Berusaha menyeimbangkan kesuksesan dunia kerja dan kehidupan pribadi, rekam jejak Sakurayuki sebagai seorang lawyer terbilang mumpuni. Perempuan yang mencintai wastra Nusantara batik ini telah makan asam garam sebagai seorang corporate lawyer. Kepada Women’s Obsession, dia menuturkan telah menjadi lawyer sejak tahun 1996. “Kalau dihitung-hitung sudah 28 tahun lamanya saya menekuni karier di bidang ini,” ujar perempuan berwajah ayu ini.
Meskipun, sudah lebih dari dua dasawarsa berprofesi sebagai lawyer, tak pernah sekalipun dia merasa bosan. Pasalnya, sebagai seorang Corporate and M&A (Merger & Acquisition) Partner di kantor hukumnya, dengan fokus di sektor Telecommunication, Media and Technology (TMT) dan praktik Competition Law, dia banyak mendapatkan pengalaman menarik.
“Hal menantang dari dunia ini adalah sifatnya yang dinamis. Sebagai contoh, ada klien yang ingin berinvestasi di Indonesia di bidang telekomunikasi. Kemudian, kami memberikan advis hukum bagaimana berinvestasi dan kepatuhan hukum di Indonesia, agar mereka tidak dianggap melanggar peraturan di bidang telekomunikasi,” paparnya.
Ketika ditanya tantangan terberat sebagai corporate lawyer, Sakurayuki menjawab adalah jam kerja yang panjang, “Terkadang bisa pergi pagi dan pulang kantor pagi besoknya lagi, apalagi kalau ada deadline project. Tantangan lainnya adalah hukum itu sangat dinamis. Sehingga, kita harus terus update dan catch up dengan perkembangan hukum dan perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Sebagai lawyer yang sudah malang melintang di dunia hukum, Sakurayuki membagikan tips untuk anak muda yang bermimpi menjadi lawyer, yakni harus haus ilmu, dengan demikian kita akan terus belajar. Kemudian, bisa menyeimbangkan antara akademik dan social skill, karena seorang lawyer harus mampu membangun dan menjaga hubungan dengan banyak orang. Selain itu, kita mesti check and recheck teori dan praktik, karena terkadang keduanya ada perbedaan,” ujarnya.
Pada zaman emansipasi saat ini, peranan perempuan sudah sama dengan pria. Namun, jika ditilik dari sisi culture sebagai orang Asia, tuntutan terhadap perempuan dengan kodratnya adalah semata-mata untuk menikah, melahirkan anak, dan mengurus keluarga, masih cukup tinggi. Tuntutan tersebut dapat membuat banyak perempuan merasa terhambat dalam mencapai potensi berkarier secara penuh.
Dulu, Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan. Kini, hak-hak perempuan sudah banyak dihargai dan tugas Kartini zaman now adalah bagaimana kita sebagai kaum Hawa, agar tetap bisa terus berkarya dan mengejar cita-cita dalam konteks keseimbangan karier dan rumah tangga. Sehingga, sangat disayangkan jika perempuan justru terbentur dalam mengejar cita-citanya, karena masih adanya paradigma yang membuatnya tidak dapat mengeluarkan kemampuan secara maksimal.
“Namun, semuanya akan kembali lagi pada pilihan hidup masing-masing. Kalau saya pribadi, memilih untuk menyeimbangkan antara keluarga, karier, dan kehidupan pribadi,” tegasnya.
Mengenakan batik merupakan satu di antara wujud nyata cinta Tanah Air. Dalam kegiatan sehari-hari, dia kerap mengenakan wastra Nusantara ini. “Saya suka batik, karena warnanya colorful. Motifnya juga menarik. Apalagi, saat ini batik sudah banyak model dan lebih modern. Batik sendiri merupakan salah satu pakaian yang sangat proper untuk dikenakan, apalagi saat bertemu dengan wakil-wakil government atau BUMN,” tambah Sakurayuki percaya diri. (Gia Putri | Foto: Atiek Hendriyanti)