Jatuh bangun dirasakan para pendiri Indonesian Sign Language Interpreters (Inasli) saat proses pembentukan organisasi ini. Terlebih sekitar 15 tahun sebelum peresmian tersebut, Pinky Warouw selaku salah satu pendiri hanya memiliki beberapa teman interpreters, sementara untuk membentuk sebuah wadah dibutuhkan setidaknya lima orang anggota. Seiring berjalannya waktu, akhirnya terkumpullah jumlah minimal tersebut.
“Saat lima orang (dengar) sudah terkumpul, kami putuskan bahwa wadah ini harus didirikan demi memenuhi kebutuhan hak teman tuli. Beberapa lembaga pemerintahan yang menggunakan jasa kami pun turut mendorong keputusan tersebut, karena kerap kewalahan saat mencari interpreters di Indonesia, khususnya Jakarta,” ujar Pinky sang ketua Inasli kepada Women’s Obsession. Bertujuan memenuhi hak semua orang termasuk teman tuli, Inasli akhirnya diresmikan pada 2014.
Saat ini, Inasli memiliki dua kategori interpreters, yakni dengar dan tuli. Kehadiran anggota interpreters tuli bukan tanpa alasan. Mereka turut serta saat anggota dengar melakukan perannya sebagai interpreters di setiap kesempatan. Tugasnya adalah menyampaikan kekeliruan, jika interpreters dengar menampilkan bahasa isyarat yang salah atau sulit dimengerti.
Menjadi satu satunya yang resmi dan berbadan hukum, Inasli tidak hanya menjalankan misinya ‘membantu masyarakat untuk memperoleh layanan penerjemah bahasa isyarat yang profesional dan berkualitas’ pada acara berita televisi. Mereka sering ikut dalam beberapa kegiatan yang digelar oleh lembaga-lembaga, seperti pemerintahan, swasta, dan BUMN. Walaupun masih sangat jarang dilakukan di Indonesia, Inasli bahkan turut serta dalam acara-acara konser untuk membawakan bahasa isyarat bagi teman tuli, agar bisa menikmati acara tersebut.
Untuk membaca artikel selengkapnya, dapatkan majalah cetak dan digital Women's Obsession edisi September 2019