Best Achiever in Women Legislators/Senator: Rahayu Saraswati D Djojohadikusumo Anggota DPR RI Komisi VIII Fraksi Partai Gerindra

Politisi muda ini berkomitmen tinggi dalam mengentaskan kasus
perdagangan manusia dan perlindungan terhadap perempuan
maupun anak. Dia setia bergerak di dalam dan luar Senayan untuk
menghapus ketidakadilan secara manusiawi tersebut.

 

Rahayu Saraswati D Djojohadikusumo awalnya dikenal sebagai seorang artis dan pemeran film. Namun, kini publik mengenalnya sebagai anggota DPR periode 2014-2019 dari daerah pemilihan Jawa Tengah IV (Wonogiri, Karanganyar, dan Sragen).

Di Komisi VIII, dia merasa lebih menemukan tempat yang pas untuk menyuarakan isu-isu tentang perempuan. Sebab selama ini keponakan dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto itu memang fokus mendalami isu-isu seputar kaum Hawa dan perlindungan terhadap anak.

Perppu Nomor 1/2016 atau yang dikenal sebagai ‘Perppu Kebiri’ dulu sempat ramai menjadi pembahasan media setiap harinya di DPR, sebelum akhirnya disahkan menjadi UU Perlindungan Anak. Fraksi PKS, PAN, dan Gerindra saat itu teguh melakukan penolakan. Perempuan yang biasa disapa Sara ini menegaskan, meski menolak bukan berarti partainya tidak mendukung upaya perlindungan anak.

Sayangnya, Perppu tersebut tidak bisa diubah, hanya diterima ataupun ditolak.
Pihaknya setuju atas pemberatan hukuman secara maksimal terhadap para pelaku kekerasan seksual kepada anak, namun tidak setuju dengan Perppu secara menyeluruh, karena aturan dalam  Perppu tersebut belum disiapkan secara matang oleh pemerintah.

Dianggap memiliki ‘bungkus’ yang indah, tetapi kosong isinya, keprihatinan para aktivis
perlindungan anak adalah bahwa Perppu tersebut tidak akan memberikan solusi, tetapi justru kian memperburuk situasi yang ada.

Misalnya, soal aturan hukuman kebiri kimiawi yang tidak jelas siapa eksekutornya, bahan apa yang akan dipakai, dan bagaimana pemberian dosisnya setiap tiga bulan jika para pelaku sudah menyelesaikan hukuman pokok dan sudah tidak lagi berada di dalam
lapas.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga sudah menyatakan menolak menjadi eksekutor. Selain itu, Perppu juga dianggap fokus pada para pelaku kejahatan seksual terhadap anak, namun jumlah korban terus bertambah dan belum sepenuhnya mendapatkan perhatian serius
dari pihak pemerintah.

“Trauma yang disebabkan oleh kejahatan seksual, apakah itu menimpa usia dewasa, terlebih terhadap anak, bukanlah sebuah trauma yang dapat disembuhkan dengan sekadar sekali atau dua kali sesi terapi. Sangat disayangkan, negara belum memperkuat sistem rehabilitasi korban yang ada,” ujar perempuan kelahiran Jakarta 1986 ini.

Bersama dengan para pegiat perlindungan anak, dia tengah mempersiapkan revisi dari undang-undang tersebut.Tercatat, selain itu, Sara pun sedang memperjuangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, yang telah dirancang dan digagas oleh beberapa instansi/lembaga perlindungan korban kejahatan seksual, untuk memberikan perlindungan
kepada para korban dari segala segi hukum acara, dan demi memastikan adanya definisi kejahatan seksual yang komprehensif dan aktual, sehingga dapat membantu para aparat penegak hukum memberikan keadilan pada para korban.

Bahkan putri dari pengusaha, Hashim Djojohadikusumo, ini menyatakan bahwa di saat
yang bersamaan, Komisi VIII tengah menggodok pembahasan dan proses pengesahan RUU Pekerja Sosial.

Menurutnya, acapkali ada anak yang berhadapan dengan hukum dari sisi korban maupun pelaku, seharusnya didampingi pekerja sosial yang sudah memenuhi standar. Namun, karena belum ada payung hukum, maka hingga saat ini masih belum jelas standarisasi yang dimaksud. Untuk itu RUU Pekerja Sosial ini perlu dibahas secara intensif di DPR, agar perlindungan hukum terhadap anak dan perempuan semakin kuat. Subhan Husaen Albari | Dok. Pribadi