Loyalitasnya dalam bekerja di dunia perhubungan dan
kebandarudaraan amat ditekankan wanita ini. Apalagi bidang yang
dibawahinya juga memang tidak awam dilakukan oleh perempuan,
sebab berhubungan dengan dunia teknik.
Sosok tegas, ulet, ramah, dan menjadi teladan barangkali sederet alasan dirinya
layak memegang amanah sebagai pemimpin. Loyalitasnya tak perlu diragukan.
Mengingat tiga dekade sudah dia berkecimpung di bidang ini.
Polana Banguningsih Pramesti telah menggeluti dunia tersebut sejak tahun 1987. Dia mengawali karier di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, dari menjabat sebagai Kepala Seksi Mutu Konstruksi Sipil, hingga Kepala Sub Direktorat Prasarana Bandara Kementerian.
Kecintaan pada dunia perhubungan dan kebandarudaraan membawanya memegang kendali penting dalam pembangunan bandara-bandara di Indonesia. Polana kemudian menjabat sebagai Direktur Teknik Angkasa Pura I (AP I) dan berhasil menjadikan bandara-bandara yang dibangunnya sebagai memiliki layanan terbaik di tingkat dunia.
Sebut saja antara lain Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali dan Bandara Juanda Surabaya yang
masuk dalam daftar tahun lalu. Bergabung di AP I pada tahun 2013, dia menghadapi target peningkatan CSI saat hampir semua bandara di lingkungan AP I perlu di-upgrade dan ditingkatkan kapasitasnya karena lack of capacity.
Alumnus Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengungkapkan ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan pada waktu itu, terutama terkait dengan peningkatan alat-alat produksi yang selain kekurangan kapasitas juga
mengalami proses ‘aging’.
Hal yang menjadi sasaran capaian antara lain beautifikasi bangunan terminal di 10 bandara yang bertujuan meningkatkan passenger experience dan pelayanan, serta melakukan perluasan terminal secara bertahap. Semua itu diparalelkan dengan peningkatan kualitas SDM dan sistem BIM yang masih dalam tahap penyelesaian.
Ada pula tugas persiapan pembangunan tiga bandara besar dan strategis, yaitu Surabaya,
Makasar, dan Bali. Penyelesaian Rencana Induk Bandara secara keseluruhan, Green Airport maupun Aiport Carbon Acreditation, serta upgrading semua sistem utama operasional bandara. Fokusnya dalam bekerja selama ini berpusat pada pemenuhan sarana dan prasarana perhubungan yang sesuai dengan permintaan lalu lintas sebagai mandatory issue untuk pelayanan transportasi baik darat, laut, maupun udara.
Strategi mengelola bandara yang dikelola AP I, antara lain pemenuhan standar keselamatan, keamanan dan pelayanan serta pemenuhan kapasitas bandara sesuai
permintaan lalu lintas penerbangan. Bahkan untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan sampai 10 tahun ke depan.
Lima tahun menjalani jabatan di AP I, kinerjanya dinilai optimal. Kini dia mendapatkan amanah baru sebagai Direktur Navigasi Penerbangan, Direkturat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan.
“Tanggung jawab saya dalam tugas baru ini adalah dalam kegiatan pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang navigasi penerbangan. Meliputi standarisasi dan prosedur navigasi penerbangan, operasi, teknik, personel navigasi penerbangan, serta pengawasan dan data keselamatan navigasi penerbangan,” paparnya.
Adapun targetnya kini adalah Realignment FIR, melaksanakan directive presiden untuk mengambil alih ruang udara Indonesia yang dikendalikan oleh Singapura. Peningkatan kapasitas bandara dan sinergi pembangunan bandara baru, safety performance, termasuk keselamatan navigasi penerbangan di Papua, dan lain sebagainya.
Hal ini sejalan dengan pandangannya tentang peran transportasi udara di negara kepulauan. “Saya ingin transportasi udara semakin baik dalam keselamatan, keamanan dan pelayanan transportasi, dengan standar setara internasional. Transportasi terutama perkotaan harus ditingkatkan, paling tidak seperti di Singapura. Perpindahan dari satu moda ke moda lain diharapkan mudah, selamat, dan nyaman,” ujarnya. Angie Diyya | Fikar Azmy
untuk membaca artikel selengkapnya, dapatkan majalah Women’s Obsession edisi Maret 2018