Popularitas akun @dokterdetektif di Instagram belakangan ini semakin ramai diperbincangkan. Dengan keahliannya menguji keabsahan kandungan produk skincare melalui laboratorium independen, akun yang dikenal dengan sebutan “Doktif” ini berhasil memikat lebih dari 1,1 juta pengikut.
Salah satu unggahannya yang viral baru-baru ini mengungkap bahwa serum retinol dari brand terkenal ternyata tidak sesuai dengan klaimnya, hal itu pun memicu perdebatan luas di kalangan pecinta skincare. Hal ini semakin memperkuat kesadaran konsumen akan pentingnya kejujuran dalam pemasaran produk kecantikan, terutama ketika overclaim masih sering ditemukan.
Doktif/Instagram @dokterdetektif
Fenomena ini tidak lepas dari tren yang berkembang dalam industri kecantikan. Banyak brand yang berlomba-lomba mengklaim bahwa produk mereka mengandung bahan-bahan aktif berkualitas tinggi, namun tidak semuanya berhasil memenuhi harapan konsumen. Inilah yang kemudian dibahas dalam Cosmobeaute 2024. Ajang besar industri kecantikan di Indonesia itu hadir sebagai platform bagi para pemain industri untuk mendiskusikan isu-isu penting. Salah satu topik yang menarik perhatian adalah praktik overclaim yang kerap dilakukan brand-brand besar.
"Industri harus lebih transparan dalam menyampaikan klaim produk," ujar Hanindia Narendrata, Co-Founder & CEO Compas.co.id, dalam presentasinya di acara Cosmobeaute 2024. "Meski data penjualan kategori perawatan dan kecantikan menunjukkan peningkatan signifikan, praktik overclaim justru bisa merusak reputasi industri ini di mata konsumen," tambahnya.
Menurut data Compas.co.id, penjualan produk kecantikan di e-commerce mencapai Rp15,6 triliun pada kuartal III 2024, naik 17,8% dari kuartal sebelumnya. Platform Shopee memimpin dengan kontribusi 60,5%, diikuti oleh TikTok Shop yang mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 34,5%. Meskipun angka-angka ini menunjukkan potensi yang besar, Narendrata mengingatkan bahwa kepercayaan konsumen bisa goyah jika praktik overclaim tidak segera diatasi.
Salah satu bahan aktif yang banyak dibicarakan adalah retinol, yang semakin populer berkat edukasi yang gencar dilakukan sejak 2022. Banyak brand mulai memperkenalkan retinol dengan cara yang lebih bertanggung jawab, bekerja sama dengan dokter dan influencer untuk menjelaskan manfaat dan cara penggunaannya yang benar.
“Data kami menunjukkan bahwa produk berbasis retinol terjual hingga 785 ribu unit pada kuartal III 2024, mendekati popularitas niacinamide. Hal ini membuktikan betapa pentingnya edukasi yang jujur dalam membantu konsumen memilih produk skincare yang tepat," jelasnya.
Narendrata juga menambahkan bahwa brand yang jujur dan transparan lebih mampu menjaga kepercayaan konsumen dalam jangka panjang. “Cantumkan kandungan bahan aktif dengan jelas di deskripsi produk, karena hal ini terbukti meningkatkan penjualan sebesar 55% dibandingkan yang tidak mencantumkannya,” ungkapnya di acara tersebut. Ia juga mengajak pengusaha untuk berinovasi berdasarkan data penjualan, bukan sekadar membuat klaim kosong yang berisiko mengecewakan konsumen.
Selain itu, Narendrata menyarankan agar brand kecantikan memanfaatkan mitra maklon seperti NOSE untuk menghasilkan produk yang berkualitas tanpa perlu membuat klaim berlebihan. Dengan begitu, bisnis bisa tetap tumbuh tanpa mengorbankan integritas di mata konsumen. Dia menegaskan pentingnya penggunaan bahan aktif yang benar-benar berfungsi dan berdampak positif untuk menjaga loyalitas konsumen yang semakin kritis.
Akun seperti @dokterdetektif menunjukkan bahwa konsumen kini lebih jeli dalam mengecek keaslian klaim produk. Di tengah semakin luasnya akses informasi, kejujuran dan transparansi bukan hanya demi menjaga citra, tapi juga membangun kepercayaan jangka panjang. Hal ini diharapkan menjadi langkah yang lebih berkelanjutan, baik untuk bisnis maupun konsumen. Tahun 2024 tampaknya akan menjadi titik balik bagi industri kecantikan, jika transparansi dan edukasi yang tepat sebagai kunci sukses, dan praktik overclaim tak lagi bisa dibiarkan. Angie