dulu.
Dipercaya untuk melakukan segala sesuatu dan membuat keputusan di dalam praktik secara mandiri, dalam arti jungkir balik sendiri dan belajar dari kesalahan. Tanpa menyalahgunakan kepercayaan, Winita terlatih untuk semakin berhati-hati dalam berpraktik sebagai lawyer. Setapak demi setapak, dia mulai menggantang disiplin, tanggung jawab, dan integritas semaksimal mungkin, terutama karena litigasi adalah spesialisasi Adnan Buyung Nasution.
MEMBANGUN REKAM JEJAK
Sering pingsan pada masa remaja, terutama ketika berada di antara banyak orang, Winita yang bercita-cita menjadi anggota Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD), kemudian mengubah arah cita-citanya, seiring berjalannya waktu, hingga berkembangnya ketertarikan pada profesi sebagai advokat atau pengacara.
Melihat pekerjaan yang didominasi kaum Adam ini, dia merasa tertantang untuk melawan arus dalam konstruksi sosial yang menempatkan perempuan sebagai makhluk lemah yang hanya bisa menumpang hidup pada laki-laki saja.
“Saya ingin masuk dalam kelompok yang dapat membuktikan aktualitas perempuan bahwa dirinya bisa dan eksis dalam profesi ini. Bukan hanya sekadar embel-embel saja, meskipun dengan peran, nilai, dan kodrat yang berbeda. Bagi saya, eksistensi harus dibuktikan dengan kualitas, integritas dan kemandirian,” ungkap perempuan yang memiliki spesialisasi di bidang korporasi seperti hukum dagang, perbankan, perkapalan, pertanahan, investasi dan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) ini.
Dalam deviasi perjalanan profesinya dia pun ternyata menikmatinya, karena selain intelegensia, profesi hukum membutuhkan keuletan, keberanian, strategi jitu, disiplin yang kuat, dan profesionalisme tinggi.
Ketertarikannya di bidang hukum juga terinspirasi ketika menghadiri persidangan yang dipimpin seorang hakim perempuan di PN Solo, yaitu Sri Widowati SH, yang kemudian menjadi Hakim Agung. Dia mengagumi tata cara sang hakim dalam memimpin sidang. Sejak itu, bertindak tanduk seperti beliau menjadi impian Winita muda.
Di bawah didikan sang ayah yang sangat keras, Winita terbentuk menjadi pribadi yang mandiri, tidak tergantung pada siapa pun. “Ayah tidak ingin saya terjebak dalam stigma bahwa hanya laki-laki yang bisa bekerja dan jadi tonggak yang setara di dalam rumah tangga,” ungkapnya.
Dari pengalaman hidupnya, perempuan yang tergantung akan menempatkan laki-laki menjadi sangat dominan dan jika istri tak berkarya tidak akan memiliki wibawa. Perempuan harus kuat, karena kerapuhannya rawan menjadi kehancuran dalam rumah tangga. Sebagai perempuan yang sejak kecil telah memberdayakan diri sendiri, Winita ingin menjadi perempuan modern, perempuan alpha, yang menolak menyerah pada kultur dan persepsi kodrat yang membelenggu hak asasi perempuan.
Dia kemudian mengasah kemampuannya dan memprogram langkah kariernya, melalui persiapan bahasa Inggris yang masif serta pengetahuan umum yang memadai. Meskipun demikian, dia tetap menyadari kodrat tanggung jawab perempuan sebagai soft power of attraction and persuasion yang harus dapat mengimbangi hard power of command nilai-nilai pria.
Berprinsip pada keuletan, etos kerja, disiplin, dan tanggung jawab yang tinggi serta asas prudential (kehati-hatian), Winita memberanikan diri membuka kantor hukum sendiri. Mengantisipasi berkembangnya perdagangan bilateral, multilateral, hingga global, sejak awal karier dia berkeyakinan akan terjadi arus perdagangan maupun investasi modal asing ke Indonesia.
“Untuk itu saya juga mempersiapkan diri dengan menekuni sebanyak mungkin bidang pelayanan jasa hukum, sehingga dapat mengklaim sebagai layanan satu atap atau one-stop-service sebagai full-fledged law firm,” paparnya lebih lanjut.
Tak hanya itu, Winita juga giat mengembangkan diri dan mempromosikan kantor secara berkesinambungan. Berbagai pelatihan, lokakarya, kursus, seminar, baik di dalam maupun di luar negeri, diikutinya sebagai pembicara, peserta, moderator maupun pembanding. Dia aktif pula dalam organisasi profesi internasional. Seperti Advoc Asia Pacific, ASEAN Intellectual Property Association, Inter-Pacific Bar Association/IPBA, Arbiter di Singapore International Arbitration Center/SIAC, Asia Law HongKong, Global Law-Inggris, International Bar Association-Inggris, Chartered Institute of Arbitration-Inggris, International Bar Association, dan lainnya.
MENGUKIR PRESTASI, MEMBANGUN REPUTASI
Berkat kerja keras Winita, kantor hukum Kusnandar & Co., kian berkembang tidak hanya di tingkat lokal, melainkan telah mampu bersaing di skala global, mulai dari Asia, Amerika Serikat, Eropa, dan belakangan ini hingga ke Cina.
Layanannya diterima oleh banyak perusahaan, dari skala nasional maupun internasional, dari kelompok Fortune 500, Legal 500, bahkan International Who’s Who Professional. Berbagai pencapaian berhasil diraih dan semua dilakukan secara mandiri, tidak ada ketergantungan dengan pihak law firm asing.
Meskipun bekerja sama dengan firma hukum asing, tetapi tidak melebur dan tergantung pada mereka, melainkan tetap senantiasa menjaga kemandirian profesi. Dia mengungkapkan, “Kemandirian itu perlu selalu dijaga untuk memelihara status independensi, agar kita tetap memiliki posisi tawar atau bargaining position, sehingga kita tidak perlu takut atau membebek saja kepada mereka.”
Percaya bahwa semesta telah mengaturnya, pada awal mendirikan kantor hukum Winita sempat tidak yakin dan apriori apakah dirinya mampu. “Tapi keadaan membuat saya tak berdaya untuk menolak, karena tawaran dari fasilitator too good to be true dan irresistible. Sehingga saya mengadopsi semboyan jalan saja dulu, masalah bagaimana nanti mengalir seperti air dan mengikuti bejana yang dilewati,” lanjut perempuan yang pernah menjalani proses doktoral di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Universitas Pelita Harapan yang tertunda, karena terkendala waktu yang terbatas akibat kesibukannya.
Memimpin layanan jasa hukum dengan sistem one-stop service bukan sesuatu yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Butuh upaya menyeluruh dan all out, sehingga setiap klien yang datang dapat dilayani semua kebutuhannya dan tepat waktu, karena semua masalah hukum itu mengandung emergency. Dengan layanan satu atap, klien tidak perlu ke tempat lain bila berhubungan dengan perkara apa pun, karena semua akan bisa terlayani.
Kantor hukum Kusnandar & Co., terdiri dari berbagai divisi, sesuai bidang yang ditangani. Ada Foreign Investment Division, Corporate Division, Banking and Finance Division, Tax Division, Land & Real Estate Division, Capital Market Division, Intellectual Property Division, Immigration Division, Admiralty maupun Litigation Division. Pada setiap divisi dibentuk tim dengan anak buah yang terspesialisasi dan pimpinan yang bertanggung jawab.
Tim menekuni bidang masing-masing secara mendalam dan khusus serta menyelesaikan masalah yang terkait di bidangnya. Tetapi strategi dan finishing touch dalam proses layanan hukumnya tetap selalu berada di tangan Winita. Karena dia memang yang paling bertanggung jawab di hadapan klien dan akan selalu berada di garis terdepan dalam menghadapi klien dalam berbagai meeting penting dan panjang.
Oleh karena itu, dia sendiri merasa harus mendalami segala aspek yang ditangani oleh semua divisi. Pola pelayanan one-stop service ini memungkinkan kantor hukumnya memberi solusi legal lebih bulat menyeluruh, terpadu dan tidak terkotak-kotak, sehingga memenuhi kriteria taat-asas di semua bidang.
“Kami mendidik SDM dengan keras, tegas, penuh disiplin, dan integritas tinggi. Mereka yang tidak berkualitas, tidak akan bertahan lama di kantor. Tetapi mereka yang senang dengan profesionalisme pasti suka bekerja dalam ambience seperti di kantor kami. Kami mendedikasikan waktu dari mulai masuk di pagi hari, hingga selesai keluar kantor di malam hari. Bahkan sering lewat tengah malam, semata-mata untuk kepuasan klien, karena hasil kerja kami memang selalu maksimal, bahkan perfect menurut pendapat klien kami,” ucapnya dengan bangga.
Selalu berpacu dengan waktu, Winita disiplin dalam bekerja, sehingga hasilnya pun selalu prima. Bahkan, ketika harus menghadapi kasus atau transaksi tersulit. Salah satu perkara paling berkesan yang pernah ditanganinya adalah ketika mengurus kasus pembatalan jual-beli (ekspor-impor) gula pasir oleh pengusaha Indonesia terhadap kliennya, perusahaan publik terkemuka Inggris.
Kerja kerasnya berbuah manis, perkara tersebut dimenangkan oleh Putusan Arbitrase Mahkamah Agung (MA) dan Kusnandar & Co. berhasil memperoleh fiat eksekusi dari MA yang diketuai Agung Ali Said SH. Putusan fiat eksekusi atas putusan Arbitrase asing pertama yang dikeluarkan MA. Tetapi atas kekuasaan politik pada waktu itu, putusan tersebut ternyata dianulir oleh MA.
Untuk itu, berbuat dan berkata benar dalam melayani klien adalah wajib hukumnya, tanpa melupakan tanggung jawab besar dan komitmen yang tinggi. Menggulirkan bisnis jasa memang tak mudah. Di bisnis ini, yang pertama dilihat konsumen adalah orangnya, sementara hasil produk atau jasanya belakangan. Dengan demikian gerak-gerik orang yang memberikan pelayanan itu akan sangat menentukan sukses tidaknya kiprah kita sebagai lawyer.
“Perilaku, tutur kata, dan sikap harus dijaga benar, selalu poised, elegant, dan intelligent. Semua ucapan harus berbukti dan tidak asal cuap saja. Persoalan-persoalan hukum yang dialami klien mesti ditangani bak kasus sendiri dengan perasaan empati, sehingga bisa menjiwai pekerjaan pelayanan tersebut dirasakan dan diapresiasi klien,” pesan perempuan yang memiliki banyak kemauan dan ambisi ini.
STRATEGI HADAPI PANDEMI
Ketangguhan kantor hukum Kusnandar & Co. terbukti cukup teruji. Bahkan, pada masa pandemi sekalipun masih dapat beraktivitas, karena banyak pekerjaan yang continuing (berkelanjutan), jadi tidak bisa diputus di tengah jalan. Tapi untuk kasus atau investasi baru sudah pasti terpengaruh, karena situasi bisnis saat ini adalah hanya menahan diri dulu, wait and see atau justru melakukan rasionalisasi.
Memasuki semester kedua 2021 masih di tengah pandemi, hingga saat ini kantor hukum Winita belum pernah mem-PHK karyawan, profesional maupun staf. Dia bahkan merekrut dan menambah karyawan, karena begitu kondisi ekonomi membaik, harus siap mengambil posisi kembali meraih kesempatan. Ekspansi juga tengah disiapkan dengan mendirikan kantor cabang di Bali dan Surabaya. Sarana dan prasarananya telah disiapkan, termasuk SDM inti sebagai KOL (Key Opinion Leader).
Mengutip perkataan Ratu Elizabeth dari Inggris yang menggulirkan istilah annus horribilus, ketika keluarga kerajaan dilanda masalah besar pada 1992, Winita mengumpamakan tahun ini sebagai tahun horor (horrific year). Saat ini, dengan Covid-19 yang semakin merajalela dan sulit dikontrol, beberapa unit usaha harus bekerja dari rumah, tak ada lagi yang dapat dilakukan. Selain mawas diri dan tetap mensyukuri apa pun pencapaian kita dan tentunya tetap bekerja keras dengan selalu menerapkan sikap profesionalisme.
Perempuan yang pernah menjadi salah satu dari TOP 100 Lawyer’s for 2018 versi LegalComprehensive.com, Inggris, ini setia menjalani hidup seperti air mengalir. Mengikuti bejana atau wadah alirannya, bisa ke kiri, kanan, atas, bawah, dan bila perlu melimpah sampai ke atas.
“Hidup itu tidak perlu terpaku untuk menekuni satu bidang saja. Sedangkan secara mentalitas, saya juga mempunyai prinsip hidup ibarat pohon, semakin tinggi pohon anginnya semakin kencang. Maka kita harus punya prinsip yang kokoh, tegar, dan bukan penakut maupun pengikut, tetapi ikut berjuang,” ujar Winita yang gemar menulis ini.
Begitu juga dalam kehidupan, semakin tinggi status dan kedudukan seseorang, akan semakin besar cobaannya, tetapi tetap harus selalu berguna dan mementingkan masyarakat banyak yang memerlukan.
Disibukkan tak hanya sebagai seorang lawyer, Winita pun senang berkegiatan di berbagai bidang. Dia menulis beragam buku, di antaranya tentang dunia hukum, seperti Meninjau Mekanisme Arbitrase dalam UU No. 30/1999 dan Enforcement of Foreign Judgment yang diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Kluwer Law International.
Dia juga mengisahkan suka duka menjalani kehidupan satu atap bersama 10 anak asuh yang cukup seru. Ada juga bukunya yang berbagi cerita mengenai pengalaman spiritual yang dialami. Dia berharap karya tulisnya tersebut bisa memberikan inspirasi untuk banyak orang.
Tak berhenti di situ, dia pun terjun ke dunia pendidikan dengan mendirikan sekolah nasional plus, sekolah berkebutuhan khusus (special needs) untuk penyandang autis, slow learner, dyslexia, hyper-active dan sebagainya. Termasuk PAUD, maupun CSR dengan kegiatan bersama panti asuhan, panti lansia dan sekolah murah.
Di bidang kesehatan, dia juga membangun klinik dan puskesmas untuk buruh pabrik, jamkesmas, dan penyelenggaraan posyandu. Dia tidak mau hanya menjadi pengelola atau pemelihara keuangan keluarga saja, melainkan ingin ikut terjun menjadi bagian yang produktif dalam keluarga.
“Tujuan saya adalah bebas berkiprah dalam entitas sendiri sesuai dengan rencana hidup saya dan harus mandiri,” tambah perempuan yang workaholic ini menutup pembicaraan dengan Women’s Obsession.