Kinerjanya di bidang kehutanan dan lingkungan hidup terbilang berhasil. Siti tidak gentar melawan pembakar hutan maupun perusak lahan dengan menuntut mereka ke pengadilan.
Sebagai perempuan pertama yang duduk di kursi menteri menangani bidang lingkungan hidup maupun kehutanan sejak Indonesia merdeka, Siti Nurbaya berusaha untuk berkerja secara maksimal, memberikan kontribusi terbaik untuk negeri ini. Presiden Joko Widodo pun kembali menunjuk Siti Nurbaya Bakar sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019–2024.
Peraih gelar Master of Science dari International Institute for Aerial Survey and Earth Sciences (ITC), jurusan Rural and Land Ecology Survey, Enschede, Belanda, ini kemudian melanjutkan program kerjanya untuk lima tahun berikutnya dengan sungguh-sungguh.
BACA JUGA:
dr. Ayu Widyaningrum: Berdaya di Pekerjaan dan Keluarga
Connie Rahakundini Bakrie: Tak Rela Diremehkan dalam Dunia Maskulin
Kinerjanya di bidang kehutanan dan lingkungan hidup terbilang berhasil. Dia tidak gentar melawan pembakar hutan maupun perusak lahan dengan menuntut mereka ke pengadilan. Sedikitnya, KLHK sudah memenangi perkara melawan perusak lingkungan dengan nilai kemenangan lebih dari Rp20 triliun.
Di pentas internasional, Siti menjalin komunikasi yang baik dengan berbagai negara untuk sama-sama menjadikan dunia lebih hijau, sejuk, dan bersih, contohnya menyetop kantong plastik belanja untuk mengurangi sampah plastik laut. Dia pun gigih dalam upaya mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) untuk mencapai Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, yaitu tercapainya tingkat emisi GRK sebesar minus 140 juta ton CO2e pada tahun 2030.
Aktif Kendalikan Perubahan Iklim Global
Perempuan yang melanjutkan pendidikan S3 di IPB yang berkolaborasi dengan Siegen University, Jerman, ini menjadikan kebersamaan dan dialog dengan beragam kalangan sebagai budaya kerja. Ini menjadi prinsip kerjanya dalam melaksanakan sejumlah program dan aksi nyata selama satu dasawarsa memimpin KLHK.
“Saya ingat betul ketika awal-awal tahun menjabat, tepatnya pada tahun 2015 Indonesia dihadapkan pada persoalan kebakaran hutan dan lahan yang sangat dahsyat. Kala itu belum ada sistem pencegahan dan penanggulangan karhutla yang cukup baik untuk mengantisipasinya. Atas arahan Bapak Presiden Joko Widodo, kita perbaiki seluruhnya, mulai dari kebijakan, sarana, dan prasarana, serta pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca, sehingga kita memiliki solusi permanen untuk pengendalian karhutla,” ungkap Siti kepada Women’s Obsession.
Indonesia juga terus aktif dalam agenda pengendalian perubahan iklim global dan patut berbangga, karena negara kita termasuk negara yang memimpin dalam hal ini. “Kerja keras Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim pun berhasil mendapat apresiasi dari dunia internasional. Kita mendapat pembayaran berbasis kinerja ratusan juta dolar dari Norwegia atas pengurangan emisi Gas Rumah Kaca Indonesia. Ini merupakan upaya kita semua, seluruh pihak, pemerintah, dan masyarakat, jadi saya berterima kasih atas hal ini,” ujar ibu dua anak yang memiliki filosofi hidup, 'Jadilah pelita yang tak pernah padam, selalu bersinar menumbuhkan harapan'.
Tahun 2024 merupakan tahun terakhir Siti menjabat di Kabinet Indonesia Maju. Dia menyatakan hal yang menjadi agenda besar adalah Indonesia’s Forestry and other Land Use Net Carbon Sink pada tahun 2030 atau singkatnya FOLU Net Sink 2030. Ini merupakan sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi tahun 2030.
“Komitmen Indonesia melalui Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, yaitu mendorong tercapainya tingkat emisi GRK sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030 dan dilaksanakan melalui pendekatan yang terstruktur dan sistematis. FOLU Net Sink 2030 ini sudah ada peraturan dan petunjuk operasionalnya. Jadi, siapapun nanti yang menjadi menteri nanti akan lebih mudah untuk melanjutkan dan mencapai target FOLU Net Sink 2030, serta mendukung upaya pengendalian perubahan iklim Indonesia,” ujarnya dengan nada optimis.
Berkomitmen Turunkan Emisi GRK
Saat ini manusia dan bumi tengah dihadapkan pada krisis tiga planet, dengan tiga masalah besar utama, yakni perubahan iklim, polusi udara atau limbah, dan hilangnya keanekaragaman hayati. “Ini menjadi tantangan global yang sedang dihadapi saat ini, memerlukan kolaborasi dan kerjasama baik bilateral maupun multilateral, guna mempertahankan masa depan yang tetap layak huni di planet ini. Ketiga persoalan tersebut, bila didalami maka ultimate masalahnya adalah indikasi kerusakan atmosfir, baik dengan simpton hilangnya biodiversity. Ataupun dahsyatnya polusi, yang ujungnya adalah kerusakan atmosfir dengan peningkatan emisi gas rumah kaca di tingkat global dan terjadinya perubahan iklim,” ungkap Siti.
Sejak tahun 2015, Indonesia terus berkomitmen untuk melakukan upaya penurunan emisi GRK dan menyampaikan berbagai dokumen wajib ke Sekretariat UNFCCC. Antara lain, Third National Communication, 2nd dan 3rd Biennial Update Report, First Nationally Determined Contribution (1st NDC), Updated NDC, dan Strategi Jangka Panjang Pembangunan Rendah Karbon Berketahanan Iklim 2050.
Perempuan yang memanfaatkan waktu menemani anak cucu bermain sebagai salah satu cara stress relief-nya ini menerangkan, “Sebagaimana hasil perundingan sejak di Glasgow tahun 2021, Para Negara Pihak diminta untuk memperkuat target NDC 2030, di akhir 2022. Pada 23 September 2022, Indonesia menyampaikan Enhanced Nationally Determined Contribution atau ENDC ke Sekretariat UNFCCC. Dengan mempertajam target reduksi emisi GRK dari 29% menjadi 31,89% lewat kekuatan nasional, dan dari 41% menjadi 43,20% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.”
Menghadapi permasalahan tersebut, kita semua perlu bersatu padu, bekerja sama negara-negara lain dan tentu saja dengan seluruh pemangku kepentingan Indonesia di tingkat nasional. Untuk menghadapi dampak dan ancaman perubahan iklim yang semakin nyata dan memberikan kontribusi dalam upaya penurunan emisi GRK, penyebab terjadinya perubahan iklim.
BACA JUGA:
Christine Hakim: Merangkai Jejak Mengukir Prestasi
Khofifah Indar Parawansa: Jatim Bangkit Terus Melaju
Siti memaparkan, “Program Kampung Iklim atau ProKlim merupakan salah satu bentuk nyata aksi masyarakat Indonesia. Dalam kontribusi menurunkan emisi GRK dan mendorong terwujudnya ketahanan iklim pada berbagai bidang kehidupan di tingkat tapak. ProKlim merupakan bagian dari komitmen dan kontribusi kita dalam upaya pengendalian perubahan iklim global, khususnya peran dari masyarakat umum secara luas.” Sebagaimana tertuang dalam Glasgow Climate Pact dan dipertegas dalam Sharm el Sheik Implementation Plan sebagai hasil COP ke 27. Yakni, “Memperhatikan pentingnya melakukan pendekatan terhadap pendidikan yang mendorong perubahan gaya hidup, sambil mendorong pola pembangunan dan keberlanjutan berdasarkan kepedulian, komunitas, dan kerja sama”.
KLHK terus melakukan tindakan dan aksi koreksi dalam memperbaiki pengelolaan sektor lingkungan hidup maupun kehutanan demi peningkatan kualitas hidup masyarakat. Selama 10 tahun terakhir pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan banyak penyesuaian pada aspek pembangunan bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
“Meliputi penurunan signifikan laju deforestasi, degradasi hutan, dan lahan terendah sepanjang sejarah. Melakukan pencegahan permanen kejadian kebakaran hutan dan lahan, serta mengatasi pengaruh negatifnya pada lingkungan maupun sosial ekonomi masyarakat. Termasuk, aktualisasi prinsip daya dukung dan daya tampung lingkungan, dalam pemanfaatan ataupun penggunaan kawasan hutan. Termasuk, internalisasi prinsip daya dukung dan daya tampung lingkungan ke dalam penyusunan revisi Rencana Kehutanan Tingkat Nasional atau RKTN. Sebagai arahan spasial makro pembangunan kehutanan tahun 2011-2030,” ujar perempuan kelahiran 28 Juli 1956 ini dengan nada serius.
Hal-hal penting lainnya yang dilakukan adalah pencegahan kehilangan keanekaragaman hayati dengan konservasi kawasan dan perlindungannya. Menyelaraskan arah kebijakan KLHK ke depan sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, SDGs, Paris Agreement, Pengendalian Degradasi Lahan, dan berbagai konvensi internasional lainnya. Termasuk, membangun ketahanan iklim dengan restorasi, pengelolaan maupun pemulihan lahan gambut, serta rehabilitasi hutan dan pengendalian deforestasi.
Lalu, mengubah arah pengelolaan hutan yang semula berfokus pada pengelolaan kayu ke pengelolaan berdasarkan ekosistem sumber daya hutan dan berbasis masyarakat. Dengan diundangkannya UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK), semakin jelas kebijakan tentang keharusan aktualisasi keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan.
Baca selengkapnya di e-magazine Women's Obsession edisi Januari 2024