Membangun mental yang kuat selama bekerja di law firm tier 1 yang ramah perempuan dan berorientasi organic promotion menjadi highlight baginya dalam mengarungi perjalanan berkarier di dunia hukum.
Menjadi seorang dokter adalah cita-cita awal Sakurayuki. Namun, tak disangka takdir berkata lain, perempuan yang biasa disapa Yuki ini malah mengawali masa kuliahnya pada tahun 1990 di Universitas Trisakti sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Elektro. Sebelum akhirnya, setahun kemudian dia pindah ke Universitas Indonesia untuk menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Setelah lulus kuliah dia memulai kariernya bekerja di law firm Soemadipradja & Taher (S&T) pada tahun 1996.
Kemudian, Yuki pindah ke Wiriadinata & Widyawan (W&W) yang sekarang telah menjadi dua firma hukum yang berbeda, Widyawan & Partners (W&P) dan Wiriadinata & Soleh (WS). Pada tahun 2000, Yuki bergabung dengan Hiswara Bunjamin & Tanjung (HBT) in association with Herbert Smith Freehills. “Tak terasa hingga saat ini, hampir 24 tahun sudah saya berkarier di HBT, dari posisi junior associate hingga akhirnya meraih posisi sebagai partner,” ungkap Yuki dengan penuh suka cita.
LAWYER PEREMPUAN DIANDALKAN
Ketika ditanya mengenai persaingan kerja yang ketat dengan kaum Adam yang banyak bergelut di dunia hukum sebagai lawyer, Yuki berkata, “Banyak juga law firm yang lawyernya lebih banyak perempuannya, seperti di HBT.
Kalau berbicara mengenai ketangguhan, lawyer perempuan juga tidak kalah tangguh dengan para pria. Namun demikian, memang harus diakui, perjalanan karier lawyer perempuan terkadang lebih berliku ketimbang yang pria. Contohnya, ketika menikah dan mempunyai anak, banyak lawyer perempuan yang kemudian memilih untuk tidak bekerja lagi sebagai lawyer secara full time. Atau pindah bekerja untuk mencari karier yang lebih fleksibel dilakukan sambil mengurus anak dan keluarga dan bahkan ada yang berhenti bekerja untuk fokus kepada anak dan keluarga.”
Sementara, para lawyer pria mayoritas tidak perlu dihadapkan pada isu-isu perempuan seperti itu dan akhirnya bisa fokus meniti karier untuk mencapai posisi puncak.
Meraih kesuksesan dalam berkarier dan keluarga memang menjadi tantangan tersendiri untuk ibu yang memiliki satu orang anak ini. Selama 28 tahun malang melintang dalam dunia corporate lawyer, dia berusaha sebaik-baiknya, agar dapat menyeimbangkan diri antara pekerjaan dan rumah tangga. “Dukungan keluarga sangat diperlukan, termasuk pengertian dari atasan dan tim di kantor, khususnya di saat-saat tertentu ketika keluarga membutuhkan perhatian kita,” ucap Yuki yang menganggap kantor dan keluarga harusnya memiliki bobot yang sama dalam hierarki prioritas hidup, mengingat ujung-ujungnya apa yang kita dapat dari kantor akan diperuntukkan juga untuk keluarga.
“Kuncinya adalah komunikasi, komunikasi dengan atasan, tim, dan keluarga dalam mengelola prioritas hidup kita,” lanjut perempuan yang percaya bahwa semua masalah bisa diselesaikan dengan cara berkomunikasi dengan kepala dingin. Ketika ditanya manfaat yang diberikan oleh perusahaan untuk para perempuan yang bekerja di HBT.
“Perusahaan kami termasuk firma hukum yang ramah terhadap perempuan. Para perempuan di HBT diberikan waktu enam bulan untuk cuti ‘maternity leave’ dengan bergaji penuh. Sedangkan untuk para pria yang istrinya melahirkan, dia juga berhak mendapatkan cuti ‘paternity leave‘ selama tiga minggu, tanpa dipotong gaji. HBT juga menyediakan ruang untuk ibu menyusui dan stock pembalut gratis di toilet kantor,” papar Yuki yang sangat menghargai program Diversity & Inclusion (D&I) di HBT yang membuat HBT sebagai kantor ramah perempuan yang baru diakui oleh Chambers sebagai ‘Asia Pacific Diversity & Inclusion Law Firm of the Year 2024’.
Baca selengkapnya di Women's Obsession Magazine Edisi 116