“Bunga Penutup Abad” Kembali Hadir, Rayakan Seabad Pramoedya Ananta Toer

Seabad kelahiran sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer dirayakan dengan cara yang istimewa: pementasan kembali teater Bunga Penutup Abad. Setelah sukses dipentaskan pada 2016, 2017, dan 2018, produksi Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation ini akan hadir pada 29–31 Agustus 2025 di Ciputra Artpreneur, Jakarta.

Bagi Happy Salma, produser sekaligus pemeran utama, karya Pramoedya selalu meninggalkan jejak mendalam. Kisah Nyai Ontosoroh, Minke, dan Annelies menurutnya relevan hingga kini karena sarat nilai kemanusiaan dan semangat kebangsaan.

“Mengangkatnya kembali ke panggung adalah cara kami merayakan sekaligus mengingatkan kita semua untuk semakin mencintai bangsa ini,” ujarnya.

Pementasan ini terasa lebih istimewa karena bertepatan dengan peringatan 100 tahun kelahiran Pramoedya. Momentum itu dijadikan refleksi atas kontribusi Pram terhadap sastra, sejarah, dan kebudayaan Indonesia. Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, menyebut pementasan ini sebagai jembatan yang efektif untuk mengenalkan karya besar Pram kepada generasi baru.

Bunga Penutup Abad merupakan alih wahana dari dua buku pertama Tetralogi Buru, Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa. Ceritanya mengisahkan Nyai Ontosoroh dan Minke setelah Annelies dipaksa ke Belanda. Kehidupan Annelies disampaikan melalui surat-surat Panji Darman, pegawai Nyai Ontosoroh yang mendampinginya. Surat demi surat membuka nostalgia masa lalu hingga akhirnya kabar duka datang: Annelies meninggal di negeri asing. Meski terpukul, Minke tetap melanjutkan sekolah ke Batavia dengan membawa lukisan karya sahabatnya, Jean Marais, yang diberi nama Bunga Penutup Abad.

Pementasan tahun ini menghadirkan deretan aktor ternama: Happy Salma sebagai Nyai Ontosoroh, Reza Rahadian sebagai Minke, Chelsea Islan sebagai Annelies, Andrew Trigg sebagai Jean Marais, dan Sajani Arifin sebagai May Marais. Wawan Sofwan kembali duduk di kursi sutradara sekaligus penulis naskah. Ia melakukan beberapa penyesuaian agar cerita lebih padat, segar, dan relevan bagi generasi muda. “Alih wahana ini bisa menjadi pemantik agar generasi muda semakin mengenal siapa Pramoedya dan pentingnya karya sastra Indonesia,” jelasnya.

Selain naskah yang diperbarui, skenografi panggung kali ini juga menggunakan sistem teknis baru yang belum pernah dipakai pada pementasan sebelumnya. Perubahan komposisi pemeran turut memberi nuansa segar: tokoh Jean Marais kini dimainkan Andrew Trigg menggantikan Lukman Sardi, sementara Sajani Arifin menghidupkan karakter May Marais.

Happy Salma berharap pementasan ini bukan hanya hiburan, tetapi juga sarana untuk meningkatkan apresiasi pada sastra Indonesia. “Dengan menonton Bunga Penutup Abad, kita belajar berempati, memahami kemanusiaan, dan mencintai tanah air. Pesan itu semakin relevan di bulan kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia,” ungkapnya.

Kehadiran pementasan ini juga tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, mulai dari Pertamina, Ciputra Artpreneur, BCA, Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta, hingga mitra media. Kolaborasi lintas sektor ini membuktikan bahwa seni pertunjukan dapat tumbuh subur bila didukung bersama.

Lebih dari sekadar panggung teater, Bunga Penutup Abad adalah ruang perenungan tentang cinta, perjuangan, dan kehilangan yang lahir dari pena Pramoedya. Ia mengajak penonton untuk kembali memahami sejarah dan identitas bangsa melalui medium seni. Di tengah derasnya hiburan populer, karya ini hadir sebagai pengingat bahwa sastra Indonesia tetap memiliki daya gugah yang abadi. (Gia)