Awal perkenalan Fifi Aleyda Yahya di bidang jurnalistik terjadi saat mengikuti ayahnya yang bekerja sebagai diplomat di Pakistan dan Kuwait. Di sana dia kerap bertemu jurnalis-jurnalis Indonesia yang datang berkunjung ke kedutaan besar untuk melakukan liputan atau event, seperti Hari Kemerdekaan RI. Namun, ketika itu belum terbersit niat untuk bekerja sebagai pewarta berita.
Setamat sekolah lanjutan tingkat atas di Islamabad, Pakistan, Fifi memutuskan kembali ke Tanah Air pada 1990. Dia melanjutkan pendidikan di jurusan manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta. Sempat mengikuti ajang Abang None Jakarta pada 1995, dia pun makin mengenal profesi wartawan. Ketertarikannya semakin bertambah ketika menjadi liaison officer dalam event Asia-Pacific Economic Cooperation dan kian terinspirasi untuk bekerja sebagai jurnalis
Support System
Dalam salah satu talkshow mengenai kepemimpinan perempuan dalam dunia jurnalistik, Fifi mengemukakan pentingnya support system. Dia bersyukur bekerja di MetroTV yang suportif dengan pekerja perempuan. Menghabiskan banyak waktu di tempat kerja, dia kerap membawa putra-putrinya ke kantor, karena tidak memiliki pengasuh ketika itu.
Bekerja sebagai jurnalis, kritik merupakan sesuatu yang konstan. Bukan hanya soal apa pertanyaan yang diajukan kepada narasumber, tetapi penampilan juga dinilai. Fifi mengaku saat masih muda, belum matang, setiap dikritik mau menangis atau marah. Namun, seiring berjalannya waktu, dia belajar bagaimana mengurasi kritik tersebut dan memilahnya untuk memperbaiki diri. Hal ini tidak terlepas dari peran sang mentor, Desi Anwar yang ketika itu menjadi talent manager. Setiap kali ada masalah atau jenuh dengan pekerjaan, dia akan mendatangi atasannya yang sering kali memberikan perspektif yang menyegarkan.
BACA JUGA:
Heni Tania: Menebar Kasih Terhadap Sesama
Julita M Saragih: Rudy Project Indonesia Bangkit Semakin Tangguh
Di luar pekerjaan, sejak dulu Fifi sering berkumpul dengan sesama jurnalis perempuan. Baru-baru ini dia mengunggah foto di media sosialnya sedang bersama dengan teman-temannya, di antaranya ada Najwa Shihab, Kania Sutisnawinata, Virgie Baker, dan Meutya Hafid. Meskipun sudah tidak bekerja di tempat yang sama, mereka masih berteman dekat.
Pertemanan ini juga merupakan bentuk support system yang membuat Fifi sanggup bertahan hingga sekarang. Dari rekan sesama jurnalis perempuan, dia pun belajar seni menjawab, tanpa harus menyinggung orang lain dalam menghadapi narasumber yang kerap menghubungi di luar pekerjaan. “Satu hal yang pasti, kita harus tegas memberi batasan, karena diri kita lebih berharga,” tegas perempuan kelahiran 1 April 1973 ini.
Antara Karier & Keluarga
Berkarier hampir dua dekade di dunia penyiaran memiliki tantangan tersendiri. Sepuluh tahun lalu mungkin tantangannya berkaitan dengan menyeimbangkan antara keluarga dan pekerjaan, tetapi sekarang mungkin tantangannya bagaimana bisa menjadi pengaruh paling signifikan untuk anak-anak. Fifi percaya bahwa dengan melakukan yang terbaik, tidak menyalahi aturan, dan tidak menyakiti atau mencederai kepercayaan orang lain, setiap tantangan akan dapat diatasi. Dia juga bersyukur mendapat pasangan dan keluarga yang selalu mendukung pilihan kariernya.
Waktu bergabung dengan MetroTV, Fifi tengah mengandung anak pertama. Usia kandungannya baru menginjak bulan keempat. Setelah melahirkan, dia merasa terbantu dengan kehadiran orang tua dalam mengasuh putri sulungnya. Namun, ketika anak kedua, sang ayah ditugasi menjadi duta besar di Sudan dan dia tinggal jauh dari mertua. Dia membawa kedua anaknya ke kantor sekitar tiga bulan lamanya. Kondisi di Metro TV yang mendukung memberinya kebebasan ruang gerak sambil mengasuh kedua buah hatinya. Nur A | Foto: Fikar Azmy
Baca artikel selengkapnya di Women's Obsession di sini.