Persaingan bisnis skin care atau perawatan kulit di Indonesia terbilang cukup ketat, namun hal ini tidak membuat surut para produsen dalam negeri bermunculan. Sejak didirikan pada 2015, Skin Dewi kini semakin mantap menyediakan produk yang menjadi kebutuhan para perempuan di Tanah Air. Adalah Dewi Kauw yang berada di balik kesuksesan brand yang kini telah mampu bersaing dengan merek buatan luar negeri tersebut.
Alasan perempuan yang akrab dipanggil Dewi ini terjun ke bisnis skin care pada mulanya akibat kondisi salah satu anaknya yang menderita atopic dermatitis atau eksim. Keinginan untuk menyembuhkan sang putri kemudian membawanya mendalami obat-obatan berbahan organik dan meraciknya sendiri. Uniknya, dia tidak langsung menawarkan produknya, melainkan fokus pada memberikan pengetahuan soal kulit kepada klien melalui berbagai workshop. Hal ini dilakukannya, karena ingin membantu orang untuk menemukan solusi permasalahan kulit yang sering dialami. Selain itu, dia melihat pentingnya edukasi sebagai investasi untuk masa yang akan datang.
Sebelum produk diluncurkan, Dewi melakukan riset terlebih dahulu, mengonsepkan R & D-nya, lalu mengurus perizinan. Sebuah produk baru yang launching tahun ini bisa jadi sudah dipersiapkan sejak dua tahun lalu. Seperti yang diperkenalkan Januari ini, yaitu Thai Blemish Gel, spot treatment untuk kulit berjerawat. “Tahun ini rencananya akan lebih banyak meluncurkan produk untuk perawatan tubuh,” ujarnya menceritakan tentang produk-produk baru Skin Dewi di tahun 2021.
BACA JUGA:
Mariska Wicaksono: Tebar Semangat Positif
Betty Nurbaiti: Mementingkan Kesehatan Jiwa & Raga
FLEKSIBEL SAAT PANDEMI
Salah satu produk best selling Skin Dewi adalah Helichrysum Serum dengan vitamin C yang kaya akan anti-oksidan dan dapat mencerahkan kulit. Banyak pula yang menggunakannya untuk menghilangkan noda bekas jerawat. Namun, data penjualan pada saat pandemi menunjukkan perubahan pembelian. Produk untuk kulit kering ternyata lebih diminati, begitu pula produk untuk mengatasi maskne cukup banyak dicari.
Sebelum pandemi, Skin Dewi sudah mengandalkan pemasaran melalui digital marketing, meskipun cukup sering mengadakan event offline. Ketika Covid-19 melanda, acara offline praktis berkurang. “Padahal tadinya tahun lalu ingin lebih banyak bermain di retail, buat pop up store. Secara global marketing lebih ke digital atau sosial media, sehingga kami banyak mengeluarkan konten via sosial media, seperti Instagram, YouTube, dan TikTok yang hits 2020 kemarin,” tambah perempuan yang sempat training khusus Formula Botanica di Inggris ini.
Dewi mengakui dengan adanya pandemi kita memang harus lebih digital atau lebih mobile. Kuncinya lebih eksibel, karena tidak bisa memaksakan diri jika keadaan memang tidak memungkinkan. Sempat ada penurunan pendapatan ketika awal pandemi, tapi kembali stabil dan ada kenaikan menjelang akhir tahun kemarin. Menurutnya untuk bulan Januari, biasanya awal tahun memang lebih slow. Proses produksi juga tidak terlalu mengalami kendala, walaupun bahan baku yang berserti kat organik kebanyakan masih impor. Hanya ada sedikit masalah pengiriman yang sempat tertunda, karena pesawat delayed atau bahkan distop, akibat adanya peraturan lockdown yang diterapkan di beberapa negara.
TUJUAN BERBISNIS
Bagi perempuan lulusan Teknik Kimia dari University of Washington, Amerika Serikat (AS) ini, berbisnis tidak semata-mata urusan mendapatkan keuntungan. “Produk atau jasa yang kita tawarkan itu bekerja atau ada orang yang membutuhkannya baru kita mendapatkan uang. Jadi, sebenarnya fungsi atau goal bisnis itu bukan untuk mendapat uang, tapi by product atau hasil,” ungkap penyuka meditasi di waktu pagi ini.
Dewi pun tak pernah pelit membagikan ilmunya, termasuk tips dalam mengembangkan bisnis yang digelutinya selama enam tahun terakhir. Menurutnya, sebagai langkah pertama kita harus tahu lebih dulu apa yang akan kita jual. Apakah produk atau jasa? Setelah itu, bagaimana produk atau jasa kita dapat memenuhi kebutuhan orang dan apakah dapat menyelesaikan satu masalah atau membuat orang lebih bahagia. “Terkadang kita bahkan tidak perlu memulai dari nol, tapi kita bisa saja mempermudahkan cara kerja atau mempercepat prosesnya. Pembeli juga mau mengeluarkan uang untuk hal seperti itu,” ujar mantan pekerja di bidang keuangan, teknologi informasi, dan kesehatan di AS ini.
Dia juga tidak pernah mengkhawatirkan masalah kompetitor, baginya di mana ada peluang pasti orang juga mau berkembang. Menurutnya tidak ada salahnya, tapi kembali lagi pada jenis produknya, pasti ada perbedaan. “Mau produk sama sekalipun, kalau brand dan jenisnya tidak sama akan menghasilkan produk yang berbeda. Satu lagi yang membedakan adalah cara Skin Dewi menyampaikan nilai-nilai produknya. Tidak ada orang yang sama persis dengan kita, apalagi soal value maupun pikiran kita,” tambah ibu tiga anak ini menutup perbincangan.