Membangun Bruule pada masa pandemi, kala itu Sarila Danubrata dan sang suami memikirkan apa yang harus mereka lakukan untuk bisa bertahan hidup, setelah usaha perhotelan yang mereka kelola harus tutup akibat kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
Menggunakan resep keluarga, Bruule hadir dengan memberdayakan orang-orang sekitar dan dijual kepada teman-teman. Makin berkembang, selain di JABODETABEK bisnis makanan ini kini telah berada di beberapa kota besar, seperti Bandung dan Surabaya dengan belasan ribu transaksi per bulan.
Memiliki prinsip untuk mendengarkan permintaan dan kebutuhan customer, Sarila mengatakan, ”Dekat dengan customer itu menjadi salah satu yang membantu Bruule berkembang. Sampai sekarang saya masih sering menjadi admin Bruule. Bagi saya berbincang dengan customer Bruule itu sangat penting. Ketika tahu siapa customer kita, kita bisa menyiapkan apa yang mereka butuhkan. Dari sana tinggal diseimbangkan dengan standar kami. Bagi kami, kepuasan pelanggan adalah hal yang utama.”
Baca Juga:
Representasikan Setiap Momen Penting Kehidupan
Mengatasi Nyeri Lutut Tanpa Operasi
Latar belakang berdirinya Bruule?
Bruule dibuat sebagai inisiatif kami untuk bertahan hidup, karena kebetulan saya dan suami waktu itu bergerak di industri perhotelan yang kita tahu Maret 2020 itu PSBB jadi sudah pasti semua itu berhenti, kita harus tutup. Bisa dibilang bangkrut, bahkan keadaan kami saat itu benar-benar minus. Alhamdulillah, kami punya satu resep keluarga, yaitu spaghetti brulee yang sebenarnya sering kami berikan kepada teman saat ada acara. Banyak juga permintaan dari teman-teman, tapi dulu saya dan suami masih bekerja.
Saat itu, target kami satu minggu hanya 12 loyang, karena keadaan juga sedang minus tidak ada cash, jadi memakai sistem PO. Alhamdulillah ternyata animonya baik, bahkan bulan pertama itu bisa menjual seribu loyang. Tapi, highlight-nya yang awalnya kami pikir Bruule hanya inisiatif untuk bertahan hidup, tiba-tiba saat kami jualan banyak sekali teman ojek online dan supplier datang.
Mereka mengatakan bahwa berkat orderan Bruule dirinya bisa membeli beras untuk keluarganya. Saya, suami, dan partner jadi berpikir apakah ini titipan. Maksudnya, tadinya kami berpikir hanya untuk bertahan hidup. Tapi, ternyata ada efeknya sampai ke lingkungan sekitar.
Tantangan yang sering dihadapi dalam membesarkan bisnis ini?
Tantangan cukup banyak apalagi pada awal saat PSBB, ketersediaan bahan baku juga belum semudah sekarang. Terutama untuk kami yang memulai bisnis yang bisa dibilang tidak memakai modal. Benar-benar modalnya uang dari customer yang ikut PO dan kami belanjakan bahan produksi. Saat itu, kami memiliki keterbatasan untuk meningkatkan skala produksi.
Pandangan Anda dalam menghadapi pesaing dengan produk serupa?
Kami senang-senang saja, karena kami mulai pada masa pandemi. Kami tahu bagaimana susahnya saat itu mempunyai satu usaha. Kalau ada yang tidak suka Bruule, tetapi lebih suka spaghetti brulee versi lain, kami happy-happy saja selama itu bisa membawa berkah untuk orang lain. Kami tidak fokus ke luar, tapi fokus bagaimana produk dan kualitas kami tetap baik, dan inovasi yang akan dilakukan.
The next big things untuk Bruule?
Kami sedang mengembangkan Bruule Group. Kami tahu Bruule tidak dimakan setiap hari, kami berpikir apa yang bisa membuat orang-orang membeli produk Bruule Group. Jadi, kami meluncurkan Rumah Makan Lokiin, menyediakan menu-menu nusantara dan berlokasi di Jalan Melawai Raya. Selain itu, kami sebentar lagi akan me-launching Bruule House. Restoran ini menyediakan produk Bruule, tapi dalam bentuk dine-in restaurants dan berlokasi di Medco Energy.