Tari Persahabatan Khas Sulawesi

Dihuni oleh puluhan suku bangsa yang tersebar di seluruh penjuru negeri, tari tarian tradisional di Indonesia terbilang sangat kaya. Salah satunya adalah tari tradisional Malulo atau Lulo yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Dipadu dengan musik yang ceria, tarian ini dikenal sebagai tari persahabatan.

 

Tari Malulo juga digambarkan sebagai simbol bahwa masyarakat Tolaki sangat mencintai perdamaian, persahabatan, dan kerukunan. Gerakan dan filosofi tersebut mengacu pada pepatah samaturu, medulu ronga mepokoaso yang artinya gotong-royong, bersatu, dan saling membantu satu sama lain.

 

Mulanya, tarian ini hanya ditampilkan di upacara pernikahan, pesta panen, hingga acara pelantikan raja. Namun, seiring berkembangnya zaman, tari tradisional yang satu ini turut ditampilkan di momen-momen lain, termasuk ajang promosi pariwisata. Tari Malulo sendiri bisa dibawakan oleh siapa saja baik perempuan maupun laki-laki. Berbeda dengan tari-tari lain yang hanya ditampilkan orang dewasa, tidak jarang tarian ini juga turut dimainkan oleh anak-anak hingga remaja.

 

Para penari akan mengikuti irama gong sambil membentuk sebuah lingkaran sambil bergandengan tangan. Terdapat tiga gerakan inti yang dimainkan, pertama adalah moese, yakni gerakan tangan ke atas dan bawah. Lalu molakoako, berupa gerakan ke kanan dan kiri, serta nilulo lulo (gerakan kaki menginjak injak).

 

Ketika bergandengan tangan, posisi telapak tangan penari laki-laki harus berada di bawah dan menopang tangan penari perempuan. Ini merupakan simbol peran maupun kedudukan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara, alat yang digunakan sebagai musik pengiring adalah alat musik pukul seperti gendang dan gong yang terdiri dari dua macam ukuran dengan jenis suara berbeda.

 

Selain alat musik yang tidak kalah penting adalah busana yang digunakan ketika pertunjukan. Menjadi pakaian adat tradisional khas Sulawesi Tenggara, baju Babu Nggawi (untuk perempuan) dan Babu Kandiu (laki-laki) umum digunakan sebagai busana tari Malulo. Dengan atasan berbentuk baju kurung (babu nggawi), tenun Tolaki akan digunakan para penari perempuan dipadukan dengan tabere (ikat pinggang)

 

Tabere sendiri memiliki makna yang tercerai berai, namun tetap satu tujuan. Sementara itu, penari laki-laki akan mengenakan busana berbentuk baju lengan panjang (babu kandiu) berpadu celana panjang dan Sawu Ndolaki yang membalut bagian atas celana.

 

Serupa dengan musik yang ceria, warna busana ini pun cenderung terang, seperti merah muda, jingga, kuning, dan lain-lain. Untuk melengkapi penampilan, penari perempuan akan mengenakan sanggul, anting-anting, kalung, dan gelang berwarna emas. Sedangkan, penari pria menggunakan pabela (penutup berbentuk segitiga yang meruncing ke bagian atas kepala).