Naskah: Angie Diyya | Foto: Aldi Haryo
“Begitu kami berhasil mencerdaskan anak bangsa, barulah kami akan berbagi metode ini ke negara lain.”
Pendidikan merupakan kunci bagi masa depan generasi muda, dan tiap inovasi dalam metode pengajaran dapat membuka jalan baru menuju pemahaman yang lebih baik. Selama ini, pelajaran matematika sering dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi banyak siswa. Namun, Prof. Yohanes Surya berusaha mengubah stigma tersebut dengan pengenalan metode yang disebut Gasing, singkatan dari Gampang, Asik, Menyenangkan.
Melalui pendekatan ini, dia berhasil mengubah pandangan terhadap pelajaran hitungan yang sering dianggap sulit. “Dari kecil, saya suka matematika dan fisika. Waktu SMA, saya merasa pelajaran ini harusnya bisa dibuat lebih mudah. Teman-teman saya menganggapnya sulit, tapi menurut saya, ini bisa disederhanakan,” ungkap sang Fisikawan dan Matematikawan ini saat berkunjung ke kantor Obsession Media Group. Dengan keyakinan itulah, dia bertekad membuat pelajaran matematika lebih menarik dan menyenangkan.
Perjalanan Prof. Yohanes dimulai ketika dia menulis buku fisika semasa kuliah, yang langsung diterima antusias oleh para siswa SMA di seluruh Indonesia. Dia juga menjabat sebagai pelatih Tim Fisika Indonesia untuk Olimpiade sejak 1993. Namun, pencapaian terbesarnya adalah saat menerapkan metode Gasing di daerah-daerah terpencil seperti Tolikara dan Wamena. Dalam waktu singkat, anak-anak yang sebelumnya kesulitan belajar matematika berhasil menguasai materi tingkat SD hingga SMA. “Banyak yang menganggap mereka tidak mampu, padahal mereka sangat cerdas. Ini semua soal metode yang tepat,” jelasnya.
Inti dari metode Gasing terletak pada menciptakan kebahagiaan dalam proses belajar. “Anak-anak belajar sambil bernyanyi, menari, dan tertawa. Saat mereka bahagia, otak mereka bekerja lebih baik,” kata Prof. Yohanes. Menurutnya, tekanan yang berlebihan justru menghambat proses berpikir anak. Selain itu, metode ini juga terbukti efektif bagi anak-anak berkebutuhan khusus. “Di Bojonegoro, kami melatih 20 anak dengan ADHD. Setelah dua minggu, mereka sudah bisa menguasai perkalian dan menyelesaikan soal matematika,” ujarnya penuh semangat.
Melalui metode Gasing, Prof. Yohanes tidak hanya ingin mencerdaskan anak-anak, tetapi juga menekankan pentingnya pengembangan soft skills. “Metode ini terdiri dari delapan kecerdasan dan keterampilan Abad 21 yang perlu dikembangkan di Indonesia, yaitu 8C: Creativity, Communication, Critical Thinking, Collaboration, Character, Culture, Computational Logic, dan Compassion,” jelasnya. Dia percaya bahwa pendidikan harus dilakukan dengan hati, sebagai kunci menciptakan guru yang berdedikasi.
Lebih dari 6.000 guru telah mengikuti pelatihan dan mengalami transformasi dalam cara mengajar. “Ada guru yang dulunya dikenal sebagai ‘ibu monster,’ sekarang justru menjadi sosok yang dinanti murid-murid,” ungkapnya. Di Wamena, pelatihan melibatkan total 320 guru yang sebelumnya kesulitan mengajar. Kini, mereka merasakan perubahan signifikan dan memiliki motivasi tinggi untuk mengajar.
Bicara tentang cita-cita, Prof. Yohanes berharap dalam 15 tahun ke depan, Indonesia dapat melahirkan generasi yang mampu bersaing dengan negara maju seperti Amerika. “Visi kita adalah mencapai Indonesia Emas 2045. Dengan metode ini, kami yakin bisa mencapainya,” tegasnya. Dia mengungkapkan bahwa sudah ada permintaan dari 20 negara untuk menerapkan metode Gasing, namun kini ia masih ingin fokus dahulu pada Indonesia. “Begitu kami berhasil mencerdaskan anak bangsa, barulah kami akan berbagi metode ini ke negara lain,” sambungnya.
Mengubah tantangan pendidikan menjadi peluang adalah komitmen yang dipegang oleh Prof. Yohanes. Dengan semangat yang tak pernah padam, dia berharap dapat membangun masa depan cerah bagi generasi muda Indonesia melalui pendidikan yang menyenangkan dan bermakna. “Saya yakin, tidak ada anak yang bodoh. Semua anak bisa menjadi hebat, asal diberi kesempatan dan metode yang tepat,” tutupnya dengan optimis.**