Seni budaya bukanlah warisan masa lalu yang terkubur, namun justru menjadi sumber kehidupan di masa depan. Memanfaatkan ragam budaya dan teknologi, masyarakat Indonesia dapat melihat relevansi antara masa lalu dengan masa kini dan kita ikut berperan menjaga pelestarian seni budaya, lewat ajang Indonesia Bertutur (Intur) 2024.
Mega festival ini mengambil tema “Subak: Harmoni dengan Pencipta, Alam, dan Sesama''. Menjadi wadah ekspresi dalam berkesenian yang diwujudkan melalui beragam kegiatan seni pertunjukan, seni rupa, film, hingga seni media yang inspiratif.
Indonesia Bertutur telah berjalan sejak 7 Agustus 2024 lalu, hingga 18 Agustus 2024, di lima lokasi di Ubud Indonesia Bertutur terus hadir melalui rangkaian program Visaraloka. Lalu mulai 14 Agustus 2024, dibarengi pula secara serentak dengan Anarta, Kiranamaya, dan Virama di Peninsula Island, Nusa Dua.
Perpaduan Harmonis Tradisi & Seni Modern
Paruh terakhir di lokasi penghujung Intur 2024, Peninsula Island, Nusa Dua, Women's Obsession menyaksikan perpaduan harmonis antara tradisi dan kesenian modern, memanfaatkan teknologi dalam proses pengkaryaan para seniman.
“Di Peninsula Island ini ada instalasi cahaya, video maping , konser musik, pertunjukan tari, cine-concert , hingga opera tutur yang hadir secara gratis selama lima hari ke depan,” ujar Melati Suryodarmo, Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2024 pada Temu Dialog bersama rekan wartawan di Restoran Kekeb, Nusa Dua, (14/8).
Seniman dari berbagai bidang secara lintas generasi disertai program mewarnai Anarta, Kiranamaya, dan Virama. Panggung Virama menampilkan mulai dari Isyana Sarasvati, Barasuara, Chrisye Live oleh Erwin Gutawa, HarmoniA feat Rusmina Dewi, dan lain sebagainya.
Lalu di panggung Anarta ada Rombongan Tari Nan Jombang, Rombongan Tari Pitchet Klunchun, Garin Nugroho, Septina Layan, dan Hartati. Terakhir, Kiranamaya sebagai festival cahaya yang menampilkan karya-karya Gina Adita, Panji Khrisna, Rimbawan Gerilya, Guntech, Scarletmotiff, Ditaamy, ARAS, Biro Visual Artistik, dan lain-lain.
Ketika kita memasuki kawasan Pulau Peninsula, Nusa Dua, beragam atribut megafestival seperti penjor berwarna merah muda ikut memandu setiap pengunjung menuju titik lokasi utama acara. Di dalam Peninsula Island juga hadir bazaar UMKM dan kuliner lokal Bali, sebagai upaya Indonesia Bertutur 2024 menggandeng semua pihak untuk terlibat aktif dalam gelaran kali ini.
Penelaah Teknis Kebijakan Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Irnie Wanda mengatakan, “Kami berusaha memfasilitasi sekaligus berkomitmen memajukan kesejahteraan Indonesia dengan mendukung para pelaku budaya dan seniman lokal maupun nasional melalui Intur 2024. Kemendikbudristek menyediakan platform yang luas dan inklusif.”
Aneka Film Inspiratif dengan Pesan Moral Khusus
Dalam Intur 2024 ditayangkan pula film pendek berjudul Kotak karya aktris Dian Sastrowardoyo di Tonyraka Art Museum, Ubud. Dia tampak senang sekali bisa ikut berpartisipasi menjadi salah satu pengampu dalam Intur 2024 yang bertema Subak: Bersama Menuju Harmoni. Sebelum zaman pra kolonial manusia sangat dekat dengan alam dan film ini membahas kita sebagai manusia modern yang masih memiliki keterhubungan dengan alam atau tidak.
“Begitupun hubungan dengan entitas lain yang lebih tinggi dengan Sang Pencipta atau Tuhan dan sesama manusia, hubungan sementara masyarakat dulu meskipun tidak ada handphone tetaplah erat. Sementara itu, di zaman serba modern kita membuat janji dengan teman sudah lewat WA atau email saja, masih suka miskomunikasi. Jadi, jangan tekankan dengan alam, antara sesama manusia saja kita sering tidak terhubung satu sama lain. Lalu, kalau naik gunung menyatu dengan alam malah ketakutan akan serangga, lintah, jalan becek penuh bebatuan, dan lain sebagainya,” ungkap Dian yang ikut berdialog bersama rekan media di Nusa Dua.
Sementara itu, Film berjudul Samsara karya Garin Nugroho juga ditayangkan dalam rangkaian acara Indonesia Bertutur di Nusa Dua, Badung, Bali. Film bisu hitam putih ini menonjolkan unsur mistis Bali dan kehidupan manusia secara umum.
Ario Bayu dan penari keturunan Indonesia-Australia, Juliet Widyasari Burnett, adalah dua di antara aktor yang berperan dalam film ini. Ario memerankan karakter seorang pria miskin bernama Darta, sedangkan Juliet berperan sebagai Sinta, gadis blasteran Indonesia-Eropa. Kisah cinta Darta dan Sinta menjadi inti cerita dalam Samsara.
Cinta Darta ditolak karena kemiskinannya, hingga ia menempuh jalan sesat dengan membuat perjanjian gaib bersama Raja Monyet untuk mendapatkan kekayaan. Namun, bukannya mendapatkan cinta Sinta, Darta malah membawa petaka di dalam kehidupannya, istri, dan anaknya.
“Masyarakat bisa kembali mengapresiasi budaya dan akar yang kita punya lewat ajang Intur 2024 ini lewat beragam program dan salah satunya film kami Samsara. Saya berharap ketertarikan terhadap seni budaya Tanah Air akan semakin meningkat dan tidak ditinggalkan, akibat gempuran budaya asing yang masuk ke sini,” papar Ario.
Di akhir perjalanan Women's Obsession menyempatkan diri melihat program Visaraloka di Museum ARMA yang menampilkan berbagai kreasi seniman lokal dan mancanegara dengan berbagai medium. Seperti karya Samson Young berjudul Muted Situation 2: Muted Lion Dance, Ipeh Nur bertema Menghanyut: Tubuh dan Perjalanan, atau Sharon Joetama mengangkat tema Out of Focus, dan lain sebagainya.
Kali ini Visaraloka mengangkat seni rupa kontemporer dalam wajahnya yang terkini melalui karya-karya dalam medium persilangan dan pemanfaatan teknologi terbar. Dijelajahi oleh para seniman melalui berbagai rupa eksperimentasi untuk menyampaikan pesan atau menghadirkan kebaruan bagi pengunjung.
Lewat beragam kreasi seni budaya dalam Intour 2024 ini diharapkan semangat kolaborasi pelaku seni dan apresiasi masyarakat terus bergulir memberikan kontribusi bermakna terhadap khazanah seni budaya Indonesia masa kini. (Elly Simanjuntak | Foto: Dok. Indonesia Bertutur/Elly)