Gajah menjadi salah satu simbol keseimbangan alam di hutan tropis Sumatera yang kaya kehidupan,namun kini menghadapi ancaman serius. Kisah tentang upaya menjaga keberlangsungan satwa ini hadir melalui film dokumenter “Berbagi Ruang untuk Bukit Tigapuluh”, hasil kolaborasi Permata Bank, WWF-Indonesia, Kite Entertainment dan aktor Chicco Jerikho. Peluncurannya bertepatan dengan Hari Gajah Sedunia, mengajak publik untuk melihat lebih dekat arti hidup berdampingan dengan alam.
Direktur Permata Bank, Meliza Musa Rusli, menegaskan pentingnya tanggung jawab bersama melindungi gajah Sumatera yang kini berstatus Critically Endangered. “Hilangnya mereka akan berdampak pada alam dan generasi mendatang,” ujarnya pada peluncuran film dokumenter di XXI Epicentrum Jakarta (12/8).
Menteri Kehutanan Raja Juli Anton yang turut hadir menyaksikan, mengingatkan bahwa populasi gajah Sumatera kini hanya tersisa 22 kantong dari 44 kantong pada era 1980-an. Populasi yang terfragmentasi membuat jumlahnya kian menurun hingga diperkirakan hanya sekitar 1.100 ekor. “Kami membuka pintu selebar-lebarnya untuk kolaborasi multisektor guna menyelamatkan satwa karismatik ini,” katanya.
Chief of Corporate Affairs & Sustainability Permata Bank, Katharine Grace, menyebut film ini sebagai bagian dari komitmen berkelanjutan bank dalam keberlanjutan lingkungan dan sosial. “Program ini merupakan bagian dari perjalanan keberlanjutan Permata Bank. Kami ingin langkah yang diambil lebih strategis dan memberi dampak nyata, khususnya bagi pelestarian lingkungan serta pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar,” ujarnya.
Program yang telah berjalan sejak 2024 ini berfokus di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, wilayah yang menjadi rumah bagi gajah Sumatera. Grace mengatakan, pilihan ini bukan tanpa alasan karena gajah dikenal sebagai induk dari hewan. “Satu tapak gajah itu banyak satwa-satwa lain bisa hidup,” jelasnya, menggambarkan peran penting spesies tersebut dalam menjaga ekosistem.
Kolaborasi ini diwujudkan dalam berbagai aksi nyata, mulai dari penanaman pohon gaharu dan kopi robusta di jalur jelajah gajah hingga pengembangan budidaya madu lokal yang bermanfaat bagi warga sekitar. Inisiatif lain mencakup perbaikan sekolah di area tersebut agar anak-anak di sekitar taman nasional memiliki akses pendidikan yang lebih baik. Upaya ini juga melibatkan karyawan Permata Bank yang menjadi relawan di lapangan.
Grace menjelaskan bahwa film dokumenter ini menjadi sarana untuk mengajak lebih banyak orang terlibat dalam upaya konservasi gajah Sumatera. Ia optimis penonton akan terdorong menjadi penyelamat dan pembela satwa ini. Melalui program Adopt a Tree yang dijalankan WWF, Permata Bank mengajak tidak hanya karyawan internal, tetapi juga masyarakat luas untuk menanam pohon di koridor jelajah gajah. Dengan donasi Rp125.000, satu pohon akan ditanam di koridor gajah, lengkap dengan nama donatur dan pemantauan pertumbuhan pohon tersebut. Cara ini diharapkan memberi kesempatan masyarakat ikut serta langsung dalam konservasi.
CEO WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda, menekankan bahwa pelestarian gajah tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. “Untuk mengkonservasi gajah, kita harus melibatkan semua pihak. Gajah tidak tahu batas-batas wilayah administrasi, ia hanya mengikuti jalur jelajah alaminya. Namun, jalur ini sekarang banyak yang sudah berubah menjadi perkebunan atau pemukiman. Oleh karena itu, pendekatan konservasi di Bukit Tigapuluh ini harus melibatkan semua pihak, dari pemerintah hingga swasta, untuk memastikan gajah dan manusia bisa berbagi ruang,” ujarnya. Menurutnya, film dokumenter ini juga menjadi sarana membangun ikatan emosional antara masyarakat dan satwa.
Aktor Chicco Jerikho, yang turut terlibat dalam produksi film, mengatakan keterlibatannya berangkat dari kepedulian pribadi. "Sebagai seorang aktor, sebagai seorang pecinta satwa dan juga aktivis lingkungan, saya ingin menggunakan suara saya untuk menyuarakan mereka yang tidak bisa menyuarakan diri mereka sendiri. Yaitu satwa-satwa yang ada di Indonesia, khususnya yang Gajah Sumatra,” tegasnya.
Chicco menyebut semangat “berbagi ruang dengan hati” sebagai inti pesan film ini. Ia mengajak publik untuk melihat langsung kondisi ekosistem Bukit Tigapuluh dan menyadari bahwa ruang hidup satwa adalah bagian dari ruang hidup manusia. “Mari berbagi ruang, bukan hanya di hutan, tapi juga di hati, untuk gajah, alam, dan generasi mendatang,” ujarnya. (Angie)