Kecintaan Prawidha Murti di dunia lawyer bisa dibilang cukup serius. Betapa tidak, perempuan yang menekuni bidang hukum ini sudah menjalaninya selama 20 tahun. Awal mula menjadi seorang lawyer litigasi, dia meniti karier di sebuah firma penyelesaian sengketa terkemuka. Dia juga sempat belajar dari Todung Mulya Lubis, seorang pengacara ternama, bagaimana menjadi seorang profesional dalam melakukan pekerjaannya.
“Di situlah keinginan saya yang paling dalam untuk terus berkecimpung di dunia lawyer litigasi timbul. Banyak ilmu yang didapatkan dan saya pun sempat membuka kantor sendiri, yang banyak menangani perkara-perkara commercial dispute,” ujar perempuan yang akrab disapa Wida ini di sela perbincangan dengan Women’s Obsession.
Kerap menangani kasus sengketa komersial, akhirnya lawyer litigasi tangguh ini direkrut law firm Singapura yang berafiliasi dengan law firm Indonesia saat itu, untuk menjadi partner. Kemudian, perempuan berparas cantik ini bergabung dengan Oentoeng Suria & Partners (OSP) yang berafiliasi dengan International Law Firm Ashurst yang berpusat di Inggris. Sepanjang perjalanan kariernya Wida selalu konsisten menekuni profesi sebagai seorang lawyer litigasi. Meskipun sering kali berpindah-pindah kantor firma hukum, dirinya mengaku hal itu merupakan bagian dari usaha mengejar impiannya, yakni menjadi seorang lawyer litigasi di kancah internasional.
“Itulah sebabnya saya berpikir suatu saat nanti saya mau bekerja di law firm di Indonesia yang berafiliasi dengan law firm asing. Jadi, di situlah mengapa perjalanan karier saya sedikit banyak tidak hanya di satu law firm, tapi terus berpindah-pindah dalam proses saya mengejar keinginan atau cita-cita saya,” ucapnya.
Ketika disinggung soal sosok perempuan sekarang ini, dia menceritakannya dengan lugas. Menurut lulusan Universitas Indonesia ini, sosok perempuan sekarang ini sudah jauh berkembang dan lebih mandiri dibanding kan zaman dahulu, terutama dalam hal memiliki karier. Kalau dia melihat perempuan zaman sekarang tidak takut lagi untuk bermimpi untuk menjadi apa saat nanti mereka dewasa. Menurut Wida, Kartini itu mengajarkan perempuan Indonesia untuk memiliki suatu keinginan kuat dalam menginginkan sesuatu. Jadi, sejak kecil anak-anak terpatri untuk lebih banyak memiliki mimpi dan tidak takut menggapai cita-cita mereka.
Baca Juga:
Percaya Diri dan Berani Bermimpi
Pentingnya Pendidikan Untuk Kompetensi Diri
“Nah, saya rasa sumbangan Kartini dengan kata-katanya ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’ mengajarkan anak-anak sedari kecil untuk belajar dan terus bermimpi serta tidak menyerah dalam menggapai keinginannya,” ujarnya. Disinggung soal kesetaraan gender, dia menjabarkannya sebagai hal yang sifatnya personal. Laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab masing-masing. Dalam hal hak dan kewajiban, perempuan memperoleh kebebasan untuk menentukan karier dan bisa mencapai level tertinggi, di situlah kesetaraan gender. Sementara laki-laki dan perempuan tidak boleh dibeda-bedakan, tidak ada diskriminasi, untuk menjadi leader, CEO, atau rekan dalam suatu law firm.
Jadi, mereka memiliki hak yang sama untuk mencapai tingkat atau level tertinggi di kantor. Walaupun, perempuan memiliki kewajiban-kewajiban di luar pekerjaan yang mungkin berbeda dengan laki-laki yang bisa 100% bekerja. Dengan adanya tanggung jawab di luar itu, kadang-kadang suatu kantor atau institusi melihat perempuan tidak bisa semaju laki-laki, karena di luar kantor masih harus menjadi seorang istri dan mengurus anak.
Tapi, sekarang ini kesetaraan gender itu membuat hal-hal tersebut harus tidak menjadi masalah apabila perempuan bisa membuktikan bisa melakukan semuanya. Untuk itu, dia menekankan, kesuksesan dalam dirinya adalah sukses dalam keluarga dan karier harus berjalan secara beriringan. “Kita bisa dibilang sukses apabila berhasil juga dalam membesarkan anak kita. Apalagi saat kita bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak dan bagi orang lain,” pungkas Wida.
(Naskah: Purnomo | Foto: Fikar Azmy)