Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Nasdem
Duduk di bangku parlemen sebagai seorang legislator, Amelia Anggraini dikenal sebagai sosok yang sangat vokal terhadap kepentingan masyarakat terutama perempuan. Bicara tentang pencapaian, dia mengaku perannya kolektif dalam mengambil kebijakan terkait dengan tugas dan fungsi anggota di parlemen.
“Dalam pembahasan berbagai hal kami bersama-sama mengkaji, menganalisa, dengan bermacam pro kontra, berbeda pandangan dan pendapat. Kemudian, kami selesaikan dengan mempertimbangkan yang terbaik untuk rakyat dan bangsa Indonesia. Dalam proses itulah ada peran aktif dan Insya Allah prinsipnya adalah bekerja terbaik untuk kepentingan rakyat yang saya wakili,” ujar anggota komisi IX DPR RI ini. “Dapil saya, Jawa Tengah kondisi geografisnya dikelilingi gunung, masyarakatnya mengandalkan penghasilan dari sektor pertanian, berdagang, nelayan dan bekerja di luar negeri sebagai pekerja migrant, saya ingin memastikan masyarakat di sana lebih sehat dan terdidik.”
Berbicara perihal momen hari Kartini, dia pun menerangkan, “Bagi saya hari Kartini adalah hari ‘pembebasan’ kaum perempuan dari dominasi budaya yang meletakkan perempuan hanya sebatas ‘pelengkap’ kehidupan. Padahal, sejatinya perempuan adalah penentu banyak hal dalam kehidupan.”
Baginya, Kartini adalah sosok perempuan yang berani melampaui batas diri konteks zamannya dengan melawan budaya feodalisme keluarga maupun patriarki. Hal ini begitu menginspirasinya, karena sampai sekarang masih terlihat banyak perlakuan diskriminatif terhadap eksistensi kaum perempuan. Oleh karena itu, kita semua sebagai kaum perempuan harus meneruskan cita-cita dan mewarisi semangat Kartini pada setiap zamannya.
Ketua DPP Partai NasDem bidang Kesehatan, Perempuan, dan Anak ini mengatakan, “Dalam beberapa hal, memang terkadang laki-laki lebih dominan dari perempuan. Namun, jika karakter seorang perempuan bisa menyetarai, maka itu hal yang mengagumkan.” Menjadi perempuan memanglah takdir, namun sosok perempuan cerdas adalah pilihan. Termasuk menjadi perempuan berkarakter.
“Bagi saya modal utama perempuan untuk memerdekakan dirinya atas belenggu yang berkepanjangan adalah memanfaatkan waktu, tenaga, dan keberanian. Sehingga perempuan menjadi berkarakter, berdaya, dan tidak lagi menjadi obyek dalam segala hal,” lanjutnya.
Kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam politik adalah hal yang jelas, karena undang-undang sudah mengatur dan memberikan ruang. Menurut Amelia menumbuhkan rasa percaya diri dan terus belajar membangun kapasitas diri, menjadi syarat wajib dalam rangka mengisi peran-peran strategis dalam bidang politik. Dia tidak menampik kecenderungan adanya rasa kurang percaya diri perempuan bersaing dengan laki-laki di masyarakat. Kemudian soal budaya dan stigma masyarakat yang masih menempatkan perempuan sebagai warga negara kelas dua. Ini bisa dijawab dengan peningkatan kualitas, kapasitas, dan kualifikasi di segala bidang. Semua harus didorong melalui kebijakan-kebijakan yang pro terhadap kaum perempuan.
Menurutnya, “Kebijakan itu didasari juga dengan pertimbangan-pertimbangan keperempuanan. Artinya, dalam kebijakan tersebut harus ada pelibatan perempuan baik sifatnya psikologi maupun sosiologi, sehingga tidak diskriminatif dan abai terhadap potensi maupun peran perempuan.”
Amelia menyayangkan kebijakan kuota 30% kursi perempuan yang sudah diberlakukan dalam dua pemilu sebelumnya, ternyata belum mampu mendorong secara signifikan keterwakilan mereka di parlemen. Pada periode 2014-2019, anggota DPR perempuan berjumlah 97 orang atau 17,32% dari total 560 orang, turun dibanding periode 2009-2014 sebanyak 100 orang atau 17,86% kuota kursi. Angka itu jauh tertinggal dibandingkan Norwegia dan Selandia Baru dengan perempuan parlemen mencapai 41%, sementara Amerika Serikat sebanyak 28%.
Memasuki tahun politik dan menyambut perhelatan pada 2019, dia mengajak seluruh kaum perempuan untuk ‘bangkit’ berpolitik. “Mari kita berlomba-lomba berprestasi dan mengisi ruang kosong ini. Kemudian, perempuan-perempuan yang duduk di kepengurusan parpol terus berjuang memainkan peran-peran strategis, berkarya secara optimal, sehingga kita dapat lebih mempunyai peran di masa yang akan datang dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara yang sama-sama menerapkan sistem demokrasi,” tegasnya.
Perempuan harus sadar politik, ikut terlibat di dalamnya, jangan hanya menjadi penonton dan objek politik. Masa depan juga ditentukan oleh peran mereka, karena perempuan itu sekolah pertama bagi anak-anak sebagai generasi penerus dan pewaris bangsa ini.
Naskah: Angie Diyya Foto: Fikar Azmy & Dok. Pribadi