Ketika tontonan untuk anak sering berhenti pada hiburan semata, Gulali Festival menawarkan arah baru bagi dunia seni pertunjukan Indonesia. Diselenggarakan di Yogyakarta pada 24–26 Oktober 2025, festival dua tahunan ini menghadirkan karya yang menempatkan anak sebagai penonton aktif dan pemikir muda yang punya ruang untuk bertanya dan berimajinasi.
Tahun ini, Gulali Festival mengusung tema "Berteman Rumah" yang mengajak anak dan keluarga menelusuri makna rumah sebagai tempat diterima, aman, dan tumbuh bersama. "Rumah dalam pengertian kami bukan sekadar bangunan, melainkan rasa, tentang orang-orang yang menumbuhkan kepercayaan dan kenyamanan," ujar Ria Papermoon, pendiri Papermoon Puppet Theatre sekaligus salah satu penggagas festival ini.
Ekosistem Seni yang Bertumbuh Bersama Anak
Gulali Festival lahir dari gagasan Ria Papermoon dan Ariyo Zidni (Ayo Dongeng Indonesia) dengan keyakinan bahwa anak bukan penonton pasif, melainkan individu yang memiliki opini dan daya tafsir terhadap seni. Melalui proses kurasi dan pendampingan seniman, festival ini menumbuhkan tradisi menonton yang aktif dan reflektif. Anak-anak diajak berinteraksi, berdialog, dan mengungkapkan pandangannya setelah menyaksikan pertunjukan.
Tema tahun ini berangkat dari kebutuhan untuk mengingat kembali arti ruang aman bagi tumbuh kembang anak, baik di rumah, sekolah, maupun panggung. Gulali ingin menghadirkan rumah sebagai jaringan ekosistem yang menghubungkan keluarga, seniman, dan komunitas budaya dalam semangat kolaborasi.
Program Gulali Lab menjadi salah satu pilar utama festival ini. Selama 15 minggu, seniman dari berbagai daerah mengikuti pendampingan intensif untuk mengembangkan karya yang berpihak pada anak. Tahun ini, sembilan kelompok dari Bandung, Tegal, Yogyakarta, Jakarta, Makassar, Jombang, Semarang, Padang, dan Maumere terpilih mengikuti Gulali Lab #3 dengan bimbingan fasilitator nasional dan internasional.
Uniknya, proses seleksi juga melibatkan juri anak yang memberi masukan terhadap proposal karya. "Anak-anak kami libatkan karena mereka tahu apa yang menarik dan penting bagi mereka," kata Ariyo Zidni. "Kami ingin anak merasa bahwa pendapatnya didengar dan berpengaruh."
Rumah-Rumah Kecil di Seluruh Indonesia
Sebelum puncak acara di Yogyakarta, Gulali Online Festival telah berlangsung pada 1–3 Agustus 2025. Karya para peserta Gulali Lab ditayangkan serentak di lebih dari 90 Kantong Gulali, yakni komunitas, taman baca, dan ruang bermain anak di 38 provinsi. Inisiatif ini membuka akses bagi anak-anak di berbagai daerah agar bisa menikmati karya seni pertunjukan yang berkualitas dan berdialog dengan komunitas mereka sendiri.

Gulali Festival 2025 menampilkan seniman dari Indonesia dan mancanegara, antara lain Teater Štrik (Austria), Sue Giles dari ASSITEJ International (Australia), Little Onion Puppet Co. (Kanada), Jurij Torkar (Slovenia), dan Lisa Gautama (Belgia). Pertunjukan akan berlangsung di dua lokasi, yakni Desa Wisata Garongan, Sleman pada 24 Oktober, serta Kampoeng Media atau Ruang Pana, Ngaglik pada 25–26 Oktober.
Setiap pertunjukan di Gulali memberi ruang bagi anak untuk menanggapi dan berdiskusi dengan para seniman. Melalui sesi bincang dan artist talk, anak-anak belajar memahami perbedaan, mengasah empati, dan berani mengungkapkan pendapat.
Gulali Festival tumbuh bukan hanya sebagai peristiwa seni, melainkan gerakan yang membangun ekosistem seni pertunjukan anak yang berkelanjutan. Melalui tema "Berteman Rumah", Gulali mengingatkan bahwa rumah bisa hadir di mana pun, selama ada rasa aman, kesempatan, dan hubungan manusiawi yang membuat anak berani tumbuh dan bermimpi. (Angie)





