Dikenal terbuka terhadap emansipasi perempuan, PT Kereta Api Indonesia (KAI) telah memperlihatkan kesempatan karier bagi perempuan di berbagai tingkatan manajemen. Meskipun demikian, tantangan bagi pemimpin perempuan termasuk menjalankan peran ganda sebagai profesional, sosok ibu serta istri.
Tantangan ini meliputi strategi manajemen waktu untuk mencapai keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional, terutama bagi perempuan yang menjadi working moms, seperti yang dirasakan oleh Eva Chairunisa yang menjabat sebagai General Manager Corporate Secretary PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), anak perusahaan KAI, sejak tahun lalu.
“Bagian dari tantangan tersebut adalah menjadi teladan bagi tim kerja dan menunjukkan komitmen terhadap perusahaan, sementara juga harus memenuhi tanggung jawab sebagai ibu dan istri. Strategi yang tepat diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan ini, dengan dukungan dari rekan kerja dan keluarga. Fleksibilitas dalam menyelesaikan pekerjaan dengan memahami kebutuhan mendesak dari keluarga juga ditekankan, namun tetap menjaga komitmen terhadap tugas pekerjaan yang harus diselesaikan,” ujar perempuan yang mengawali kariernya di perusahaan media ini dengan nada serius.
BACA JUGA:
Kartini Inspiratif 2024 | Lisa Tjokro: Komitmen dalam Karya dan Kreativitas
Kartini Inspiratif 2024 | See Mun Suparno: Jatuh Cinta Pada Dunia Pendidikan Anak
Eva mengakui balance life konteksnya berbeda-beda untuk setiap orang. Baginya yang bekerja di perusahaan berhubungan erat dengan pelayanan terhadap pelanggan, menemukan waktu bersama keluarga memang terkadang cukup sulit, karena seringkali tidak memiliki waktu libur yang sama. Namun, tanggung jawab sebagai salah satu pemimpin mengharuskannya menjadi role model bagi timnya.
“Hal ini perlu pengaturan strategi yang tepat, supaya apa yang menjadi tujuan kita dapat tercapai. Ketika memutuskan untuk bekerja, tentunya tujuannya karena ada hal yang ingin saya berikan untuk keluarga. Di sisi lain, kita juga memiliki tanggung jawab pada perusahaan,” lanjutnya.
Ibu dua anak ini terinspirasi dari pemikiran Kartini bahwa sebagai seorang perempuan dia bisa berjuang untuk memperoleh kepercayaan diri, berani dalam berkarya, ataupun menjalani kehidupannya, serta menetapkan eksistensinya. Dia mengungkapkan, “Filosofi Kartini membuat saya meyakini bahwa kita bisa sukses dalam berkarier, tanpa mengabaikan keluarga yang menjadi support system kita. Kartini juga mengajarkan perempuan harus bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, termasuk dalam pekerjaan. Rasa bertanggung jawab itu akan hadir pada saat kita mempunyai niat untuk memberikan yang terbaik bagi orang lain.”
Tanggung jawab ini juga meliputi pelestarian akan budaya Indonesia yang perlu diteruskan kepada generasi selanjutnya. Seperti melestarikan batik yang merupakan kebanggaan bangsa dengan nilai-nilai budaya yang dalam. Bukan hanya sekadar karya seni visual, batik memiliki makna dan simbol yang mengandung cerita sekaligus filosofi, seperti motif mega mendung dari daerah Jawa Barat.
Bagi Eva, batik bukan hanya busana atau aksesori, tetapi juga menjadi bagian penting dari identitas dan ekspresi diri. Penggunaan batik telah meresap dalam gaya hidup sehari-hari, menjadi pilihan yang sangat beragam dan fleksibel dalam berbagai kesempatan, mulai dari acara formal hingga santai.
Memperingati Hari Kartini, Eva menyoroti pentingnya perempuan Indonesia untuk terus memperjuangkan impian dan hak-hak mereka. Kartini sebagai inspirasi abadi bagi perempuan Indonesia, menunjukkan bahwa kaum Hawa bisa mewujudkan apa pun yang mereka inginkan dengan memiliki strategi, tanggung jawab, dan keberanian. Menurutnya, pendidikan yang baik dan pengetahuan luas adalah modal penting dalam mencapai kesetaraan, terutama dalam konteks karier.