Kembali menghadirkan karya terbaru, Teater Koma bersama Bakti Budaya Djarum Foundation menampilkan pertunjukan bertajuk “Matahari Papua: Saatnya Merdeka dari Naga”. Lakon ini merupakan salah satu naskah terakhir Norbertus Riantiarno atau biasa dipanggil Nano Riantiarno (Alm). Produksi ke-230 ini amat berkesan bagi Teater Koma, karena selain menjadi pertunjukan dari naskah terakhir, Matahari Papua pun diselenggarakan berdekatan dengan hari lahir sang penulis, yakni 6 Juni.
Berlatar di wilayah Kamoro, Papua, lakon ini mengisahkan seorang pemuda bernama Biwar yang tumbuh dewasa di bawah asuhan ibunya, Yakomina. Sementara, ilmu bela diri dan makna-makna kehidupan diilhaminya dari Dukun Koreri, seorang dukun terpandang yang sangat disegani.
Baca Juga:
Karya Seni Ramrama Harmony Hiasi Ruang ARTSPACE, Mangkuluhur ARTOTEL Suites
Kreasi Batik Perpaduan Legenda Rakyat Irlandia dengan Seni Batik Indonesia
Suatu hati, saat sedang mencari ikan, Biwar menolong Nadiva, gadis dari Dusun Mimika di Selatan. Nadiva mendapat serangan dari Tiga Biawak, monster jahat yang mampu bicara Bahasa manusia dan merupakan anak buah Naga peneror tanah Papua.
Sesampainya di rumah setelah berhasil mengalahkan Tiga Biawak, Biwar pun lantas bercerita kepada Yakomina. Mendengarnya, sang ibu justru mengisahkan memori pahit tentang ayah dan tiga paman Biwar yang ternyata mati dibunuh Naga. Saat itu, Yakomina bersama sang suami dan ketiga kakak laki-lakinya tengah mencari ladang sagu. Sayang, diperjalanan kembali ke rumah, mereka justru dihadang Naga. Hanya Yakomina yang sedang mengandunglah yang berhasil lolos dari serangan tersebut.
Mendengar kisah tersebut, Biwar naik pitam. Tidak hanya mendendam akibat keluarganya dibunuh, dia juga bertekad balas dendam kepada Sang Naga, karena selalu menindas, meneror, dan menyulitkan warga Papua. Dia pun menghampiri Dukun Koreri ke dalam gua dan menampaikan keinginannya untuk membinasakan Naga.
Sang dukun pun mengatakan, “Kita harus mengalahkannya dan mengusirnya kembali ke alamnya. Meski, saat nanti kemerdekaan tiba, sebagian dari kita akan tetap sengsara baik jiwa maupun raga. Sebab musuh kita bukan hanya Naga.”
Selain menyiksa, Naga beserta Tiga Biawak juga kerap mengeruk kekayaan alam seperti emas, timah, hingga merusak beragam pepohonan Papua yang sangat indah. Dikatakan, Naga merupakan pesuruh bagi orang-orang kulit putih. Sebenarnya, ada dua antek-antek lain selain para biawak, yakni Buaya dan Burung Hitam.
Namun keduanya telah menyadari bahwa apa yang dilakukan Naga adalah salah. Mereka pun akhirnya mengumpulkan massa untuk bisa mengalahkan Naga, karena cara mengusirnya adalah dengan gotong royong dan tidak berkelahi sesama masyarakat Papua.