“Menurut saya setiap manusia membutuhkan ruang untuk ‘meluapkan’ perasaan dan saya beruntung sekali bekerja di dunia seni peran,
sehingga memiliki wadah untuk berekspresi.”
Dunia seni peran, baik dalam film maupun teater, sastra, dan tulis-menulis bagi seorang Happy Salma tidak akan pernah terpisahkan sejak dulu hingga sekarang ini. Penulis novel Hanya Salju dan Pisau Batu bersama Pidi Baiq ini mengaku saat membaca karya sastra dia menemukan perasaan-perasaan empati yang tinggi.
“Kalau saya mengutip kata-katanya Martin Suryajaya, dia pernah mengatakan di salah satu podcast-nya bahwa dalam dunia sastra kita bisa menemukan solidaritas batin dan saya pun sangat setuju dengan pendapat tersebut. Batin saya seperti terpaut saat menikmati karya sastra, termasuk juga seperti bisa memahami apa yang dialami orang lain dan memunculkan perasaan-perasaan manusiawi di dalam diri kita,” ungkapnya kepada Women’s Obsession.
MEMAHAMI KARAKTER LEWAT SASTRA
Perempuan kelahiran 4 Januari 1980 ini senang membaca karya-karya yang menceritakan tentang perasaan, sekaligus pengalaman manusia yang bermanfaat untuk pembaca. Lalu, dari situ dia pun bisa menemukan kata-kata mutiara yang dijadikan pegangan untuk dirinya dalam menjalani kehidupan ini.
“Dengan menyukai karya sastra, itu membantu saya memahami aneka karakter yang bisa saya praktekkan di dalam dunia akting, sekaligus mengenali perasaan-perasaan yang ada dalam beragam ‘drama’ kehidupan manusia sesungguhnya. Sehingga, saya mempunyai keluwesan memainkan peran berdasarkan interpretasi atau sudut pandang terhadap berbagai karakter yang saya mainkan baik di dunia teater, sinetron, webseries maupun film,” paparnya berterus-terang.
Setiap peran atau pekerjaan dalam menjalankan prosesnya pastinya memiliki dampak, pengalaman, dan menambah wawasan baru, apalagi Happy harus bekerja sama dengan baik bersama produser, sutradara, lawan main, dan tim kerja. Setelah itu, film dirilis dengan kegiatan promosi dan lain sebagainya, rangkaian ini bagi dirinya terasa sangat ‘menggairahkan’.
TANTANGAN DALAM SENI PERAN
Dalam menerima tawaran bermain peran, selain melihat naskah ceritanya terlebih dahulu, Happy biasanya akan melihat dengan siapa saja akan bekerjasama. Perempuan yang masuk menjadi nominasi best actress pada Asian Film Awards 2023 ini melanjutkan, “Seperti, dalam film Guna-guna Istri Muda, saya senang sekali bisa bekerja sama dengan sahabat-sahabat di masa lalu seperti Robby Entarto, Lulu Tobing, Anjasmara, Doni Damara, dan lainnya. Saya sendiri belum pernah bekerja sama dengan Falcon Pictures dalam durasi waktu yang lama, jadi menarik juga untuk pembelajaran diri saya. Jadi, patokan saya dalam mengambil suatu peran lebih karena faktor waktu, tempat, situasi, cerita maupun peran yang saya terima, dan tak sekadar honor yang didapatkan.”
Seperti di film Before Now and Then, Happy bermain dengan intensitas emosi yang harus stabil dan terasa sangat melelahkan, karena tidak boleh menangis, tetapi harus memancarkan kesedihan hanya lewat mata saja. Ini diakui terasa cukup challenging bagi Happy dalam mengatur staminanya.
MENJAGA WARISAN BUDAYA LOKAL
Saat membuat buku biografi Desak Nyoman Suarti berjudul The Warrior Daughter, Happy melihat betapa kayanya motif-motif leluhur Indonesia. Namun, banyak orang yang menghakpatenkan dan mengambil keuntungan pribadi menjualnya ke luar negeri, sementara harusnya market perhiasan khas Indonesia berjaya di negeri sendiri.
Dalam kegiatan menulis buku yang mendalami motif-motif perhiasan Indonesia ini, dia bertemu dengan sahabatnya Dewi Sri Luce, putri dari Suarti dan mengajak bekerja sama bergabung membesarkan Tulola pada
tahun 2010. Dengan latar belakang seni dan pengetahuan mendalam tentang budaya, perempuan yang suka dengan perhiasan emas ini pun mulai menjelajahi dunia perhiasan klasik yang memancarkan keindahan tradisional. Happy berperan sebagai konseptor desain, sementara Sri yang mewujudkan konsep tersebut dengan bantuan para perajin lokal yang berada di Bali.
Baca selengkapnya di e-magazine Women's Obsession 120