Warisan-warisan Budaya Indonesia

Kekayaan yang ada di Tanah Air tidak hanya diakui oleh masyarakatnya sendiri, tetapi juga dunia. Mulai dari kekayaan alam, agama, hingga budaya. Berikut beberapa warisan budaya di Indonesia yang diakui United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) versi Women’s Obsession.

Wayang Kulit

Kesenian wayang kulit telah diakui UNESCO dalam bidang cerita narasi warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak tahun 2003 silam. Kata wayang sendiri berasal dari ‘Ma Hyang’ yang memiliki arti menuju kepada Tuhan Yang Maha Esa, roh spiritual, atau dewa.

Sementara, ‘wayang’ dalam bahasa Jawa berarti ‘bayangan’. Pertunjukannya, cerita yang dimainkan adalah tentang kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Wayang kulit umumnya dimainkan oleh ‘dalang’ sebutan bagi orang di balik layar yang memainkannya. Sembari menggerakgerakkan wayang, dalang juga akan menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi musik gamelan.

Batik

Berkat kecantikan dan filosofinya, batik ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada tahun 2009. Seiring berkembangnya zaman, kreasi motif batik semakin meningkat dari sebelumnya.

Selain itu, batik juga sudah dikembangkan hingga ke luar jawa seperti Aceh, Riau, Kalimantan, Minahasa, dan masih banyak lagi. Untuk merayakan penetapan batik sebagai warisan budaya Indonesia oleh UNESCO, tanggal 2 Oktober setiap tahunnya juga ditetapkan sebagai hari Batik Nasional.

Noken

Noken adalah tas tradisional masyarakat Papua. Berbeda dengan tas-tas lain yang diletakkan di tangan atau punggung, cara menggunakannya cukup unik, yakni meletakkannya di atas kepala. Tas tradisional ini biasanya dipakai untuk membawa hasil-hasil pertanian, seperti sayuran, umbi-umbian, dan untuk mengangkut barang-barang dagangan ke pasar. Noken memiliki filosofi kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan.

Tidak sembarangan, hanya masyarakat asli Papua saja yang boleh membuatnya, terutama perempuan. Sedari kecil, mereka sudah diajarkan untuk merajut noken dan dianggap telah dewasa saat bisa membuatnya. Tas dari bahan baku kayu pohon Manduam, pohon Nawa atau Anggrek hutan, tas tradisional ini ditetapkan sebagai warisan kebudayaan tak benda UNESCO pada tahun 2012.

Angklung

Terbuat dari bambu, alat musik tradisional yang satu ini telah diakui sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO pada 2014. Angklung telah digunakan sejak 400 tahun yang lalu. Kala itu, angklung dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi dan membuat tanaman padi masyarakat tumbuh subur.

Lalu, di masa penjajahan alat musik ini juga kerap digunakan masyarakat Sunda untuk menggugah semangat para pejuang. Oleh sebab itu, pemerintah Hindia Belanda sempat melarang penggunaan angklung. Bambu yang digunakan untuk membuat alat musik ini juga tidak sembarangan, yakni memakai bambu hitam (awi wulung) dan bambu ater (awi temen) yang saat mengering akan berubah warna menjadi kuning keputihan.