Rina Jayani: Sekolah Aluna, Sekolah Inklusi Pendidikan Untuk Semua

“Memang ada yang bilang kita tidak bisa menolak takdir. Tetapi
bukankah kita juga diajarkan untuk selalu berikhtiar,” ungkap Rina Jayani

 

Pagi itu sosok wanita murah senyum menyapa kami dengan ramah. Beliau adalah Rina Jayani, pendiri dan kepala Sekolah Aluna. Dengan penuh antusias, ibu tiga anak ini menceritakan tentang sekolahnya yang kami kunjungi, sekolah inklusi yang menerima anak-anak reguler dan spesial, khususnya yang memiliki gangguan pendengaran. Sekolah yang berdiri tahun 2012 ini telah banyak direkomendasikan baik dari Hearing Center, rumah sakit maupun sekolah-sekolah dari Jakarta maupun dari luar Jakarta.

Keprihatinan Rina terhadap sulitnya mencari sekolah untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran yang sedang belajar mendengar dan berkomunikasi verbal adalah alasan dia mendirikan Sekolah Aluna. Hal ini didukung oleh pengalaman dalam mengasuh putra bungsunya, Ramzy yang memiliki gangguan pendengaran.

“Saya mendirikan ini sebagai wujud syukur kepada Allah SWT, karena anak saya yang berumur 16 tahun kini sudah dapat berkomunikasi verbal dan tumbuh menjadi sosok yang ceria. Saya ingin berbagi pengalaman kepada para orang tua dan anak-anak yang mengalami hal yang sama,” tuturnya lembut.

Rina mengungkapkan dirinya berniat menyebarkan kepada masyarakat bahwa solusi berkomunikasi untuk anak gangguan pendengaran selain yang diketahui masyarakat selama ini, yakni bahasa isyarat, membaca gerak bibir (lip reading), maupun komunikasi verbal.

Cara terakhir inilah yang ingin disosialisasikan kepada masyarakat. Selain itu, dia juga ingin meningkatkan kesadaran akan pentingnya deteksi dan intervensi dini anak-anak gangguan pendengaran, karena mempelajari komunikasi verbal bisa dilakukan syaratnya harus berusia dini dan menggunakan alat bantu dengar ataupun implan.

Inilah yang perlu diusahakan oleh orang tua. Memang ada yang bilang kita tidak bisa menolak takdir. Tetapi, bukankah kita juga diajarkan untuk selalu berikhtiar,” ungkapnya sambil tersenyum.

Sebelum mendirikan sekolah ini, Rina memiliki therapy center untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran. Dia mengungkapkan sekolah inklusi sebaiknya diperbanyak jumlahnya di Indonesia, sebab manfaatnya mutualisme. Prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Anak-anak gangguan pendengaran yang sedang belajar berkomunikasi verbal memerlukan lingkungan umum, agar mereka memiliki model untuk berkomunikasi.

Anak-anak reguler pun belajar menghargai perbedaan. Sekolah Aluna juga berusaha memberikan kesempatan belajar kepada murid-murid dari keluarga prasejahtera sesuai dengan moto sekolah Aluna, yaitu ‘Sekolah untuk semua’.

Rina menuturkan, “Biasanya anak-anak dari keluarga pra sejahtera minim perhatian dari orang tua yang sibuk bekerja mencari nafkah keluarganya, sehingga rentan terhadap pergaulan kurang baik di sekelilingnya,” jelas wanita yang kerap berkeliling Indonesia untuk sharing tentang pendidikan anak dengan gangguan pendengaran ini.

Sekolah ini menerapkan konsep pengajaran Montessori yang disampaikan dalam bahasa Indonesia, sebab Rina berkeyakinan bahwa bahasa ibu adalah bahasa terbaik dalam menanamkan sebuah konsep bagi anak balita sebelum mempelajari bahasa lain.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Rina tidak berputus asa untuk terus menyebarkan pentingnya sekolah inklusi. Dia mensosialisasikan kebaikan dari sekolah selama beberapa waktu dan terlihat peningkatan anak-anak reguler yang telah tumbuh berkembang memiliki empati yang baik, sekolah ini mulai mendapatkan perhatian. Dia tidak menyangka pertumbuhan peminat semakin baik.

“Setelah beberapa tahun, alhamdulillah misi sekolah inklusi baik itu mulai diterima. Dua pertiga dari jumlah murid di sekolah kami adalah anak-anak reguler. Kepedulian maupun awareness para orang tua pun kian tumbuh seiring waktu. Banyak yang datang dari luar kota bahkan luar pulau Jawa,” ungkapnya penuh syukur. Namun di lubuk hatinya, dia berharap pemerintah dapat lebih memberikan perhatian kepada sekolah-sekolah inklusi dan dapat diterima lebih baik lagi di masyarakat seluruh negeri.

Naskah: Angie Diyya | Foto: Fikar Azmy

Selengkapnya di Women’s Obsession Magazine Edisi Juli 2018

<iframe src="https://www.youtube.com/embed/YXLxswO3gxU" width="696" height="392" frameborder="0" allowfullscreen="allowfullscreen"></iframe>