Rona Khas Frankenthaler

Bisa menjadi lokasi yang menarik untuk dikunjungi para pencinta seni dunia, karya lukis milik Helen Frankenthaler, seorang seniman ekspresionis abstrak asal Amerika, tengah ditampilkan di Dulwich Picture Gallery, Inggris. Dilaksanakan sepuluh tahun setelah kematiannya, pameran ini menyoroti potongan-potongan kayu inovatif sang seniman yang dijadikan sebagai media berkarya. Ukiran kayu miliknya selalu berhasil menciptakan sesuatu yang mirip dengan objek aslinya. Seperti halnya serat-serat kayu dan lekukan di kulit kayu yang serupa urat pada kulit manusia.

 

Berlangsung pada akhir Oktober 2021 hingga April 2022, pameran menampilkan ukiran kayu yang dihiasi dengan minyak nabati, jus murbei, kertas gampi Jepang, dan bubur kertas hingga menjadi karya nan indah. Salah satunya adalah ‘Freefall’, karya yang didominasi warna biru, keunguan, dan kuning. Hampir serupa dengan karya tersebut, ada ‘Tales of Genji III’ yang juga dihiasi gradasi warna biru.

 

Di sudut lain ruang pameran, terdapat karya berjudul ‘Gateway’. Sebuah karya yang diaplikasikan di pintu pembatas ruangan. Memiliki warna yang dominan cerah, sang perupa menggunakan banyak rona jingga dan merah pada tiga bagian daun pintunya. Tergantung di dinding, ada pula ‘Book of Clouds’ yang tampil dengan tiga blok kayu berlatar belakang cokelat muda.

 

Puncak pameran ini menampilkan triptych Frankenthaler berjudul ‘Madame Butterfly’. Karya berupa tiga blok kayu yang dipasang bersebelahan ini menjadi salah satu kreasi terakhirnya yang membutuhkan waktu pengerjaan hingga dua tahun untuk diselesaikan. Karya kolaborasi dengan Kenneth Tyler, founder Tyler Graphics Studio, ini mempekerjakan seniman pemahat ukiyo-e tradisional Jepang dan menerapkan teknik cetak 102 warna di atas kertas buatan tangan yang dibuat eksklusif untuk karya tersebut.

 

Judulnya yang puitis diambil dari pertunjukan opera berjudul sama tentang pengalaman seorang perempuan Jepang. Berbagai bentuk dalam triptych menyerupai sayap halus serangga, di antara tone lembut dan berbagai tekstur alami itu ternyata merupakan visualisasi bentuk rahim yang divisualkan dengan warna-warna lembut.