Berkarier sesuai dengan passion menjadi faktor penting dalam kehidupan kita dan memotivasi diri untuk bekerja dengan hati dan sungguh-sungguh. Demikian pula yang dialami Riescha Puri Gayatri, Marketing Director Fonterra Brands Indonesia yang sebelumnya pernah bekerja di Sari Husada-Danone Indonesia, Beiersdorf Indonesia, dan Unilever Indonesia.
Dari yang sebelumnya bergelut di bidang operation, tanpa ragu-ragu perempuan yang biasa disapa Uwi ini mengikuti kata hati banting stir beralih ke divisi marketing. “Ketika kita sudah menguasai pekerjaan dan masuk ke area comfort zone, kemudian merasa stuck, itu tandanya kita harus mencari tantangan baru. Jadi, berkarier itu memang seperti proses belajar yang tidak pernah berhenti. Bagi saya yang penting adalah kita fokus pada effort dan masalah hasilnya nanti bagaimana let God do the rest. Tidak perlu stres yang penting sudah melakukan yang terbaik,” papar perempuan kelahiran 12 Mei 1989 ini seraya tersenyum.
BACA JUGA:
Melie Indarto: Berdayakan Komunitas Lokal
Stephanie Sicilia: Teknologi Mempermudah Kehidupan Manusia
TANTANGAN DALAM BERKARIER
Untuk mencapai keberhasilan dalam berkarier memang tidak bisa secara instan, karena tantangan akan selalu ada. Misalnya, dalam dunia marketing antara satu brand dengan brand lainnya masalah bisa saja sama, namun cara penyelesaiannya berbeda-beda. Uwi melanjutkan, “Jadi, jangan pernah menyerah dan bersiaplah untuk mencari solusi lainnya sampai permasalahan dapat ditanggulangi. Dalam bekerja permasalahan akan selalu ada, itulah yang memotivasi dan menjadi tantangan kita dalam berkarier.”
Kalau kita melihat secara makro selama pandemi Covid-19 berbagai tantangan muncul seperti daya beli melemah, tapi pada saat yang sama kesadaran akan kesehatan, imunitas, mental health, juga semakin tinggi. Jadi, ada balance di antara keduanya. Seperti memakai masker di sini sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia tetap menggunakannya, demi menjaga kesehatan bersama.
Dia percaya industri nutrisi pun akan pulih kembali, meskipun tentunya membutuhkan waktu, mengingat tahun lalu ada inflasi tertinggi, yaitu 6%, sementara biasanya inflasi terjadi sekitar 3% hingga 4%. Masyarakat tentunya akan lebih sensitif terhadap harga-harga dan barang yang akan dibelanjakan.
“Dari sisi pertumbuhan bisnisnya untuk kategori consumer goods, agak berbeda dari satu kategori ke kategori lainnya. Kalau dilihat dari produk susu memang pertumbuhannya melemah dibandingkan sebelum pandemi. Namun, jika dilihat berdasarkan subkategori, misalnya susu orang dewasa, sepanjang pandemi susu Anlene malah naik penjualannya, karena diperlukan untuk menjaga ketahanan tubuh kita,” ujar peraih Cumlaude dari jurusan Teknik Industri Institute Teknologi Bandung (ITB) ini dengan nada bersemangat.
Jadi, selalu akan ada opportunity dari setiap kejadian. Begitupun dengan produk Anchor tetap dicari banyak orang, karena kegiatan memasak menjadi kian digemari, contohnya membuat kue menjadi aktivitas pilihan ketika kita di rumah saja. “Bahkan, trend memasak ini terus berkembang setelah pandemi. Kami selalu menyediakan produk, inovasi, dan komunikasi sesuai dengan kebutuhan yang sedang terjadi di masyarakat. Lalu, dilihat dari pasar global, bisnis produk-produk Fonterra Brands di Indonesia, menurutnya masih bagus dan terus bertumbuh hingga sekarang,” tambahnya.
BACA JUGA:
Elly Kohardjo: Bekerja Sepenuh Hati & Meraih Kesuksesan
Kembangkan Lifestyle Hospitality
Menariknya, sebagai perusahaan multinasional Fonterra merupakan koperasi susu yang menaungi 10.000 peternak sapi di New Zealand. Perusahaan ini sangat peduli terhadap manusia, binatang, lingkungan, dan komunitas. Uwi berkata, “Susu yang diproduksi dihasilkan dari sapi-sapi yang memang waktunya lebih banyak dihabiskan di padang rumput. Sehingga, umur sapinya lebih panjang dari sapi umumnya dan produksi susunya lebih banyak, dari satu sapi bisa hingga 40 liter per hari dengan kualitas susu yang bagus.”
Dari sisi produk Fonterra Brands Indonesia memiliki standarisasi nutrisi yang tinggi dan memiliki keahlian dalam pengelolaan ternak susu sapi yang membagikan ilmunya ke berbagai negara. “Kami mempunyai produk, antara lain Anlene, Anmum, Boneeto, dan Anchor. Bahan susunya diambil dari New Zealand, kemudian diolah di pabrik kami di Cikarang untuk dijadikan produk-produk tersebut,” lanjut ibu yang memiliki dua anak dan tengah hamil anak ketiga ini.
KONSUMSI SUSU INDONESIA RENDAH
Berbicara mengenai target sepanjang tahun 2022 dan 2023, dia bersyukur sejauh ini masih on track. Namun, memang menghadapi situasi sekarang ini cara bermain strateginya harus diubah. Uwi memaparkan, “Pertama, kami memang harus fokus mengerjakan hal-hal yang memang full impact ke bisnis ini. Kedua, kami harus menjalankannya dengan benar, karena sebaik apa pun strategi dan rencana kerja, jika tidak dieksekusi dengan baik, hasilnya pun tidak maksimal. Terakhir, apa pun result-nya ini merupakan hasil kerja kolaborasi bersama. Di perusahaan ini kami memiliki value good together, penghargaan di sini sifatnya tidak individu, melainkan berdasarkan kerja sama tim dari supply chain, R&D, marketing, sales, dan lainnya. Jadi, memang merupakan hasil kesuksesan bersama sifatnya.”
Di Indonesia sendiri konsumsi susu per kapita tergolong paling rendah se-Asia Tenggara, yaitu dalam setahun hanya 15 liter. Sementara, Singapura membutuhkan susu di posisi 45 liter, Thailand 30 liter, dan Vietnam 20 liter, sehingga pasar bisnis ini masih besar dan perlu edukasi bersama akan kesadaran pentingnya minum susu untuk kesehatan tubuh. Ramainya kompetitor di industri ini sisi positifnya adalah semakin banyak pemain yang bisa membantu bersama-sama mengedukasi pasar. Uwi percaya ini justru berdampak baik untuk masyarakat Indonesia.
Menjaga kesehatan tubuh dan jiwa menjadi sangat penting baginya. Untuk kesehatan fisik dia sangat memperhatikan tiga hal, yaitu tidur cukup minimal delapan jam, makan diatur sesuai kebutuhan tubuh, dan berolah raga yang tidak memaksakan tubuh. “Sementara, untuk menjaga kesehatan mental yang terpenting adalah bijaksana mengelola perasaan dan emosi kita saat sedang marah, sedih, atau kuatir, lalu untuk mengatasinya kita bisa beristirahat sejenak, merefleksi diri, atau mengambil cuti,” tambah Uwi. Kesehatan fisik maupun mental yang terjaga dengan baik, membuat kehidupannya bisa dijalani dengan maksimal dan live life to the fullest.