Riana Kusuma Astuti Founder Batik Riana Kesuma | Batik adalah Olah Rasa

Riana Kusuma Astuti lebih senang dikenal sebagai penggiat batik yang ulung ketika kita mendalami catatan dedikasinya dalam menggeluti usaha batik. Pengabdian abadi memang adalah rasa yang paling tepat menggambarkan sepak terjangnya di dalam industri ini, karena tak terasa dia telah memasuki lebih dari dua dekade dalam dunia ini.

Tak bisa menampik ada rasa lain yang sejalan berkembang di dalam sanubarinya, yaitu tanggung jawab besar untuk merawat warisan budaya dan melestarikannya, agar batik tak lekang oleh berubahnya zaman. Usaha batik yang digeluti ini sangat mampu mendongkrak perekonomian nasional, karena mendorong perputaran ekonomi di tingkat home industrybatik, menjaga kelestarian seni membatik terus terjaga, dan semakin bertumbuh dari generasi ke generasi.

Baru-baru ini, kami bertandang ke butik Batik Riana Kesuma yang berada di daerah Bintaro Jaya, Jakarta Selatan. Ternyata sang pendiri butik ini tak tinggal diam melihat antrian para ibu pelanggannya di sekitar kasir. Dia menyapa hangat setiap pembelinya dalam bahasa Jawa yang luwes.

Obrolan pun berkembang ke ranah pribadi seakan-akan mereka merupakan kawan lama yang berjumpa kembali. Usai perbincangan tersebut, barulah kami berkesempatan menyelami figur seorang perempuan yang sangat piawai mengenalkan batik ke berbagai kalangan ini.

MERAWAT PUSAKA NEGERI

Saat kilas balik ke masa kecil Riana, dia terlahir dari keluarga pengrajin batik di Solo. Eyangnya Alm. Ibu Hardjosumarto adalah salah satu pengrajin batik terkenal di zamannya. Hal ini dibuktikan ketika Ibu Fatmawati Soekarno berkunjung ke Solo selalu menyempatkan untuk mengunjungi dan berbelanja kain batik hasil karya eyang putrinya tersebut.

Priyono dan almarhumah Sri Kusrini adalah guru sekolah alami baginya. Usai pulang sekolah, Riana kecil bersama kakak-kakaknya sering membantu orang tuanya untuk mengantar pesanan batik ke Pasar Klewer.

Dari sana, dia ‘menangkap’ ilmu dan belajar secara autodidak bagaimana cara berkomunikasi dengan pembeli dan tentunya belajar motif-motif kain batik yang beraneka macam. Tidak hanya itu, ayahanda tercinta, Bapak Priyono juga selalu dalam setiap kesempatan, mengajarinya seni perpaduan warna dari berbagai macam kain batik genes Soloan.

Berteman secangkir teh hangat, perempuan yang ramah ini mengenang kisahnya yang lalu saat berada di kediaman Ibu Tien Soeharto berkunjung di Kraton Kalitan Solo. “Saya pernah mengantarkan kain pesanan Bu Tien Soeharto ke kediamannya, kemudian saya diminta memilihkan sejumlah kain. Saat itu, saya masih duduk di sekolah menengah pertama. Ternyata, ketujuh kain pilihan saya itu semuanya disukai Ibu Tien. Saya mendapatkan pujian. Berapa umurmu, pintar kamu ya, nduk sudah bisa memilih batik yang aku sukai. Batik yang kamu pilih ini yang aku suka.

Alhamdulillah, apresiasi tersebut mengena dan kian membulatkan tekad saat itu untuk lebih mendalami batik secara sungguh-sungguh. Keseharian masa remaja hingga dewasa tak lepas dari urusan batik dan kehidupan para pengrajin di sekelilingnya.

Saat memasuki bahtera perkawinan, atas izin dan dukungan suami, R Andiona Budisoejoto mulailah usaha batik dirintis dari satu karyawan penjahit. Tantangan demi tantangan dilakoni untuk merawat pusaka negeri ini. Pemikiran itulah yang membuatnya bertahan selama lebih dari 20 tahun ini.

“Setiap helaian kain batik itu mengandung makna, doa, dan filosofi berbeda-beda. Bahkan, ada para pengrajin yang menempuh ibadah puasa dahulu untuk dapat menghasilkan suatu karya. Bukan itu saja, padu padan warna dalam corak juga mengandung arti tersendiri. Setiap busana batik itu akan meningkatkan pembawaan karakter si pemakai. Ikatan chemistry itu dibangun dari berbagai aspek doa, filosofi, karya seni, hingga aura seseorang,” ungkap perempuan kelahiran Solo, 25 Mei 1968 ini lembut.

Tak hanya lewat bisnis, dia pun aktif bersosialisasi dalam berbagai kegiatan organisasi maupun sosial. Beberapa contohnya adalah di Lions Club ( Lions Club Jakarta Cosmopolitan), Komunitas Cinta Berkain Indonesia, Dekranasda DKI Jakarta, dan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI).

Spektrum segmentasi produk pun selalu diperluas, tidak hanya fokus di satu kalangan. Batik Riana Kesuma menggeluti tiga pilihan batik dari segi produksi, yakni Batik tulis, Batik cap & kombinasi, maupun Batik print.

Di berbagai forum diskusi memang tersurat perdebatan antara batik yang sesungguhnya adalah Batik tulis, sementara selain Batik Tulis hanya bisa dikatakan sebagai karya kain bermotif batik. Riana pun menyikapi secara bijak bahwa apapun itu setiap orang berhak mempunyai penilaian dalam menentukan pilihan batiknya.

 

Dia juga menuturkan, “Mengingat kita tidak bisa menolak gempuran kecanggihan teknologi yang lebih mempermudah produksi secara massal, sehingga menghasilkan harga busana yang lebih terjangkau untuk sejumlah kalangan. Tapi tetap, secara bersama-sama kita harus menjaga pakem-pakem motif, padu padan warna, hingga cara pemakaian batik itu sendiri.

Tujuannya mulia untuk melestarikan nilai budaya dan memahami filosofinya serta dipadukan dengan gaya dari pemakainya. Para pengrajin batik tulis akan tetap memiliki pangsa pasar sendiri. Sebut saja untuk acara sakral pernikahan dan resepsi, festival budaya kerajaan, hingga kegiatan perhelatan formal dalam kenegaraan.

Karya batik produksinya kerap digemari dan dibeli di berbagai era pemimpin pemerintahan. Mulai dari Putri Presiden Soeharto, Ibu Titik Soeharto hingga Ibu Iriana Joko Widodo. Melihat dari apresiasi tersebut, dia mengungkapkan rasa bangga atas apresiasi dan dukungan tersebut.

“Berkat hidayah dari Allah SWT, banyak batik koleksi saya turut dilestarikan keberlangsungannya oleh para pemangku kepentingan seperti, para Istri Menteri OASE, BUMN, sosialita, dan ibu rumah tangga.

Sedikit cerita sewaktu Ibu Iriana akan mantu putra pertama, beliau sempat mampir ke butik saya di Bintaro tanpa didampingi iring-iringan paspampres. Hal itu sangat membanggakan untuk saya dan menjadi kejadian yang tak akan terlupakan.

Sewaktu Basuki Tjahja Purnama menjabat Gubernur DKI Jakarta, beliau juga sering mengenakan hem dari koleksi batik saya,” aku anak keempat dari lima bersaudara tersebut. Foto: Fikar Azmy

 

Untuk membaca artikel selengkapnya, dapatkan Women’s Obsession edisi September 2018

<iframe src="https://www.youtube.com/embed/dt1UeULF0vM" width="696" height="392" frameborder="0" allowfullscreen="allowfullscreen"></iframe>