Imunoterapi, Harapan Baru Pasien Kanker

Berdasarkan laporan Global Burden of Cancer Study (Globocan) 2020, jumlah kasus baru kanker paru, kanker payudara, dan kanker serviks di seluruh dunia mencapai lebih dari 5 juta dengan lebih dari 2,8 juta kematian. Sementara, jumlah kasus baru ketiga jenis kanker tersebut di Indonesia menurut laporan yang sama mencapai 137.274 dengan jumlah kematian 74.276. Artinya, setiap hari terdapat lebih dari 200 keluarga kehilangan anggota keluarganya akibat jenis kanker tersebut.

 

Dalam rangka bulan Penyintas Kanker, MSD Indonesia bersama Yayasan Kanker Indonesia (YKI) meluncurkan kampanye #HarapanBaru untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap tiga penyakit kanker terbesar di Indonesia, yaitu kanker paru, payudara dan serviks.

 

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP mengatakan, “Kita perlu menyikapi tingginya kasus baru dan kematian akibat kanker paru, kanker payudara, dan kanker serviks di Indonesia. Dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit tersebut, pencegahannya, termasuk semua opsi terapi sistemik.”

 

George Stylianou, Managing Director MSD Indonesia, mengatakan, “Kami merasa terhormat memiliki kesempatan ini bersama dengan Yayasan Kanker Indonesia, untuk meluncurkan kampanye edukasi mengenai kanker, Berbagi #HarapanBaru. Bulan ini, saat para penyintas dirayakan dan dihormati, penting untuk mengingat peran penting memiliki harapan dalam upaya melawan kanker. Harapan adalah pendorong utama untuk menjaga semangat mempertahankan hidup dan keinginan untuk hidup.”

 

Lebih lanjut Prof. Aru Sudoyo menjelaskan bahwa salah satu terobosan di dunia medis yang merupakan harapan baru bagi pasien kanker paru, kanker payudara, dan kanker serviks adalah adanya terapi pengobatan imunoterapi. Ini adalah bentuk inovasi pengobatan kanker terbaru yang dapat meningkatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh individu untuk mengenali dan menyerang sel kanker. Memiliki kemampuan ‘menyamarkan’ diri menyebabkan sel kanker sulit dihancurkan sistem kekebalan tubuh. Dengan imunoterapi, sistem kekebalan tubuh dapat ditingkatkan, sehingga bisa mendeteksi sel kanker untuk dimusnahkan.

 

Baca Juga:

Ermey Trisniarty: Selalu Fokus & Konsisten

3D Laser Scanner Berkecepatan dan Akurasi Tinggi

 

Imunoterapi merupakan salah satu modalitas terapi kanker selain pembedahan, radioterapi, terapi hormonal, terapi target, dan kemoterapi. Untuk menentukan terapi yang tepat, dilakukan berbagai tes seperti Programmed Death-ligand 1 (PD-L1). Ini adalah protein transmembran yang berperan penting dalam menekan dukungan adaptif dari sistem kekebalan selama peristiwa atau kondisi tertentu. Tes dengan PD-L1 imunohistokimia pada pasien akan menunjukkan tingkat ekspresi PD-L1 pada jaringan tumor. Semakin tinggi ekspresi PD-L1, respon akan semakin baik terhadap imunoterapi.

 

Hasil uji klinis menunjukkan pengobatan imunoterapi dapat membantu menghentikan atau memperlambat pertumbuhan sel kanker. Termasuk mencegah kanker menyebar ke bagian tubuh lain dan membantu sistem kekebalan tubuh bekerja lebih baik dalam menghancurkan sel kanker. Prof. Aru Sudoyo menjelaskan bahwa imunoterapi sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan kanker paru bukan sel kecil (KPBSK) metastatik.

 

Ekspresi PD-L1 dengan nilai tertentu, memberikan manfaat angka harapan hidup dua kali lipat lebih panjang dibandingkan standar pengobatan kemoterapi saja. Pasien kanker paru stadium lanjut dan memiliki ekspresi PD-L1 dengan nilai tertentu, yang diterapi dengan imunoterapi memiliki angka harapan hidup 5 tahun hingga 31,9%. Artinya, imunoterapi memberikan angka harapan hidup lima tahun sebesar empat kali lebih tinggi, dibandingkan standar pengobatan kemoterapi dan menurunkan angka risiko terjadinya efek samping berat (derajat 3 – 5) hingga 22%.

 

Mengenai kanker payudara subtipe triple negative (TNBC), Prof. Aru Sudoyo menyampaikan bahwa dengan perkembangan inovasi pengobatan, mulai tahun 2022 imunoterapi telah disetujui oleh Badan POM untuk terapi TNBC stadium lanjut. Data uji klinis menunjukan bahwa satu dari dua pasien kanker TNBC mendapatkan manfaat dari terapi kombinasi imunoterapi dan kemoterapi. “Kombinasi imunoterapi dengan kemoterapi sebagai pengobatan lini pertama bagi pasien TNBC dengan tumor yang memiliki nilai ekspresi PD-L1 tertentu. Dapat mengurangi risiko kematian hingga 27% dibandingkan dengan pemberian kemoterapi saja,” lanjutnya.

 

American Society of Clinical Oncology (ASCO) baru-baru ini menerbitkan pedoman medis bagi pasien kanker serviks yang telah mengalami kekambuhan atau metastasis. Data uji klinis dari kombinasi imunoterapi dengan standar pengobatan sebelumnya memberikan manfaat 35% lebih baik dan penyakit tidak mengalami perburukan. Bahkan, memberikan angka harapan hidup 33% lebih lama, dibandingkan dengan standar pengobatan sebelumnya saja.

 

Mulai tahun 2022 di Indonesia, imunoterapi bagi pengobatan kanker serviks telah tersedia, khususnya bagi pasien yang didiagnosis dengan kanker serviks stadium lanjut. Menurut Prof. Aru Sudoyo, imunoterapi telah tersedia di rumah sakit yang melayani pengobatan kanker. Namun, tidak semua jenis kanker paru, kanker payudara maupun kanker serviks dapat diterapi dengan imunoterapi. Pasien perlu berkonsultasi dengan dokter untuk pengobatan terbaik sesuai kondisi masing-masing pasien. “Dalam perjuangan melawan kanker, pasien harus terus menjaga harapan, semangat, kesehatan mental dan emosional. Didukung oleh keluarga dan lingkungan, serta tertib dalam menjalankan terapi maupun pengobatan kanker sesuai arahan dokter, agar kualitas dan harapan hidup dapat terus terjaga,” tutup Prof. Aru Sudoyo.