Wasting & Stunting Ancaman Terwujudnya Generasi Emas Indonesia

 

 

Sampai saat ini masih banyak anak-anak yang mengalami masalah kesehatan, mulai dari penyakit menular, tidak menular, dan yang menjadi perhatian khusus adalah masalah gizi pada anak. Berbagai masalah ini dapat mengancam Indonesia dalam memaksimalkan bonus demografi atau lebih dikenal sebagai Generasi Emas 2045 yang sudah dicanangkan pemerintah.

 

Indonesia yang sedang berupaya untuk makin maju dan keluar dari label negara berkembang, masih belum bisa melepaskan diri dari masalah malnutrisi, seperti stunting, wasting, dan underweight. Belum selesai dengan ketiga masalah tersebut, anak Indonesia sudah mulai mengalami malnutrisi tipe lain, yaitu gizi berlebih atau obesitas.

 

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia tahun 2022, sebanyak 21,6% Balita, atau 1 dari 5 anak mengalami stunting, sementara 7,7% Balita, atau 1 dari 12 anak mengalami wasting.

 

BACA JUGA:

Manfaat Bermain di Ruang Terbuka Bagi Anak

Eksploitasi Seksual Komersial Anak Secara Daring Berkembang Kian Aneka Ragam

 

Stunting adalah kondisi malnutrisi akibat kekurangan asupan nutrisi atau penyakit kronik yang menyebabkan kegagalan seorang anak mencapai tinggi badan sesuai potensi genetiknya. Penelitian menunjukkan bahwa akibat stunting tidak hanya sebatas perawakan pendek. Seorang anak yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah, performa di sekolah yang menurun, kemampuan fisik yang lebih rendah, dan lebih mudah untuk jatuh sakit. Pada jangka panjang dan level Nasional, hal ini akan berakibat pada menurunnya kemampuan ekonomi negara.

 

Sementara wasting, atau lebih kita kenal sebagai gizi kurang hingga gizi buruk, menandakan kurangnya asupan nutrisi yang bersifat akut. Wasting terutama pada anak berusia kurang dari dua tahun akan berdampak jangka panjang yang buruk. Bila anak mengalami wasting hingga gizi buruk, perkembangan otaknya akan terganggu. Padahal pada dua tahun pertama kehidupan seorang anak, otak berkembang dengan sangat pesat. Pada jangka panjang perkembangan otak yang terganggu ini akan mengakibatkan menurunnya kecerdasan dan kualitas hidup saat dewasa nanti.

 

Langkah pencegahan terjadinya kondisi malnutrisi menjadi sangat penting untuk menyelamatkan anak Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan program 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Upaya ini dilakukan untuk menjaga kesehatan dan gizi seorang anak sejak dalam kandungan sampai berusia dua tahun, karena periode ini merupakan periode paling penting dan krusial dalam perkembangan seorang anak hingga dewasa.

 

 

Upaya yang dilakukan untuk mencegah malnutrisi pada 1000 HPK, di antaranya adalah inisiasi menyusui dini setelah bayi lahir, pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, lengkapi imunisasi, dan yang sering menjadi periode kritis adalah pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) sejak usia 6 bulan. Jadi sangat penting untuk memantau berat badan dan tinggi badan anak, serta memasukkannya dalam kurva pertumbuhan.

 

Seringkali seorang anak belum akan mengalami kondisi wasting atau stunting pada usia 6 bulan pertama kehidupan, karena kebutuhan nutrisinya masih mudah dipenuhi dengan pemberian ASI. Akan tetapi, pada usia 6 bulan, saat anak mulai dikenalkan dengan MPASI, seringkali kenaikan berat badan dan tinggi badan seorang anak menjadi tidak optimal.

 

WHO sudah mengeluarkan edaran, bahwa MPASI yang baik diberikan pada waktu yang tepat, yaitu saat bayi berusia 6 bulan atau sebelum itu bila kebutuhan nutrisi sudah tidak dapat dipenuhi dengan ASI. Jumlahnya harus cukup, yaitu mencukupi kebutuhan kalori, zat gizi makro dan mikro bayi. Faktor keamanan juga perlu diperhatikan, apakah proses pembuatannya higienis dan diberikan menggunakan tangan dan peralatan yang bersih.

 

BACA JUGA:

Pentingnya Menjaga Kesehatan Gigi Anak

Seperti Kasih Ibu Botol Susu Pigeon Kian Jernih dengan Bahan T-Ester

 

Terakhir MPASI harus sesuai, baik teksturnya yang disesuaikan kemampuan usia bayi, diberikan sesuai keinginan lapar dan kenyang bayi, serta diberikan dalam frekuensi yang benar. Baiknya sejak pemberian MPASI, ibu sudah mulai mengenalkan anak dengan beraneka ragam makanan dan rasa, karena akan mempengaruhi selera makan anak hingga dewasa nanti.

 

Kandungan gizi MPASI yang baik harus mencukupi zat gizi makro dan mikro, seperti karbohidrat, lemak dan protein, terutama protein hewani yang tinggi zat besi.  Zat besi menjadi salah satu  elemen kunci dalam optimalisasi periode 1.000 HPK, termasuk untuk pencegahan stunting. Saat ini sebagai upaya untuk memudahkan dan memenuhi kebutuhan MPASI bayi, sudah banyak produk MPASI fortifikasi. MPASI fortifikasi adalah produk MPASI yang sudah diberikan penambahan nutrisi zat gizi makro dan mikro sesuai dengan rekomendasi dari CODEX milik FAO dan WHO.

 

Sebuah studi mengungkapkan bahwa bayi yang mengonsumsi MPASI homemade menunjukkan kadar hemoglobin, serum feritin, dan zat besi serum lebih rendah dibandingkan bayi yang mendapatkan MPASI fortifikasi. Mereka juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami kekurangan berat badan, stunting, dan wasting dibandingkan bayi dengan MPASI fortifikasi. Di Indonesia, MPASI fortifikasi juga diawasi ketat oleh BPOM yang tidak mengizinkan adanya kandungan pengawet, pewarna atau perisa, dan gula serta garam yang tinggi.

 

MPASI fortifikasi dapat menjadi pilihan bagi ibu bekerja dan sulit memastikan pembuatan MPASI yang baik. Selain itu, MPASI fortifikasi juga bisa jadi jawaban bagi orang tua yang memiliki keterbatasan waktu dan khawatir dalam memenuhi kebutuhan zat gizi makro dan mikro anak. (Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) bersama dr. Fakhri Muhammad)