Bunga Bangkai Mekar di Kebun Raya Bogor

Titan Arum atau yang kita kenal sebagai bunga bangkai (Amorphophallus titanum) merupakan salah satu tanaman berstatus Endangered (terancam punah) dalam Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List. Tiga tingkat lagi menuju Extinct alias kepunahan. Keberadaannya dilindungi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999. Kehidupannya di alam liar banyak mendapat tekanan dan gangguan dari pengambilan ilegal di hutan yang tak terkendali, kerusakan habitat, dan penurunan jumlah serangga penyerbuk serta binatang penyebar biji.

 

Walikota Bogor meninjau bunga bangkai yang mekar di Kebun Raya Bogor

Bunga istimewa dengan daur hidup yang cukup panjang ini memiliki populasi liar yang hanya dapat ditemui di hutan-hutan Sumatra. Kegiatan konservasi pun aktif dilakukan, salah satunya oleh Lembaga Konservasi Kebun Raya - LIPI. Saat ini terdapat individu bunga bangkai di Kebun Raya Bogor yang telah mekar sejak Jumat malam, 3 Januari 2020. Dari pemantauan terakhir, tinggi bunga mencapai 194 centimeter. Di habitat asalnya tinggi spadiks bahkan dapat mencapai 3 meter.

 

Amorphophallus titanum alias bunga bangkai ini diperoleh dari Lampung

 

Bunga bangkai termasuk suku talas-talasan (Araceae) sehingga memiliki umbi. Umbinya berukuran raksasa dengan berat dapat mencapai 117 kilogram. “Umbi dari individu yang akan mekar ini diperoleh dari kerja sama LIPI dengan Kebun Raya Liwa, Lampung,” ujar Kepala Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya LIPI, R. Hendrian.

 

Peneliti bunga bangkai Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya LIPI, Dian Latifah menjelaskan Amorphophallus titanum berbeda dengan Rafflesia meski keduanya dikenal masyarakat dengan sebutan bunga bangkai. “Rafflesia merupakan tumbuhan parasit dengan pohon inang Tetrastigma spp. atau anggur hutan,” ujarnya. 

 

Bunga bangkai yang mekar di Kebun Raya Bogor

 

Amorphophallus titanum memiliki fase daun dan fase bunga yang tidak bersamaan. Fase daun dapat mencapai satu sampai dua tahun. Setelah itu umbi akan memasuki masa istirahat atau dorman yang bisa lebih dari satu setengah tahun, kemudian berbunga. Perbungaannya merupakan sekelompok bunga kecil jantan dan betina yang menempel di bagian dasar tongkol. Tongkol atau spadiks yang berwarna kuning dikelilingi oleh seludang bunga yang berwarna merah keunguan. 

 

Bunga jantan dan betina tidak masak bersamaan. Bunga betina masak di malam hari dan mengeluarkan bau busuk seperti bangkai. Pada proses ini terjadi peningkatan suhu di bagian tongkolnya sehingga kadang-kadang dapat mengeluarkan asap. Sementara bunga jantan, masak keesokan harinya. “Secara alami bunga bangkai sulit menyerbuk sendiri. Penyerbukan dapat terjadi dengan bantuan serangga penyerbuk atau manusia,” papar Dian lebih lanjut.

 

 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Poerba dan Yuzammi (2008), kelestarian bunga bangkai memerlukan bantuan manusia dalam bentuk pembibitan massal dan cepat, misalnya kultur jaringan, dan diikuti reintroduksi di alam. LIPI saat ini telah meneliti kandungan umbi bunga bangkai. “Umbinya bermanfaat karena kandungan glucomannan yang memiliki kegunaan sebagai zat pengental, jelly kaya serat (dietary fibers) dan suplemen untuk diet kolesterol, gula darah, dan agen kontrol berat badan,” pungkas Dian. (Nur A | Foto: Nur A & Dok. LIPI)