Polana B Pramesti | Memastikan Transportasi Aman di Tengah Pandemi

Kepala Badan Transportasi Jabodetabek

Berbicara tentang transportasi Jabodetabek, Polana B Pramesti, Kepala Badan Transportasi Jabodetabek menjabarkan dengan jumlah penduduk lebih dari 30 juta jiwa, wilayah Jabodetabek yang saat ini memiliki 88 juta mobilitas per hari menyumbang 20% dari pergerakan ekonomi nasional. Namun, pada sisi lain Jabodetabek juga memiliki berbagai permasalahan transportasi kronis yang terlihat dari kemacetan parah yang berdampak pada kerugian hampir Rp100 triliun per tahun.

 

“Itulah sebabnya perlu dilakukan pembenahan, agar transportasi yang seharusnya menjadi urat nadi perekonomian, khususnya di Jabodetabek tidak justru menjadi beban perekonomian. Mengingat Jabodetabek terdiri dari delapan Pemerintah Kota/Kabupaten dan tiga provinsi yang memiliki kewenangan pengelolaan transportasi wilayahnya masing-masing. Maka dibutuhkan kelembagaan yang mengoordinasikan, agar pengelolaan transportasi di Jabodetabek menjadi terintegrasi satu sama lain, itulah tugas BPTJ,” papar Polana. Integrasi transportasi menjadi penting sebab wilayah Jabodetabek saling ketergantungan dan keterhubungan dari sisi transportasi (aglomerasi).

 

Transportasi di Tengah Pandemi

Transportasi publik menjadi salah satu sektor yang menghadapi tantangan pada masa pandemi. Baik saat PSBB ataupun adaptasi kebiasaan baru, aktivitas dan pergerakan masyarakat pada dasarnya dibatasi mengacu pada aturan hukum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018. Tentang Kekarantinaan Kesehatan serta turunannya baik Peraturan Menteri Kesehatan ataupun Peraturan Daerah (Peraturan Gubernur, Peraturan Walikota, Peraturan Kabupaten). Transportasi pada masa pandemi tetap berjalan dengan pembatasan, bertujuan menfasilitasi pergerakan masyarakat yang masih diperbolehkan dan dalam rangka penegakan protokol Kesehatan.

 

Sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Kedua prinsip dasar tersebut harus dipahami, karena apabila pembatasan transportasi pada masa pandemi tidak diikuti konsistensi dan kedisiplinan pembatasan aktivitas masyarakat, maka ketersediaan layanan transportasi yang ada tidak mungkin mengakomodasi demand yang timbul dengan tetap mempertahankan protokol kesehatan, khususnya jaga jarak (physical distancing).

 

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Polana menuturkan BPTJ merumuskan strategi penyelenggaraan transportasi di Jabodetabek selama pandemi. Antara lain mempertahankan ketersediaan layanan transportasi perkotaan dengan tetap menegakkan protokol kesehatan. Beberapa hal yang menjadi perhatian adalah kapasitas angkutan umum berbasis jalan 50% - 85% dengan keharusan menjaga physical distancing. Sementara itu, di angkutan kereta api perkotaan (KRL Jabodetabek) kapasitas maksimal adalah 45% dengan kewajiban menegakkan physical distancing.

 

 

Penerapan Inovasi Digital

Untuk menjawab tantangan di tengah kondisi pandemi, ada beberapa bentuk inovasi maupun digitalisasi yang dilakukan, demi menjaga arus dan kelancaran transportasi. Salah satunya adalah aplikasi Lacak Trans. Aplikasi Lacak Trans diharapkan dapat membantu masyarakat melakukan pencegahan dini terhadap potensi penyebaran virus sebelum dan ketika bermobilitas, baik menggunakan angkutan umum massal maupun kendaraan pribadi.

 

Selain itu ada pula penerapan e-ticketing yang tengah dikembangkan BPTJ di Terminal Jatijajar dan selanjutnya pada terminal-terminal di bawah pengelolaan BPTJ. Kemudian yang ketiga ada pula sistem Aplikasi Pengendalian (SIAP KENDALI). Aplikasi ini sebagai upaya dalam mengoptimalkan pengendalian manajemen operasional pelayanan angkutan umum, khususnya di wilayah Jabodetabek.

 

Naskah: Angie Diyya | Foto: Fikar Azmy

MUA: Arman Armano Academy (081574666864)

 

Untuk membaca artikel selengkapnya, dapat diperoleh di majalah cetak dan digital edisi 66/2020