Berbekal sederet kesuksesan berbisnis di bidang perikanan dan aviasi,
Susi berintuisi tajam dalam memandu kementeriannya. Tak hanya
piawai menghadang gangguan dan kerugian di area laut, dia pun
konsisten mewujudkan indonesia sebagai poros maritim dunia.
Jauh sebelum masuk ke kalangan pemerintahan tiga tahun silam, riwayat
perjalanan seorang Susi Pudjiastuti sudah memukau publik Indonesia. Mulai dari kisah
inspiratif terkait latar pendidikan, kehidupan keluarga di masa kecil, hingga jatuh bangunnya membangun bisnis dari nol hingga ke panggung mancanegara.
Ketika didapuk memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Doktor Honoris Causa Institut Teknologi Sepuluh November ini teguh dengan akar kepribadiannya, yaitu terus berjuang tanpa menyerah. Memasuki tahun ketiga bakti Susi di kabinet kerja Joko Widodo dan Jusuf Kalla, kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan pertumbuhan positif dari waktu ke waktu.
Bukan pekerjaan mudah dalam mengelola dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut (5,8 juta km2) dan garis panjang pantainya terbesar kedua di dunia. Di dalam setiap program maupun keputusannya, Susi selalu mengusung tiga pilar misi KKP, yakni misi kedaulatan,
keberlanjutan, dan kesejahteraan.
Dia memprioritaskan 80% anggaran untuk stakeholders. Penerapan sistem keterbukaan lewat publikasi anggaran di website. Susi pun memberlakukan efisiensi dalam harga satuan, menyusup SOP implementasi program, maupun program-program yang mendukung.
Keberhasilan Susi yang tak terbantahkan yaitu stok ikan nasional tumbuh secara signifikan. Pada 2016 mencapai 9,93 juta ton/tahun. Tahun kemarin nilainya sejumlah 12,54 juta ton/tahun. Konsumsi ikan meningkat sebesar 21,9% dalam periode 2014-2017. Sepanjang 2017, kita mengonsumsi 46,49 kg/kap/ tahun.
Untuk pertama kalinya diadakan lomba masak ikan Nusantara di Istana Kepresidenan pada Agustus 2017. Neraca perdagangan ikan Indonesia menjadi nomor satu di kawasan ASEAN pada 2016. Sementara, neraca perdagangan ikan Thailand dan Vietnam turun drastis pada 2014-2015.
Terhitung selama 2014-2017 sebanyak 363 kapal maling ikan ditenggelamkan sesuai Pasal 69 UU Perikanan (31/2004 jo. 45/2009). Berdasarkan data KKP sepanjang November 2014-November 2017, kapal yang paling banyak ditenggelamkan berasal dari negara Vietnam. Selain menekan praktik illegal fishing, juga dibangun sejumlah Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) untuk menggenjot sektor perikanan dalam negeri. Beberapa SKPT tersebut terletak di daerah terluar. Contohnya, SKPT Natuna sudah selesai dibangun dengan berbagai fasilitas memadai. Yaitu kapal 60 unit, 60 paket alat penangkapan ikan (API), cold storage sebagai sarana penyimpanan hasil tangkapan ikan, dermaga 195×6 meter, drainase, trotoar, dan pendukung lainnya. Kemudian ada SKPT Sebatik, Merauke, dan Saumiaki.
Selain SKPT, dibangun pula sejumlah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Musi Banyuasin, Kampar, Mahakam di Kutai Kartanegara, Kapuas Hulu, dan Samosir. Tak hanya berpusat soal pendapatan dan penerapan hukuman bagi pelanggar peraturan, Susi juga aktif ke dalam tindakan preventif untuk merawat lingkungan bagi anak cucu di masa mendatang.
Baru-baru ini, dia gencar membujuk nelayan cantrang beralih ke alat tangkap ikan ramah lingkungan.
Laut Indonesia merupakan jalur sebaran benih lobster secara alami yang tak luput dari tugasnya. Awal Februari 2018, kerja sama Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) dengan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan berhasil menggagalkan penyelundupan
86.489 ekor benih lobster. Dengan rincian 14.507 temuan pertama, 71.982 temuan kedua di hari yang sama.
Untuk membaca artikel selengkapnya, dapatkan majalah Women’s Obsession edisi Maret 2018