Membahas festival budaya di Indonesia menjadi hal yang menarik dan tidak ada habisnya. Begitu banyak pesona yang tersimpan di banyak tempat di Tanah Air. Salah satunya adalah Festival Tanjung Waka (FTW) yang berlangsung di Sulabesi Timur, Kepulauan Sula, Maluku Utara. Pagelaran ini pertama kali dihelat pada tahun 2015 atas inisiatif masyarakat untuk mengenalkan budaya dan mengembangkan potensi pariwisata setempat.
Berbagai acara menarik berlangsung selama empat hari, mulai dari membawa wisatawan berkeliling pulau lewat agenda Gowes Bena Sepeda 60 km, Coastal Cleanup, Coral Transplantation, Sea Turtle Conservation, Traditional Dance, hingga Traditional Children Games. Ada pula live cooking yang ditampilkan oleh chef-chef profesional dengan mengolah kuliner leluhur masyarakat setempat. Agenda ini dibuat agar para wisatawan mengenal kuliner khas Kepulauan Sula.
Selain itu, wisatawan juga dapat mencicipi berbagai penganan khas yang dijajakan oleh warga. Beberapa di antaranya adalah sinoli dan jepa, yakni kudapan yang terbuat dari campuran sagu, parutan kelapa, hutamia (jamur merah), serta nasi jagung rempah. Untuk pencinta sambal, ada utanil, yakni sambal dari pucuk pohon kedondong hutan. Tidak ketinggalan beragam seafood dengan olahan serba kenari, dan berbagai makanan manis yang menggunakan bahan dasar madu.
Tidak hanya itu, masyarakat lokal juga menggelar ‘Island of Unimagined Stages’, yakni sebuah pentas kolosal yang menuturkan kisah leluhur mereka. Cerita-cerita yang dibawakan kental akan filosofi hidup dan dikemas dengan menarik. Acara ini juga melibatkan ratusan anak-anak yang tinggal di sepanjang pesisir pantai di Semenanjung Sula. Para pelaku UMKM dan sejumlah penggiat seni budaya pun turut andil dalam mengenalkan budaya kepada wisatawan dalam pentas yang dibuat. Para tamu undangan juga diminta mengenakan busana adat atau atribut khas Kepulauan Sula.
Selain kekompakan masyarakat dalam menggelar acara, salah satu keunikan lain dari Festival Tanjung Waka adalah konsep yang diusung, yakni eco-event berbasis ekologi. Konsep ini dipilih, karena telah menjadi komitmen masyarakat dan pemerintah setempat untuk menjaga kelestarian alam. Harapannya anak cucu di masa depan tetap bisa melihat penyu belimbing bertelur dan hidup bebas di sepanjang 7 km pesisir Pantai Tanjung.
Terdapat beberapa pilar konsep eco-event yang diterapkan, di antaranya penggunaan perlengkapan makanan dan minuman yang 100% menggunakan bahan nonplastik. Bahkan, pengunjung diminta untuk membawa botol minum sendiri. Hal ini dilakukan untuk mengurangi sampah plastik yang dapat mencemari lingkungan. Penggunaan bahan konstruksi pendukung event pun dipilih secara teliti, agar tetap ramah lingkungan. Terakhir, penggunaan sistem komunikasi digital dan sistem transportasi bersama untuk menekan angka polusi udara.
Sempat ditiadakan akibat pandemi Covid-19, akhirnya acara tahunan ini kembali berlangsung beberapa waktu lalu. Salah satu yang menarik adalah Seminar Internasional dan Pencanangan Kabupaten Sula Bebas Sampah Plastik 2024. Agenda yang menjadi bukti kepedulian masyarakat terhadap sampah.