Kakena: Pride of Nusantara

Local brand dari pebisnis muda yang membawa misi mulia, yakni mengajak masyarakat untuk lebih mencintai Indonesia melalui budaya dan alamnya

 

Kakena Craft House hadir dari suatu mimpi untuk negeri kami. Kami berprinsip mencintai alam dan menghargai budaya dan nilai humanisme Indonesia. Juga ingin mengajak anak Indonesia juga merasakan dan ikut bersuara melalui mimpi dan tujuan kami,” ungkap Nicola Christie, creative manager of Kakena.

Kakena berasal dari kata ‘Wedakakena’ dalam bahasa Jawa yang berarti serbuk kayu. Sebagian besar produknya yang terdiri dari bags, accessories, dan wallets menggunakan tenun ikat dan cork atau wood material. Tenunnya tidak hanya satu daerah, tetapi
berbagai wilayah di setiap koleksi.

“Indonesia terdiri dari ribuan pulau, kami membawa konsep travelling. Di setiap edisi, kami menyuguhkan kain tenun yang berasal dari Indonesia Timur hingga Indonesia Barat, sehingga Laskar Kakena akan merasakan experience dan journey yang berbeda dari ciri khas budaya dan warna setiap daerah yang mencerminkan betapa beragamnya Indonesia,” tutur Nicola.

Selain menggunakan bahan yang bernuansa Nusantara dan eco friendly, sambung Nicola, Kakena tidak menggunakan material kulit hewan. Menariknya lagi, semua produk kakena itu limited edition.

“Karena kami purchase tenun hanya satu kali sajauntuk satu artikel dan semua tenun handmade, jadi kami tidak bisa menjanjikan bahwa si penenun membuat corak yang sama,” terang Nicola.

Harga yang ditawarkan pun ramah di kantong sekitar Rp200.000 hingga Rp400.000.
Kakena telah merilis dua artikel, pertama ‘Sabda Timor’. Mereka mengambil tenun Kanatang (Sumba Timur) dan Ayotupas NTT).

Tenun Kanatang merupakan kain yang dikhususkan untuk penasihat raja, bercirikan motif hewan seperti kuda, buaya, ayam, burung kakaktua, rusa, udang, dan lainnya. Setiap hewan memiliki filosofi masing-masing.

Misalnya, rusa menggambarkan keagungan dan keindahan. Bentuk tokek menginsyaratkan
tamu yang datang berkunjung dan kehidupan bermasyarakat di daerah kecamatan Ayotupas.

Sementara artikel kedua adalah ‘Kisah Dewata’. Semua tenunnya diambil dari Desa Tengganan, Bali. “Kami memilih desa ini karena di dalamnya masih tersisa salah satu budaya Bali yang masih kental, yaitu proses tenun turun-menurun dari nenek moyang.

Warga Tengganan percaya bahwa setiap tenun memiliki identitas dan arti mendalam,” Nicola mengisahkan. Dia berharap, semoga ke depan Kakena bisa mencakup wilayah yang lebih luas lagi mulai dari Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Naskah: Giattri F Putri | Foto: Dok. Kakena