Waspada Kanker Genitalia

Dr. dr. Brahmana Askandar Tjokroprawiro, SpOG. Subsp. Onk

 

Kanker menjadi momok yang menakutkan bagi semua orang, karena penyakit ini tak pandang usia maupun gender. Namun ada beberapa jenis kanker yang memang dapat lebih sering terjadi pada perempuan. Di antaranya adalah kanker genitalia, yakni kanker yang berasal dari organ genitalia perempuan. Ragamnya cukup banyak, seperti kanker bibir kemaluan, kanker vagina, kanker serviks (leher rahim), kanker rahim/endometrium, kanker saluran telur dan kanker ovarium (kanker indung telur). Dari semua kanker tersebut, tiga terbanyak adalah kanker serviks, kanker rahim, dan kanker ovarium. Setiap jenis kanker tersebut memiliki gejala, faktor risiko, dan pengobatan yang berbeda-beda.

 

Kanker serviks adalah kanker yang paling bisa dicegah, karena perjalanan dari normal sampai menjadi kanker sangat lama. Penyebabnya juga cukup jelas dan ada skrining yang efektif. Cara terbaik untuk mencegahnya, yakni melakukan vaksinasi HPV pada remaja dan melakukan skrining pap smear atau tes human papillomavirus pada perempuan yang sudah melakukan hubungan seksual. Vaksinasi HPV terbaik diberikan sebelum usia 15 tahun, ketika respons imun masih sangat baik. Saat ini di Indonesia sebagian besar kanker serviks terdiagnosis pada stadium lanjut, padahal sebenarnya bisa dicegah. Perlu peningkatan kesadaran untuk melakukan skrining rutin 1-3 tahun sekali pada perempuan yang aktif secara seksual, baik ada keluhan maupun tidak.

 

BACA JUGA:

Latihan Fisik & Kesehatan Mental

Pentingnya Asupan Serat bagi Karyawan Kantoran

 

Skrining standar kanker serviks adalah pap smear mengambil lendir serviks untuk diperiksa selnya. Bentuk skrining lain yang direkomendasikan oleh WHO dan negara-negara maju adalah tes HPV yang mampu melihat ada tidaknya virus HPV di serviks melalui evaluasi lendir serviks. Di negara berkembang, tes ini bisa dilakukan dengan cara lebih sederhana, yaitu dengan inspeksi visual dengan asam asetat yang dioleskan pada serviks dan lihat perubahan warna pasca-pengolesan. Bila timbul warna putih maka dianggap tidak normal dan harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

 

Pengobatan kanker serviks pada stadium awal dapat dilakukan dengan operasi, tetapi pada stadium lanjut memerlukan kombinasi radioterapi dan kemoterapi yang bertujuan mematikan sel kanker. Terapi imun yang sangat membantu memperpanjang angka ketahanan hidup pada penderita kanker serviks stadium lanjut dan yang telah metastasis. Terapi imun membuat sel imun tubuh lebih aktif dan efektif mematikan sel kanker. Terapi imun dapat pula diberikan komplementer dengan kemoterapi pada kanker serviks stadium lanjut.

 

Kanker yang masih menjadi tantangan, baik di negara maju maupun negara berkembang, adalah kanker ovarium. Sebagian besar terdeteksi pada stadium lanjut, karena tidak ada keluhan maupun gejala dini. Perubahan ovarium normal menjadi kanker tidak bisa diduga waktunya, bisa juga berlangsung sangat cepat, sehingga sampai saat ini tidak ada panduan baku deteksi dini kanker ovarium di dunia.

 

Dr. dr. Brahmana Askandar Tjokroprawiro, SpOG. Subsp. Onk

 

Terapi utamanya adalah operasi, diikuti kemoterapi, dan bisa dikombinasi dengan beberapa targeted therapy. Terapi tertarget ini menghambat protein yang mengontrol pertumbuhan, pembelahan, dan penyebaran sel kanker. Penemuan terapi ini membantu memperbaiki angka ketahanan hidup kanker ovarium. Pemeriksaan genetik bisa dilakukan untuk memeriksa apakah ada mutasi gen BRCA1 dan BRCA2. Risiko kanker ovarium meningkat sekitar 20-25x lipat jika terdapat mutasi gen BRCA1 risiko kanker ovarium, sedangkan mutasi gen BRCA2 dapat mengakibatkan peningkatan risiko sekitar 10 kali lipat.

 

Namun, bukan berarti perempuan tanpa mutasi gen BRCA bebas kanker ovarium. Jika dari hasil pemeriksaan terdapat mutasi gen BRCA, pasien bisa berdiskusi dengan dokter untuk langkah selanjutnya. Bila masih muda bisa diberikan pil KB kombinasi untuk menurunkan risiko kanker ovarium. Untuk perempuan dengan usia dewasa bisa dilakukan pengangkatan kedua indung telur untuk mencegah kanker ovarium.

 

Kanker dengan angka kejadian yang terus meningkat di seluruh dunia, yaitu kanker rahim berasal dari lapisan endometrium (lapisan darah haid) di dalam rahim. Salah satu faktor risiko utamanya adalah obesitas, risiko dapat meningkat tiga kali lipat pada perempuan dengan body mass index di atas 30. Salah satu cara menurunkan risiko dengan berolahraga rutin. Kebanyakan kanker endometrium diderita perempuan di atas usia 45 tahun, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada usia di bawah 45 tahun. Sebagian besar kanker endometrium terdiagnosis pada stadium dini.

 

BACA JUGA:

Makanan yang Cocok untuk Raw Food Diet

Pentingnya Asupan Serat bagi Karyawan Kantoran

 

Perdarahan lewat vagina pascamenopause jadi salah satu tanda yang harus diwaspadai dan harus segera periksa ke dokter kandungan. Perdarahan ini biasanya 10% disebabkan kanker endometrium. Pengobatannya terdiri dari operasi pengangkatan rahim, diikuti radioterapi atau kemoterapi tergantung dari stadium dan jenis selnya. Pada kanker endometrium bisa diberikan terapi imun, bila terdapat indikasi. Terapi imun berfungsi untuk menambah ketahanan hidup dengan jalan membuat sel imun tubuh kita lebih efektif mematikan sel kanker.

 

Kanker ginekologi lainnya adalah kanker vulva (kanker bibir kemaluan) dan kanker vagina. Angka kejadian kanker vulva hanya sekitar 0,7% dari semua kanker pada perempuan. Salah satu faktor risiko kanker vulva adalah infeksi virus HPV. Pengobatan kanker vulva dan kanker vagina pada stadium dini adalah operasi dan radioterapi pada stadium lanjut. Pemeriksaan teratur penting dilakukan, baik ada keluhan maupun tidak, untuk memastikan kondisi organ kandungan dalam keadaan normal. Kanker serviks bisa dicegah dengan melakukan vaksinasi HPV pada usia muda, dan skrining teratur pada perempuan yang telah melakukan hubungan seksual.