Kartini Inspiratif 2025 | Juliana Cen - Memimpin dengan Hati, Mencipta dengan Teknologi

Managing Director HP Indonesia

Dalam tiap jejaknya di HP Indonesia, dia menyulam inovasi dengan nilai. Sebagai pemimpin, dirinya tak hanya mampu memetakan arah bisnis, tetapi turut membuka jalan bagi inklusivitas, keberagaman,

dan transformasi sosial yang berdampak.

 

 

Berada di tengah pesatnya laju inovasi teknologi, lantangnya suara perempuan yang berani dan penuh empati menjadi semakin relevan dan dibutuhkan. Juliana Cen, sosok di balik kepemimpinan strategis HP Indonesia saat ini, hadir sebagai contoh ketika kekuatan teknologi dapat berpadu dengan visi inklusif menciptakan dampak luar biasa di ruang kerja.

 

Sebagai Managing Director, dirinya tak hanya semata-mata memimpin sebuah perusahaan global, namun turut mengarahkan langkah menuju masa depan yang lebih adil, setara, dan manusiawi. “Saya percaya teknologi memegang peranan menciptakan perubahan positif yang signifikan dan meningkatkan kehidupan orang banyak. Di HP Indonesia, saya berkomitmen memanfaatkan teknologi dan inovasi demi membantu negara ini mencapai potensi terbaiknya,” ujar Juliana kepada tim Women’s  Obsession.

 

Bagi pecinta olahraga renang dan Hyrox ini, berbicara mengenai teknologi sama dengan membahas alat transformasi. Komitmennya terhadap keberlanjutan dan inklusivitas terpatri dalam setiap kebijakan dan inisiatifnya di perusahaan tempatnya bernaung, seiring keyakinannya bahwa kesuksesan tidak hanya diukur dari pencapaian angka, tetapi dari seberapa besar dampak positif yang bisa diciptakan. 

 

“Kami berfokus pada pengembangan teknologi yang berkelanjutan dan inklusif, agar dapat menghadapi berbagai tantangan besar di masyarakat secara lebih efektif,” katanya optimis.

 

Meski dunia kerja yang masih menghadapi ketimpangan gender, Juliana berpegang pada komitmen menciptakan peluang yang setara. Hal ini sejalan dengan target global HP untuk mencapai kesetaraan gender 50/50 pada tahun 2030. Bukan sekadar jargon, komitmen ini dibuktikan lewat beragam program yang diinisiasinya, seperti program mentoring, pelatihan kepemimpinan untuk perempuan, hingga kebijakan kerja yang inklusif. Dia meyakini keberagaman dalam kepemimpinan menghadirkan perspektif yang lebih kaya dan mendorong terciptanya inovasi lebih kuat dan pesat.

 

“Saya ingin memastikan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh, memimpin, dan berkembang. Salah satu cara mempercepat lahirnya perubahan yang berkelanjutan adalah dengan mendorong lebih banyak perempuan menempati posisi strategis,” tegas alumnus Binus University tersebut.

 

Berbicara mengenai kepemimpinan transformatif yang diterapkan, tampaknya tidak bisa terlepas dari kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan. Misi itu tidak hanya lahir dari ruang kerja, tetapi juga dari ruang hatinya yang paling personal. Pengalaman pribadi sebagai seorang ibu neurodivergen dari anak kembar autisme membuat dirinya tergerak menjadi pejuang hak-hak penyandang disabilitas.

 

Perjuangan menciptakan ruang kerja inklusif tersebut merupakan amanat korporat sekaligus panggilan hidup. “Sebagai seorang ibu neurodivergen, saya tahu persis seperti apa rasanya berada dalam sistem yang tidak selalu terbuka atau memahami keberagaman. Maka dari itu, saya menjadikan inklusivitas sebagai bagian yang tak terpisahkan dari cara saya memimpin,” ungkap Juliana serius.

 

Visi inklusif Juliana tak berhenti pada ranah sosial dan dunia kerja. Pelestarian wastra Nusantara menjadi salah satu bidang yang tak luput dari perhatiannya. Kain-kain tradisional Indonesia itu menurutnya tidak hanya bisa dijaga dan diarsipkan, tetapi juga diberdayakan secara berkelanjutan melalui teknologi, agar tetap hidup dan relevan di tengah arus globalisasi. “Teknologi bukanlah ancaman, tapi alat yang dapat menjadi penggerak kuat dalam upaya pelestarian,” katanya.

 

Kepemimpinan sejati menurutnya selain demi membawa perubahan, juga memastikan hal itu dapat dirasakan semua orang. Melalui empati, teknologi, dan nilai-nilai membumi, dia menjahit inovasi dan inklusi yang berkeadilan. Karena pada akhirnya, dunia yang lebih baik bukan hanya harus diciptakan, tetapi harus bisa diakses oleh siapa saja.

 

Naskah: Arfiah Ramadhanti | Foto: Razzak Jauhar | Digital Imaging: Fikar Azmy

 

Simak selengkapnya di e-magazine Women´s Obsession edisi 124