Senyum dan tawa bahagia adalah salah satu tujuan drg. Deviana Maria Anastasia terjun ke dunia startup, khususnya health tech. Bersama rekan-rekannya, perempuan yang akrab disapa Deviana ini kemudian mendirikan Rata, sebuah layanan kesehatan di bidang kedokteran gigi dan teknologi pada 2019.
Hadir membawa teknologi clear aligner, Rata menawarkan layanan meratakan gigi tanpa behel. Hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru, untuk meratakan gigi tanpa kawat sebenarnya sudah ada sejak 10 tahun lalu. Namun, tidak semua dokter gigi di Indonesia memberikan pilihan produk estetika ini kepada pasien, karena harganya yang cukup mahal. Celah inilah yang dimanfaatkan Rata untuk memberikan produk yang sangat affordable dan terjangkau oleh siapa saja, di mana pun mereka berada. Rata juga memberikan kesempatan konsultasi online secara gratis dan interaksi langsung dengan memanfaatkan media sosial.
Sayangnya, di Indonesia sendiri pengetahuan tentang kesehatan gigi masih sangat kurang, apalagi tentang permasalahan estetika gigi yang sering kali menjadi kebutuhan nomor sekian. Tantangan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat inilah yang menjadi pendorong tekad Deviana dan timnya agar semakin gigih.
Tetap Tumbuh Kala Pandemi
Meskipun baru muncul menjelang pandemi, Deviana selaku Chief Marketing Officer Rata mengakui bahwa pertumbuhan perusahaan lumayan pesat. Perusahaan memiliki konsep direct-to-customer, akses langsung diberikan kepada pelanggan melalui situs online. “Kami menyesuaikan dengan kondisi pada saat pandemi. Untuk membatasi waktu kunjungan, pelanggan cukup mengisi kuisioner secara online mengenai kondisi gigi dan riwayat kesehatan gigi. Setelah dievaluasi tim dokter dilanjutkan ke tahap cetak gigi. Dibantu teknologi AI, dilakukan simulasi pergerakan gigi pelanggan beserta jumlah set aligner dan lamanya perawatan,” tutur Deviana.
Untuk penetrasi pasar, Deviana mengungkapkan kuncinya adalah menciptakan produk yang dibutuhkan konsumen serta pengalaman yang menyeluruh. Mulai dari pelanggan awal membeli sampai dental service lainnya. Tetapi dia pun menuturkan bahwa tidak melulu harus jualan produk dan membombardir pelanggan di media sosial. Dengan edukasi dan memberikan informasi yang tepat, mereka akan menyadari adanya kebutuhan dan memilih produk kita. Tele-dentistry juga memudahkan pelanggan berinteraksi lebih mudah dengan dokter gigi.
Dalam waktu dua tahun, Rata yang mengusung tagline ‘Freedom to Smile’ telah membuka beberapa cabang di kota-kota besar di Indonesia. Dengan cabang baru, jumlah tenaga kerja pun turut bertambah. Deviana bercerita hal ini tidak terlepas dari kepercayaan para investor yang memberikan funding cukup besar dan tim yang solid, sehingga perusahaan bisa terus tumbuh dan berkembang.
Tidak mempunyai latar belakang di dunia korporat, banyak hal yang harus dipelajari Deviana. Sebagai salah satu founder, dia merasa banyak sekali penyesuaian di awal, di antaranya bagaimana memimpin tim, mengarahkan orang, mengatur strategi marketing maupun fund raising. Gaya kepemimpinan yang diterapkan adalah merangkul anggota tim dan selalu berdiskusi bagaimana tim dapat menunjukkan pencapaian terbaiknya. “Saya akan mendatangi tim dan mencari ide-ide kreatif bersama, karena marketing memerlukan otak-otak yang kreatif. Tetapi sebagai pemimpin saya juga harus mengarahkan mereka sesuai visi dan misi perusahaan,” ujar alumnus Universitas Trisakti ini sambil tersenyum ramah.
Perjalanan Menjadi Tech-Entrepreneur
Menyukai ilmu pasti, mendorong Deviana mengambil kuliah kedokteran gigi. Sebagai pencinta seni estetik dia mengatakan profesi tersebut mengharuskannya menggunakan sisi kreatif dan jiwa seninya. Dia kemudian memfokuskan diri pada aesthetic dentistry, karena sebagai perempuan suka melihat sesuatu yang menyenangkan secara estetik. “Saya menyadari mampu mengubah senyuman orang lebih baik lagi, sehingga mereka bisa menunjukkan senyuman terindahnya kepada orang lain,” ujar ibu satu anak ini.
Sebelum mendirikan Rata, Deviana berpraktik sebagai dokter gigi hampir selama empat tahun. Dia memperhatikan keinginan para pelanggan yang ingin solusi lebih terjangkau untuk meratakan gigi. Dari situlah tercetus ide untuk membuat produk yang bermanfaat dan masih sesuai daya beli.
Saat terjun ke dunia startup, Deviana tidak merasakan perbedaan perlakuan antara perempuan ataupun laki-laki. Di posisinya sekarang dia kerap berhadapan dengan para investor yang justru menyukai cara berpikir perempuan. Menurutnya, perempuan itu mau mendengarkan keperluan customer dan lebih sensitif pula. Founder perempuan juga cenderung lebih merawat bisnisnya dari kecil sampai akhirnya besar, dan benar-benar penuh semangat.
Dia berpendapat bahwa sekarang adalah momen yang tepat bagi perempuan yang ingin berkarier di dunia startup, karena sudah banyak orang yang open-minded dan mau berinvestasi agar bisnis kita semakin berkembang. Dia mengumpamakan dirinya yang merupakan dokter gigi, tidak mengerti startup pada awalnya. Keberhasilannya berkat keinginan untuk terus belajar serta mampu menyesuaikan diri di lingkungan startup yang sangat dinamis dan bergerak cepat.
“Carilah investor yang bisa mengajari kalian, karena tidak ada orang yang bisa segalanya. Startup punya lingkungan yang berbeda dengan bisnis konvensional, tidak bisa menunda-nunda. Lakukan yang terbaik, terus mencoba, dan berani mengambil risiko. Manfaatkan funding untuk mengembangkan bisnis, jangan takut mengambil peluang,” tutupnya sebagai saran untuk para perempuan yang memutuskan untuk menjajal kemampuan sebagai seorang tech-entrepreneur.