Kesetaraan dalam peluang kerja dan kehidupan masih menjadi isu yang perlu perhatian serius. Meski banyak kemajuan tercapai, ketimpangan tetap terasa, terutama dalam kesempatan promosi dan kepemimpinan di dunia profesional. Data dari laporan tahunan McKinsey & Company menunjukkan bahwa dalam satu dekade terakhir, jumlah perempuan di posisi C-level meningkat dari 17% pada 2015 menjadi 29% di 2025. Namun, di level manajerial awal, tantangan masih besar. Dari 100 laki-laki yang dipromosikan dari level entry ke manajer, hanya 81 perempuan yang mendapat kesempatan serupa.
Ketimpangan ini tidak hanya terjadi di sektor korporasi secara umum, tetapi juga dalam industri yang menuntut jam kerja panjang dan mobilitas tinggi, seperti konsultan. Phillia Wibowo, Partner & Leader of McKinsey People & Organizational Performance, menyoroti bahwa perempuan di bidang ini masih menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan karier hingga level senior. “Saat saya menjadi partner di McKinsey, hanya sekitar 10% dari new partner yang perempuan. Hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia,” ujarnya. Data McKinsey menunjukkan bahwa di level VP dan C-level, rasio laki-laki masih mencapai 70%.
Fenomena ini menunjukkan bahwa masih ada pola pikir yang membatasi individu berdasarkan gender. Sering kali, ada anggapan bahwa pekerjaan tertentu lebih cocok untuk laki-laki atau perempuan, sehingga menghambat kesempatan yang seharusnya terbuka bagi semua. Direktur OCBC, Lili Suharli, menegaskan pentingnya meritokrasi dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif. "Kita semua berbeda, tetapi perbedaan itu justru menjadi kekuatan. Jika kita terus mengotak-ngotakkan pekerjaan berdasarkan gender, kita hanya akan membatasi potensi individu. Oleh karena itu, kami merasa perlu adanya gerakan yang mendorong kesempatan setara bagi semua, baik laki-laki maupun perempuan," ujarnya.
Salah satu langkah nyata yang dilakukan OCBC adalah melalui kampanye #BaiknyaBarengBareng, yang bertujuan mendorong kolaborasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan inklusif. Momentum menuju Hari Perempuan Internasional 2025 menjadi pengingat penting bahwa upaya mendorong inklusivitas tak bisa dilakukan sendiri. Kesetaraan bukan hanya perjuangan perempuan, melainkan kerja bersama semua pihak. Kolaborasi menjadi faktor utama dalam membangun ekosistem yang lebih adil dan terbuka bagi semua.
Sebagai individu yang memiliki pengalaman langsung dalam menghadapi bias gender, aktor dan content creator Denny Sumargo berbagi pandangannya. Dia menekankan bahwa pembagian peran dalam keluarga dan masyarakat tidak lagi bisa didasarkan pada mitos lama. "Sebagai laki-laki, saya percaya bahwa peran dalam rumah tangga bukan hanya tugas perempuan. Di keluarga, saya dan istri berbagi tanggung jawab dalam segala hal, mulai dari urusan rumah hingga bisnis. Dengan kerja sama yang baik, kita bisa mencapai lebih banyak hal," ujarnya.
Dalam hal profesional, membangun lingkungan yang inklusif berarti menciptakan kesempatan yang adil bagi semua individu untuk berkembang. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui kampanye publik yang mendorong meritokrasi sebagai fondasi utama. Kampanye seperti #BaiknyaBarengBareng menjadi contoh bagaimana perusahaan dan komunitas dapat berkontribusi dalam menciptakan sistem yang lebih adil, mendorong kolaborasi, dan membuka peluang bagi semua orang untuk mencapai potensi terbaiknya.
Phillia menambahkan bahwa salah satu tantangan terbesar bagi perempuan dalam mempertahankan karier hingga level atas adalah kurangnya dukungan, baik dalam bentuk kebijakan perusahaan maupun ekosistem yang memadai. “Kalau ada fasilitas yang mendukung, lebih banyak perempuan bisa terus berkarier,” ujarnya. McKinsey sendiri telah menunjukkan progres dengan meningkatnya jumlah partner perempuan menjadi 30%.
Aleta Hanafi, Brand and Communication OCBC, menekankan bahwa gerakan ini lahir dari aspirasi untuk menciptakan ruang yang lebih terbuka bagi semua orang. "Gerakan ini merupakan bagian dari aspirasi kami untuk memberikan inspirasi bahwa untuk dapat maju, perlu adanya kesempatan bagi semua untuk dapat saling berkontribusi tanpa terpengaruh bias apa pun, termasuk gender. Namun, fokus pada kapabilitas masing-masing dan bagaimana saling berkolaborasi untuk meraih tujuan yang diinginkan," ujarnya.
Membuka lebih banyak peluang bagi setiap individu bukan hanya soal keadilan, tetapi juga strategi untuk membangun masyarakat yang lebih maju. Dengan memastikan kesempatan berkembang yang setara, baik di lingkungan kerja maupun kehidupan sosial, setiap orang dapat berkontribusi lebih maksimal. Inisiatif seperti ini menjadi langkah kecil namun berdampak besar dalam perjalanan menuju dunia yang lebih inklusif.
[Angie | Foto: Dok. OCBC]