Selama dua dekade terakhir, kasus obesitas kalangan dewasa di Indonesia terus meningkat dan berlipat ganda. Gaya hidup tidak sehat, kemudahan akses untuk mendapatkan makanan atau minuman, kurangnya aktivitas fisik, bahkan periode di rumah saja selama pandemi pun turut mendukung peningkatan angka kasus obesitas secara konsisten. Sejumlah penelitian telah mengungkapkan hubungan antara obesitas dan risiko beragam penyakit tak menular (PTM), mulai dari diabetes, hipertensi, stroke, hingga kanker.
Beragam metode mulai dari berbagai macam pola diet, penggunaan obat-obatan herbal dan kimia, baik yang penggunaannya diminum maupun disuntikkan. Olahraga intens hingga memilih jalur bedah kosmetik, tidak jarang dipilih sebagai langkah untuk mendapatkan berat badan ideal dengan cepat. Meskipun ada yang berhasil, sayangnya lebih banyak yang tidak memberikan hasil optimal, bahkan berujung pada kenaikan kembali melebihi berat badan sebelumnya (yo-yo effect).
BACA JUGA:
2023 Beauty Look: Clean & New Natural
Siapkan Rambut Lurus Natural untuk Perayaan Akhir Tahun
Dr. dr. Peter lan Limas, Sp. B, SubSp. BDig, dokter spesialis bedah subspesialis bedah digestif RS Pondok Indah - Pondok Indah menjelaskan tentang opsi efektif untuk menangani kasus obesitas, yakni bedah bariatrik. Tindakan bariatrik tergolong masih jarang dilakukan, karena tidak banyak orang dengan kelebihan berat badan (obesitas), apalagi morbid obessity (berat badan 200 kilogram lebih).
“Dengan tingkat kesuksesan tinggi untuk menurunkan berat badan, tindakan bedah bariatrik juga terbukti bermanfaat bagi pasien yang memiliki komorbid diabetes, hipertensi, dan efek dominonya dapat mengurangi bahkan menghilangkan risiko gangguan jantung dan ginjal, stroke, hingga kanker. Namun, perlu diingat, keseluruhan manfaat dari tindakan bedah bariatrik dapat dicapai secara optimal jika didukung komitmen dan konsistensi yang kuat dari pasien dalam mengubah gaya hidup mereka, sepanjang usia,” ujar dr. Peter.
Berbeda dengan bedah kosmetik seperti tummy tuck atau sedot lemak, bedah bariatrik menangani akar persoalan dengan mengobati pasien obesitas dan penyakit penyertanya. Tindakan ini memodifikasi saluran cerna pasien yang menyebabkan makanan tidak melewati usus dua belas jari (Roux en Y gastric bypass) atau melewatinya dengan lebih cepat (sleeve gastrectomy). Single anastomosis duodeno-ileal bypass with sleeve gastrectomy (SADI) adalah cara ketiga yang dapat berefek pada penurunan berat badan. Tindakan bedah bariatrik diperuntukkan pada pasien dengan indeks massa tubuh (IMT) di atas 35 tanpa komorbid atau IMT di atas 30 yang memiliki komorbid.
Proses ini menyebabkan terjadinya peningkatan hormon GLP-1 yang memperbaiki metabolisme gula lewat insulin. Hal itu kemudian dapat membantu menghilangkan rasa lapar pasien dan memodifikasi profil hormon pasien, sehingga lebih efektif bekerja mengurangi kalori yang diserap tubuh. Sedangkan bedah kosmetik hanya bertindak memperbaiki penampilan tanpa menyentuh akar persoalannya.
Pemeriksaan awal akan dilakukan sebelum melakukan tindakan. Pemeriksaan tersebut mencakup laboratorium, pemeriksaan jantung, USG dengan teropong (endoskopi) untuk melihat kondisi kerongkongan dan lambung, serta pengecekan sleep study untuk mengetahui ada tidaknya kondisi sleep apnea. Begitu hasil pemeriksaan didapat, pasien pun diwajibkan untuk berkonsultasi dengan beberapa dokter. Di antaranya dokter spesialis gizi klinik, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dokter spesialis penyakit dalam dengan kompetensi sesuai dengan kebutuhan pada saat sebelum dan sesudah tindakan bariatrik, serta dokter spesialis anestesi.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut akan menentukan layak tidaknya seseorang menjalani prosedur bariatrik dan juga menjadi faktor penentu tindakan bedah bariatrik apa yang sesuai untuk dilakukan. Pasien kemudian diimbau untuk menjalani diet rendah kalori (1000 kilo kalori) sekitar dua minggu sebelum tindakan untuk mengecilkan organ hati, sehingga tidak menutupi lapang pandang ketika dilakukan tindakan bedah bariatrik.
Melly Goeslaw adalah salah satu public figure yang pernah menjalani bedah bariatrik dengan metode sleeve gastrectomy. Keputusan tersebut diambilnya setelah hampir 22 tahun ini berjuang menurunkan berat badan. Tindakan bedah bariatrik sleeve gastrectomy yang dilakukan Melly merupakan tindakan pemotongan lambung kurang lebih sebanyak 85%, sehingga didapatkan ukuran lambung yang lebih kecil.
Dilakukan dengan teknik minimal invasive laparoskopi, memungkinkan rasa nyeri yang dirasakan lebih minimal, risiko komplikasi pasca tindakan lebih rendah, dan proses pemulihan berlangsung lebih cepat. Kini berselang empat bulan pasca operasi, selain penyesuaian gaya hidup seperti pemilihan asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi, Melly sudah kembali beraktivitas dan bekerja tanpa keluhan berarti. Anda tertarik mencoba?